Pada Selasa, (23/10) mendatang, Tabloid BOLA akan menerbitkan edisi cetak terakhirnya, setelah beredar selama 34 tahun, tepatnya sejak perhelatan Euro 1984. "Tutup usia"nya tabloid olahraga ini, mau tak mau membuat banyak orang membuka kenangan personal mereka, termasuk saya sendiri.
Tak bisa dipungkiri, makin menjamurnya media olahraga digital, membuat tabloid BOLA menapak senja kalanya. Tapi, saya tetap punya alasan, kenapa saya harus berterima kasih kepada Tabloid yang satu ini.
Sejak pertama kali menggemari sepak bola, setelah melihat aksi Ronaldinho dan Michael Owen di Piala Dunia 2002 lalu, awalnya saya hanya membaca harian Kompas untuk mengikuti berita terbaru soal si kulit bundar.Â
Tapi, lama kelamaan, saya merasa butuh informasi lebih banyak dan spesifik. Disini, saya menemukan Tabloid BOLA sebagai jawabannya. Jadilah saya mulai berlangganan Tabloid Bola mulai awal tahun 2004, tepatnya saat saya masih kelas 5 SD.
Tabloid Bola adalah satu paket informasi olahraga yang keren buat saya. Maklum, saat itu saya masih tinggal di Wonosobo, sebuah kota kecil di kaki Pegunungan Dieng, Provinsi Jawa Tengah. Tempat dimana akses internet (saat itu) masih jadi barang langka.Â
Saya ingat betul, tiap hari Senin dan Kamis siang sepulang sekolah, menjadi saat yang ditunggu-tunggu. Karena, saat itulah edisi terbaru Tabloid BOLA sudah mulai nongkrong di agen koran atau majalah. Saat itu, Tabloid BOLA biasa disebut sebagai "Koran BOLA".
Saya ingat, betapa asyiknya membaca Tabloid BOLA setibanya di rumah. Ulasan mendalam, lengkap dengan berbagai pernak-pernik trivia dan kartun jenaka, selalu mampu membuat saya puas. Tanpa judul yang "clickbait" atau bertele-tele, artikel di Tabloid BOLA Â selalu menarik untuk dibaca.Â
Info jadwal pertandingannya pun lengkap. Meski saat itu pilihan channel TV di rumah masih terbatas, tak sebanyak di kota besar, saya selalu punya alasan tepat untuk menonton pertandingan sepak bola di televisi, tiap akhir pekan atau hari libur tiba. Meskipun, di hari Minggu pagi saya kadang terkantuk-kantuk saat beribadah di Gereja.
Sebagai seorang Kopites, Tabloid BOLA membuka memori saya, pada momen saat Liverpool juara Liga Champions 2005.Â
Mulai dari kemenangan krusial 3-1 atas Olympiakos di fase grup, sampai final nan heroik di Istanbul, semuanya dilaporkan secara komprehensif. Begitu juga saat Si Merah juara Piala FA setahun berselang.
Saat saya pindah ke Yogyakarta tahun 2005, kebersamaan dengan Tabloid BOLA memang masih berlanjut. Informasi mendalam yang disajikan, selalu layak untuk dinanti.