Di area teknis, kebebasan penuh yang didapat Juergen Klopp mampu membuat Liverpool terus berkembang. Dalam hal berbelanja pemain, prinsip "belanja sesuai kebutuhan" ala Klopp menunjukkan, Liverpool kini sudah lebih cermat dalam hal mengidentifikasi kelemahan yang perlu segera diperbaiki.
Selain itu, Klopp juga mulai berani memasukkan pemain dari akademi klub, sambil terus memperbaiki sistem "gegenpressing" andalannya. Tak heran, pemain jebolan akademi klub macam Trent Alexander-Arnold mampu berpacu padan dengan pemain macam Mohamed Salah dan Virgil Van Dijk. Inilah yang membuat level permainan Liverpool pelan tapi pasti terus meningkat.
Uniknya, peningkatan level yang belakangan terjadi di Liverpool berjalan secara bertahap. Mereka memulainya dengan terbiasa finis di posisi empat besar klasemen Liga Inggris, dalam tiga musim terakhir. Setelahnya, mereka membangun "kebiasaan" lain, dengan melaju jauh di kompetisi Eropa. Hal ini terlihat dari kesuksesan Liverpool lolos ke final Liga Champions dua musim terakhir.
Peningkatan Liverpool masih berlanjut, dengan kemampuan mereka bersaing ketat di liga domestik dan Eropa secara bersamaan di musim ini. Dengan level standar prestasi yang terus meningkat seperti ini, sekali meraih trofi juara, trofi itu akan menjadi katalisator bagi trofi-trofi lainnya. Terutama, jika mental juara dalam tim sudah terbentuk sempurna.
Kemajuan Liverpool belakangan ini adalah satu bukti aktual, dari betapa pentingnya kondusifitas dan sinergi yang baik di berbagai aspek, serta kemauan untuk terus berproses. Meski tak terjadi secara instan, apa yang terjadi di Liverpool ini menjadi contoh sahih, dari bagaimana cara kerja tim sepak bola profesional yang baik dan benar. Memang melelahkan, tapi sekali berbuah, ia akan terus berbuah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H