Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah "Si Bandel" Adrien Rabiot

14 Agustus 2018   01:51 Diperbarui: 14 Agustus 2018   12:18 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak bandel, sebuah 'peran' yang belakangan ini sedang dijalankan oleh pemain PSG asal Prancis, Adrien Rabiot (23). Memang, jika dilihat dari bakatnya, Rabiot adalah salah satu gelandang potensial, yang bisa menjadi pemain bintang di masa depan, baik bersama klubnya maupun tanah kelahirannya.

Kemampuan olah bola berpadu sempurna dengan visi bermain jempolan, Rabiot cukup layak dikatakan seorang gelandang serang kelas atas, meski masih harus dipoles sedikit lagi untuk bisa sampai ke level tersebut.

Sayangnya, meski punya bakat besar, pemain hasil binaan akademi sepak bola PSG ini sering dinaungi ketidakberuntungan.

Sialnya, situasi ini terlanjur akrab dengannya sejak dirinya mulai bermain di level senior, baik di PSG maupun timnas Prancis.

Di PSG, ketidakberuntungan itu dialaminya, akibat proyek ambisius Nasser Al Khelaifi, pemilik PSG asal Qatar. Seperti diketahui, sejak dikuasai Al Khelaifi, PSG menjelma menjadi klub kaya bertabur bintang kelas dunia, dan begitu digdaya di Prancis.

Pemain top datang silih berganti, mulai dari Zlatan Ibrahimovic, David Beckham, sampai Neymar dan Kylian Mbappe di era kekinian. Alhasil, sinar kebintangan Rabiot selalu kalah terang, jika dibandingkan dengan para superstar milik Les Parisiens. Padahal Rabiot termasuk pemain yang jarang cedera, dan punya grafik performa cukup stabil.

Sialnya, situasi mirip juga dialami Rabiot di timnas Prancis. Meski sempat menjadi pemain reguler di timnas junior, melimpahnya stok pemain berkualitas di timnas senior Prancis membuat bakat besar Rabiot tertutup dari nama-nama beken macam Paul Pogba, atau N'golo Kante.

Situasi inilah, yang membuatnya tak masuk daftar skuad akhir timnas Prancis, yang menjadi juara di Piala Dunia 2018. Benar-benar sial.

Sayangnya, Rabiot cenderung memakai pendekatan kontroversial, dalam menyikapi situasinya, baik di klub maupun timnas. Inilah yang membuatnya terlihat seperti seorang "anak bandel", meski sebenarnya ia bukan tipe pemain berkarakter bengal.

Kontroversi berawal, saat Rabiot secara sepihak meminta pelatih Didier Deschamps, untuk mencoretnya dari daftar pemain "waiting list" timnas Prancis, untuk Piala Dunia 2018. Di sini, banyak pihak yang mengkritiknya tak nasionalis, meski di sisi lain, ini menggambarkan sifat kompetitifnya. Untunglah, kontroversi ini segera terlupakan, seiring berjayanya timnas Prancis di Rusia.

Setelahnya, Rabiot kembali berulah, kali ini di PSG, lewat keengganannya memperpanjang kontrak. Kebetulan, kontraknya di PSG akan kadaluarsa tahu 2019.

Jadi, dengan situasinya saat ini, ia bisa menekan PSG untuk segera melepasnya ke klub lain, dengan Barcelona sebagai peminat serius. Jika tidak, ia bisa pergi secara gratis musim depan. Baginya, ini adalah kesempatan bagus untuk pergi, pilihannya jelas, sekarang atau tidak sama sekali.

Tapi, "pemberontakan" Rabiot ini terlanjur membuat situasinya di PSG menjadi rumit. Karena, ia terancam "dibekukan" dari tim utama PSG, sebagai hukuman atas ulahnya. Alhasil kejelasan nasib Rabiot di PSG menjadi samar.

Praktis, ia tinggal berharap, Barcelona atau klub top Eropa lainnya segera mengangkutnya keluar dari PSG sebelum bursa transfer musim panas berakhir. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seorang pesakitan di PSG sepanjang musim kompetisi 2018/2019.

Memang, di satu sisi, ulah Rabiot, baik di klub maupun di timnas, tak bisa dibenarkan. Karena, sebagai seorang pesepakbola profesional, ia sudah bertindak semaunya sendiri.

Tapi, di sisi lain, kasus "pemberontakan" Rabiot ini menjadi contoh aktual, terkait aspek pengembangan karir bagi pemain muda. Pastinya, tak ada seorangpun pemain muda potensial, yang berharap karirnya cenderung stagnan, dan mati sebelum sempat berkembang. Tak heran, Rabiot berani "berulah" di PSG, supaya dirinya mendapat kesempatan, untuk mencari tantangan baru, demi mengembangkan bakatnya.

Tak bisa dipungkiri, dominasi PSG di Liga Prancis sudah membawa Rabiot pada titik jenuh dan ancaman stagnasi. Disinilah kita bisa melihat bersama, dominasi dalam sebuah kompetisi, kadang justru membatasi ruang untuk berkembang bagi pemain muda. Karena, tak ada lagi tantangan berarti, untuk bisa meraih gelar juara secara kolektif, maupun bersinar secara individu.

Menarik ditunggu, bagaimana akhir lakon "Kisah Si Bandel Rabiot" di PSG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun