Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Di Balik Pencoretan Leroy Sane

5 Juni 2018   00:04 Diperbarui: 5 Juni 2018   01:20 1548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika bicara soal Leroy Sane (22), kebanyakan orang akan menyebut pemain asal Jerman ini, sebagai salah satu pemain muda terbaik saat ini. Dengan kemampuan individu, dan kecepatan larinya yang istimewa, rasanya sulit untuk menepikan Sane begitu saja.

Apalagi, di musim 2017/2018 lalu, Sane berkembang pesat bersama Manchester City arahan Pep Guardiola. Tanpa diganggu masalah cedera seperti di musim sebelumnya, Sane membentuk trio maut di area dapur serangan Manchester City, bersama Kevin De Bruyne dan Raheem Sterling. 

Berkat inspirasi ketiganya, City mampu meraih gelar juara liga dan Piala Liga musim 2017/2018 dengan penuh gaya. Sane sendiri, mampu mencatat 14 gol dan 19 assist dari total 49 penampilan. Performa oke ini, membuatnya diganjar penghargaan Pemain Muda Terbaik liga Inggris.

Sekilas, jika melihat performa trio De Bruyne-Sane-Sterling di City, sulit untuk tak melihat mereka beraksi di Piala Dunia 2018. Tapi, rupanya itu tak berlaku buat Joachim Loew, pelatih timnas Jerman. Diluar dugaan, pada Senin (4/6), Sane dicoret, posisinya digeser oleh Julian Brandt, pemain sayap milik Bayer Leverkusen.

Mungkin keputusan Loew ini tampak aneh. Karena, disaat timnas Belgia berusaha memadukan talenta De Bruyne dengan skill Eden Hazard, dan timnas Inggris berusaha menduetkan Raheem Sterling dan Harry Kane, Loew malah mencoret Sane. Tapi, jika dilihat sekali lagi, keputusan Loew sudah tepat.

Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah, terdapat perbedaan "mindset" mendasar, antara Gareth Southgate (pelatih timnas Inggris) dan Roberto Martinez (pelatih Belgia) dengan Loew. Southgate dan Martinez sama-sama masih berada di tahap "membangun sistem permainan yang mampu mendukung kemampuan terbaik pemain bintang". 

Sedangkan Loew sudah berada pada tahap "membangun tim, yang terdiri dari pemain-pemain yang mampu menyesuaikan diri, atau sesuai dengan sistem permainan yang sudah ada".

Cara berpikir Loew inilah, yang pada akhirnya membuat Sane dicoret. Memang, di bawah arahan Loew, Tim Panser memang sudah punya sistem permainan paten dalam wujud "counter pressing", yang secara sederhana menampilkan kerja sama tim (teamgeist) yang kompak, baik pada saat menyerang maupun bertahan.

Di sini, keberadaan pemain berkemampuan individu istimewa malah akan  mengacaukan sistem permainan yang sudah ada. Ini akan menjadi titik lemah, yang rawan diekspose lawan. Jadi, inilah penyebab utama, mengapa Sane dicoret Loew, selain karena performa kurang bagusnya saat berseragan Der Panzer (12 kali main, 0 gol).

Pada dasarnya, skema tim Panser ala Loew, butuh pemain yang siap bermain untuk (dan sebagai) tim, dan sesuai dengan skema permainan tim, bukan sebatas "jago gocek" atau "juara lari kencang". Meski terkesan kaku, berkat keteguhan Loew inilah, timnas Jerman mampu konsisten bersaing di level atas, termasuk menjuarai Piala Dunia 2014 silam.

Pencoretan Sane oleh Loew memang mengejutkan. Tapi, dibalik kejutan ini, kita melihat bersama, sebuah tim bukan sebatas dilihat dari kelebihan tiap individu belaka, karena tim adalah sebuah sistem, yang terdiri dari para individu, yang mau bekerja sebagai sebuah kesatuan utuh. Tanpa adanya kesatuan ini, sebuah tim takkan pernah menjadi tim seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun