Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Pesta Itu Usai

16 Juli 2018   10:30 Diperbarui: 16 Juli 2018   10:50 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah dihelat sejak 14 Juni 2018, Piala Dunia 2018 akhirnya tutup buku pada Minggu (15/7), dengan Prancis keluar sebagai juara, usai mengalahkan Kroasia 4-2 di final. Kemenangan ini didapat, setelah gol-gol Mario Mandzukic (gol bunuh diri), Antoine Griezmann, Paul Pogba, dan Kylian Mbappe hanya mampu dibalas Kroasia oleh gol-gol Ivan Perisic dan Mario Mandzukic. Gelar ini menjadi gelar juara dunia kedua Les Bleus sepanjang sejarah Piala Dunia, setelah sebelumnya berjaya di Piala Dunia 1998.

Jika kita mencermati bersama, final Piala Dunia kali ini, menjadi salah satu final Piala Dunia yang paling menarik ditonton. Karena, ada banyak gol yang tercipta. Ini menjadi akhir sempurna, dari perhelatan pesta sepak bola dunia, yang sudah berlangsung selama sebulan terakhir, sekaligus menjadi bantahan, atas opini yang menyatakan bahwa, Piala Dunia 2018 adalah panggung pertunjukan sepak bola negatif

Selama sebulan terakhir, para pecinta bola di seluruh dunia, termasuk di Indonesia larut dalam gebyar perhelatan Piala Dunia 2018, dengan segala drama yang mengiringinya. Kemeriahan pesta bola empat tahunan ini, bahkan mampu membuat banyak orang di Indonesia, melupakan sejenak hiruk pikuk dunia politik, yang situasinya sedang menghangat, karena sudah mulai dekatnya masa pencalonan Presiden, jelang Pemilu 2019. Padahal, sebelum Piala Dunia dimulai, ini adalah sebuah isu panas yang mampu menjadi pusat perhatian publik.

Gelaran Piala Dunia 2018, memang membuat kita seperti berada di alam mimpi: penuh kegembiraan dan kesedihan, tapi damai, tak ada kebencian dalam bentuk apapun, termasuk ujaran kebencian, yang belakangan menjadi salah satu penyakit kronis di dunia maya kita. Malah, Piala Dunia 2018 terbukti mampu menyatukan berbagai macam perbedaan yang ada. Satu hal yang belakangan mulai langka di negeri ini, akibat mulai panasnya suhu politik nasional.

Tapi, seperti layaknya sebuah pesta dan mimpi indah, waktu jualah yang akhirnya menjadi pemisah. Begitu juga Piala Dunia 2018. yang pada akhirnya harus berakhir, segera setelah partai puncak berakhir. Mungkin perpisahan ini kurang mengenakkan, karena kita baru bisa bertemu lagi dengan Piala Dunia pada tahun 2022 di Qatar.

Walau begitu, kita semua layak bersyukur, karena Piala Dunia 2018  meninggalkan begitu banyak cerita. Mulai dari bintang yang bersinar terang dan meredup, tumbangnya tim-tim kuat, seperti Brasil, Argentina, dan Jerman, sampai kejutan bersejarah Kroasia, yang mampu lolos ke final untuk pertama kali sepanjang sejarah.

Piala Dunia 2018 juga menjadi panggung pertunjukan aksi negara-negara kecil berhati besar. Ada Islandia, yang hanya berpenduduk 330 ribu orang, ada juga Kroasia, yang berpenduduk sekitar 4 juta jiwa. Meski tak terlalu besar, mereka tetap mampu tampil penuh semangat, bahkan mampu mencatat prestasi istimewa. 

Di sini, mereka kembali menjadi contoh buat kita, bahwa sepak bola adalah soal bagaimana memperjuangkan sebuah potensi sekecil apapun, menjadi sebuah hasil nyata yang layak dibanggakan, bukan hanya membahas dan membanggakan sebuah potensi besar, tapi tak pernah melakukan apapun untuk memperjuangkannya menjadi sebuah hasil nyata.

Kebesaran hati di Piala Dunia 2018 juga ditunjukkan oleh suporter Panama, yang tetap mengapresiasi timnya, meski mereka selalu kalah di Rusia. Hal ini mereka tunjukkan, saat Panama mencetak satu gol ke gawang Inggris. Meski kalah telak 6-1 di laga ini, gol tunggal Panama disambut bak gol kemenangan. Di sini, kita bisa melihat bersama, bahwa kemenangan bukan hanya soal hasil akhir, tapi soal bagaimana mengakui keunggulan lawan, tanpa lupa mengapresiasi kerja keras tim di lapangan.

Kisah-kisah itu semakin lengkap, dengan euforia suporter yang luar biasa. Semua momen ini, adalah sebuah memori indah yang layak dikenang, dan ia akan menjadi obat rindu sekaligus penghangat, bagi mereka yang merindukan suasana meriah khas pesta sepak bola terbesar sejagat.

Kini, tiba saatnya bagi kita semua, untuk kembali ke dunia nyata, setelah sebulan terakhir terbuai dalam pesta sepak bola, yang serasa sebuah mimpi indah. Mungkin ini akan terasa berat di awal. But, life must go on. Goodbye World Cup, welcome back real life.

Jangan Nonton Bola Tanpa Kacang Garuda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun