Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Cerita dari Lapangan Banteng

28 April 2019   18:37 Diperbarui: 28 April 2019   20:51 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum hari Minggu, (28/4), jika bicara soal Lapangan Banteng, saya hanya mengingat dua hal soal tempat bersejarah satu ini. Pertama, tempat ini dulunya bernama lapangan IKADA. Kedua, ini adalah tempat yang sering disebut di buku pelajaran sejarah, sebagai tempat dimana Bung Karno pernah berpidato dalam beberapa kesempatan.

Tapi, pada hari ini, saya berkesempatan meng-update ingatan saya tentang Lapangan Banteng. Secara kebetulan, saya sedang ada kegiatan kantor di Lapangan Banteng. Dan di tempat yang sama, saya mendapat satu kejutan tak terduga, karena sedang ada diskusi tentang Kebhinekaan bersama Alissa Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, dalam kemasan "Social Presenting Theater". Acara ini berlangsung di museum Monumen Pembebasan Irian Barat, yang juga berada di area kompleks Lapangan Banteng.

Jika melihat topik bahasannya, topik Kebhinekaan tergolong cukup "mainstream" belakangan ini, khususnya dalam situasi tegang bangsa ini pasca-pemilu 2019. Saya sendiri secara iseng mengikuti acara ini, tanpa ada maksud apa-apa, selain memanfaatkan waktu luang di sela-sela acara kantor.

Alissa Wahid (Dokpri)
Alissa Wahid (Dokpri)
Tapi, saya bersyukur, karena diskusi dengan topik tergolong "mainstream" ini disampaikan dengan cara yang sangat anti-mainstream, yakni dengan mengajak peserta diskusi terlibat dalam proses brainstorming, sebelum mengambil kesimpulan, dari gestur teatrikal yang ditampilkan beberapa sukarelawan peserta, dengan berperan sebagai elemen-elemen masyarakat, aparat, dan pejabat berdasarkan situasi bangsa akhir-akhir ini.

Tidak seperti diskusi bertopik sejenis pada umumnya, diskusi kali ini terasa sangat segar, karena Alissa Wahid selaku pembicara benar-benar melibatkan semua peserta diskusi secara utuh, berbeda dengan para pembicara pada umumnya, yang biasa memonopoli jalannya diskusi. Boleh dibilang, ia bertugas sebagai pembicara sekaligus moderator diskusi. Sehingga, tercipta proses brainstorming dan diskusi yang cair, dengan banyaknya pendapat yang muncul pada bagian kesimpulan.

Diskusi kali ini, memang menggunakan cara yang anti-mainstream. Tapi, cara ini terbukti mampu membuat semua peserta yang terlibat tergerak untuk mau melibatkan diri, dan menyatukan beragam perspektif yang ada dalam rangkaian kesimpulan pribadi yang muncul. Alhasil, kesimpulan yang didapat begitu jelas: Kebhinekaan adalah satu hal kongkrit, bukan konsep teoritis semata. Dari sinilah, Kebhinekaan tak lagi menjadi satu konsep abstrak, tapi satu konsep kongkrit yang dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah diskusi, saya lalu memutuskan kembali ke tempat sebelumnya. Tapi, tanpa disangka, beberapa menit berselang, saya diajak panitia event kembali ke lokasi tempat diskusi itu. Kali ini bukan untuk sebatas menjadi peserta, tapi juga ikut menjadi "pembicara dadakan" dalam sebuah diskusi terkait isu disabilitas. Kebetulan, saya sendiri memang seorang penyandang disabilitas. (Cerita khusus mengenai hal itu saya tulis di sini).

Well, isu yang sebenarnya diangkat sebenarnya tak jauh-jauh dari diskriminasi, pemberdayaan, cara melawan stigma negatif, dan perlunya pendidikan inklusi. Hanya saja, berkat metode diskusi brainstorming yang digunakan, acara ini jadi terasa begitu cepat.

Saya sendiri menekankan, pentingnya pendidikan inklusi, karena itu dapat membuka jalan bagi terciptanya budaya inklusi. Tentunya, ada jalan panjang nan berliku untuk mencapainya, dan itu hanya dapat terwujud, jika ada yang berani memulainya.

Rentetan kejutan yang saya alami hari ini, pada akhirnya ditutup dengan foto bersama penyanyi Andien Aisyah, yang kebetulan juga menjadi salah satu pembicara diskusi, bedanya, ia bukanlah "pembicara dadakan" seperti saya 😂.

Foto bersama Andien Aisyah (Dokpri)
Foto bersama Andien Aisyah (Dokpri)
Memang, ini adalah pengalaman pertama saya pergi ke Lapangan Banteng. Tapi, apa yang saya dapat hari ini benar-benar spesial, dan layak disyukuri, karena saya mendapat pengalaman tak terlupakan tanpa disengaja. Yang pasti, saya harus mengakui, hidup ini kadang penuh kejutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun