Sebagai seorang Kopites, saya sering mendapati Liverpool menampilkan performa ironis, jika mereka kebobolan lebih dulu saat mendominasi jalannya pertandingan. Sisi ironis itu adalah, mental mereka sering langsung ambruk setelah mendapat "pukulan kejutan" itu. Alhasil, kekalahan-lah yang sering didapat, meski mereka mampu membuat banyak peluang.
Tapi, dalam pertandingan pekan ke 23 Liga Inggris, Sabtu, (19/1), tim asuhan Jurgen Klopp meraih hasil berbeda. Menghadapi tantangan Crystal Palace di Stadion Anfield, Si Merah mampu mendominasi jalannya pertandingan. Dominasi ini mereka tunjukkan, lewat presentase penguasaan bola yang mencapai 70%, dan total 19 tembakan yang mereka buat. Di pihak tim tamu, dominasi Jordan Henderson dkk membuat Crystal Palace hanya mampu memegang 30% penguasaan bola, dan membuat total 9 tembakan.
Meski begitu, Palace justru mampu memberi "pukulan kejutan" lebih dulu, lewat gol yang dicetak Andros Townsend. Gol ini sebenarnya langsung direspon Liverpool, dengan terus menyerang pertahanan Palace. Tapi, kokohnya lini belakang Palace yang dikomandani Mamadou Sakho membuat Liverpool mengakhiri babak pertama dalam situasi tertinggal 0-1.
Tapi, situasi berbeda muncul di babak kedua. Entah suntikan motivasi macam apa yang diberikan Jurgen Klopp kepada timnya di masa jeda, tapi yang jelas, Liverpool mampu tampil lepas di babak kedua. Terbukti, Liverpool mampu membuat empat gol balasan di babak kedua, lewat dwigol Mohamed Salah, dan masing-masing satu gol dari Roberto Firmino dan Sadio Mane.
Penampilan spartan Liverpool di babak kedua juga menunjukkan kematangan mental mereka. Karena, meski kebobolan dua gol di babak kedua, mereka menampilkan tiga hal positif, yakni mental baja saat tertinggal, kemampuan mengontrol situasi di saat sulit, dan mampu "mengunci" hasil akhir pertandingan di saat krusial.
Dalam hal mental baja, Liverpool menampilkannya lewat kemampuan membalikkan skor di awal babak kedua. Mereka juga tidak panik saat Crystal Palace sempat menyamakan skor lewat gol James Tomkins. Malah, Liverpool mampu kembali unggul, berkat kejelian Mohamed Salah dalam memanfaatkan blunder Julian Speroni, kiper Palace.
Setelahnya, Liverpool sempat mengalami kesulitan, saat harus bermain dengan sepuluh orang, karena James Milner mendapat kartu kuning kedua di menit ke 89. Situasi ini lalu coba dimanfaatkan Palace dengan ganti menyerang pertahanan Liverpool. Dengan unggul jumlah pemain, mereka coba membuat gol penyeimbang, supaya minimal mampu membawa pulang satu poin, syukur-syukur meraih kemenangan, seperti yang sempat mereka lakukan saat menghadapi gelombang serangan Manchester City di Stadion Etihad, 22 Desember 2018 lalu.
Sayangnya, usaha Palace justru menjadi bumerang. Asyik menyerang, mereka justru harus kebobolan lagi lewat gol Sadio Mane. Gol ini tercipta lewat skema serangan balik cepat, dengan memanfaatkan celah terbuka di lini belakang Palace. Alhasil, gol ketiga Palace yang tercipta setelahnya lewat aksi Max Meyer hanya sebatas gol konsolasi. Karena, tak lama setelah itu pertandingan berakhir dengan skor 4-3 untuk kemenangan Liverpool.
Meski diraih dengan susah payah, hasil ini layak disyukuri, karena Liverpool menunjukkan kematangan mental mereka dalam situasi sulit. Selain meraih tiga poin, kemenangan Liverpool atas Palace memberikan tekanan buat Manchester City dan Tottenham Hotspur, yang baru akan bertanding Minggu, (20/1, malam WIB).
Di sisi lain, penampilan Liverpool di pertandingan ini seharusnya dapat menjadi evaluasi, untuk menghadapi pertandingan berikutnya. Dimana, mereka perlu mempertahankan kematangan mental bertanding yang sudah terbentuk ini, sambil membenahi kelemahan yang ada. Jika mampu, musim ini akan menjadi "a season to remember"Â buat Liverpool dan Kopites.
Bisa, Reds?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H