Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Teladan dari Surabaya

27 Juli 2018   00:04 Diperbarui: 27 Juli 2018   00:29 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Liga Indonesia, ada beberapa tim, yang punya sejarah rivalitas cukup panjang. Rivalitas ini biasanya muncul, karena asal daerah yang berdekatan (atau masih dalam area wilayah yang sama, misal satu provinsi), sama-sama berprestasi, punya pemain bintang, atau sama-sama punya barisan suporter fanatik nan setia. Misalnya, Persib Bandung punya Bobotoh dan Viking, Persija Jakarta punya Jakmania, Arema FC punya Aremania, dan Persebaya Surabaya punya Bonekmania.

Soal kecintaan terhadap klub pujaan, tentu tak ada yang akan meragukan para suporter fanatik ini. Jangankan keluar kota, walau harus bepergian ke luar pulau pun, demi tim kesayangan, semua bisa dilakukan. Rasa cinta ini, menjadi satu warna rutin, yang menjadi sisi positif rivalitas tersebut, disamping label "big match" yang melekat padanya.

Sayangnya, rivalitas ini masih sering menampilkan sisi negatif, berupa tingginya potensi gangguan keamanan, yakni gesekan antar kelompok suporter yang belum sepenuhnya mampu bersikap dewasa, terutama jika tim pujaannya gagal menang atas tim rival. Akibatnya, selain mendapat suguhan aksi dan gol-gol menarik di lapangan hijau, para penonton kadang mendapat 'bonus' berupa tontonan aksi anarkis oknum suporter, seperti yang terjadi Sabtu (21/7) akhir pekan lalu, di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring.

Akibatnya, kadang kita melihat, ada penanganan ekstra dari aparat keamanan, tiap kali "big match di Liga Indonesia digelar. Bahkan, ada juga larangan bagi suporter tim tamu, untuk menonton aksi tim kesayangannya, demi menjaga keselamatan masing-masing. Larangan semacam ini, biasa terjadi, antara lain pada laga Persib Bandung Vs Persija Jakarta, atau Arema FC Vs Persebaya Surabaya.

Dalam dua laga panas ini, tim tamu selalu mendapat pengamanan ekstra. Malah, pada laga Persib Bandung Vs Persija Jakarta, tim tamu rutin diantar jemput naik kendaraan taktis anti-peluru milik aparat keamanan, dan diperbolehkan tak ikut konferensi pers pascalaga, demi menjaga keamanan. Pendek kata, (beberapa) laga "big match" di Liga Indonesia, masih menjadi satu hal yang agak menyeramkan dari sisi keamanan.

Tapi, anggapan itu dengan tegas dan kompak dibantah Bonekmania dan Bobotoh-Viking, saat Persebaya menjamu Persib di Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya, Kamis, (26/7). Meski Persebaya akhirnya kalah dengan skor tipis 3-4, tak ada aksi anarkis apapun dari Bonek. Malah, Bonek dan suporter Persib saling memberi respek, karena laga ini berlangsung menarik, dengan banyaknya transaksi jual beli serangan sepanjang laga.

Dalam laga ini, gol-gol Persib berasal dari torehan dwigol Supardi dan Ghozali Siregar. Sementara itu, gol-gol Persebaya dicetak Ricky Kayame, David Da Silva, dan Fandi Eko Utomo.

Kemenangan ini, membuat Persib menjadi juara paruh musim  Liga 1 musim 2018. Jika melihat jalannya pertandingan, laga ini memang layak disebut "big match" atau laga klasik, karena selain menyuguhkan permainan terbuka di lapangan, ada rasa saling respek antarsuporter, terlepas dari apapun hasil akhirnya.

Memang, jika melihat sejarahnya, aksi saling respek ini, tak lepas dari awetnya hubungan akur suporter Persebaya dan Persib. Seperti diketahui, meski menjadi rival dalam hal prestasi, keduanya punya hubungan baik, dan dapat saling menghormati. Tapi, di sisi lain, ini menunjukkan Bonek kini sudah lebih dewasa. Karena, mereka mau memberi respek kepada tim lawan, yang mengalahkan Persebaya di kandangnya. Di masa lalu, hasil akhir semacam ini, kadang bisa menjadi sebuah alasan bagi segelintir oknum suporter untuk bertindak anarkis.

Apa yang ditampilkan dalam laga Persebaya Vs Persib di Surabaya, menjadi antitesis dari apa yang akhir pekan lalu terjadi di Palembang. Tentunya, ini sangat melegakan, karena, masih ada kelompok suporter fanatik di negeri ini, yang mampu bersikap dewasa. Semoga, sikap semacam ini dapat menjadi 'virus perdamaian' yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya positif di sepak bola nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun