Pada titik ekstrimnya, harapan berlebih ini justru bisa menjadi bumerang buat tim, terutama jika hasil yang didapat tak sesuai harapan. Satu kekalahan bisa menghapus rentetan kemenangan yang sebelumnya sudah didapat. Tim yang tadinya dipuji setinggi langit saat menang, bisa langsung menjadi 'musuh bersama' saat kalah.
Kita tentu ingat, bagaimana ini pernah terjadi pada timnas Brasil, di Piala Dunia 1950. Berstatus sebagai tuan rumah, dan didukung penuh publik Brasil, Tim Samba mampu menyapu bersih kemenangan sejak babak awal, dan berhasil melaju ke final.Â
Capaian ini mampu membuat Moacir Barbosa dkk dipuji setinggi langit seolah sudah menjadi juara. Tapi, kekalahan 2-1 atas Uruguay di final, membuat mereka jadi 'musuh bersama' publik Brasil, yang lalu menjuluki kekalahan itu sebagai "Maracanazo" alias "Tragedi Maracana".
Di sini, kita melihat bersama, "Maracanazo" adalah satu contoh nyata, betapa berbahayanya optimisme berlebihan buat sebuah tim. Alih-alih menjadi pelecut semangat, ia justru menjadi bumerang. Tentunya, kita semua berharap, tak ada "Maracanazo" versi Indonesia di Asian Games 2018.
Tapi, bukan berarti kita bisa meremehkan lawan begitu saja. Malah, kita harus segera menyiapkan mental, untuk menerima apapun hasil akhir yang didapat timnas di fase gugur. Karena, risiko utama dalam olahraga adalah menang dan kalah.Â
Jika kita tak bisa menerima kekalahan sebaik menyambut kemenangan, maka kita justru mencederai semangat utama Asian Games sebagai pesta olahraga Asia, yakni sportivitas. Lagipula, olahraga (sport) tanpa sportivitas bukan olahraga, tapi permainan kotor nan memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H