Alhasil, mereka berubah drastis, dari yang sebelumnya kandidat juara, berubah menjadi kandidat degradasi. Pergantian pelatih yang dilakukan pun nyatanya tak banyak menolong. Karena, kondisi tim secara keseluruhan memang sudah terlanjur berantakan.
Dan, lonceng degradasi Sriwijaya FC akhirnya benar-benar berbunyi di kandang Arema FC, tepat di pertandingan terakhir Liga 1. Meski sempat unggul 0-1 lebih dulu berkat gol Esteban Vizcarra di babak pertama, Sriwijaya FC tetap harus terdegradasi ke Liga 2 musim depan, setelah Arema FC mampu berbalik unggul 2-1 di babak kedua. Ironisnya, salah satu gol Singo Edan dicetak oleh Makan Konate, yang notabene mantan pemain Sriwijaya FC. Apa boleh buat, sang mantan juara pun harus turun kasta.
Tragedi yang dialami Sriwijaya FC musim ini menjadi satu contoh aktual, dari betapa merusaknya dampak mismanajemen dalam sebuah tim. Sehebat apapun materi timnya, jika manajemennya buruk, tim itu tak ubahnya kapal bocor yang dipaksa berlayar di lautan. Tak perlu badai besar untuk bisa membuatnya langsung tenggelam.
Meski menyakitkan, kegagalan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Sriwijaya FC, apakah mereka bisa segera bangkit kembali atau tidak. Jika mampu, mereka bisa bernasib seperti Semen Padang, yang baru saja promosi segera setelah turun kasta. Jika tidak, mereka akan bersiap menghadapi masa depan suram, dengan memutar memori manis di masa lalu.
Tragis!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI