Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis, Satu Kata Dua Rasa

1 Maret 2018   01:14 Diperbarui: 11 April 2018   00:53 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto diatas adalah quote dari sastrawan Pramoedya Ananta Toer alias Pram (1925-2006), yang dipajang di satu sudut kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, kampus tempat saya menempuh pendidikan kursus bahasa Inggris kelas ekstensi, dalam wadah kelembagaan "English Extension Course (EEC)".  Maklum, level kemampuan berbahasa Inggris saya masih 'bahlul', jadi saya perlu banyak belajar. Tapi, di tulisan kali ini, saya tidak akan membahas soal ke'bahlul'an saya dalam berbahasa Inggris. Karena, saya akan membahas soal quote diatas.

Foto di atas, adalah hasil jepretan seorang mahasiswa, yang memang saya mintai tolong, untuk memotretkannya, Rabu, (28/2). Thanks a lot, Bro! Di sini, saya (mencoba) menyiasati (lagi) kelainan bawaan pada tangan saya, dengan 'meminjam' tangan orang lain dalam memotret sebuah objek, agar hasilnya lebih fokus. Pendekatan serupa, juga pernah saya terapkan beberapa waktu lalu, pada tulisan saya di Kompasiana, yang berjudul "Hitam Putih Skripsi". Memang, meski kadang menghambat, sebuah kekurangan (seharusnya) bukan jadi alasan untuk tidak mengabadikan satu hal yang sarat makna.

Oke, kembali ke quote Pram diatas. Jika bicara soal menulis, tentunya banyak dari Anda yang merasa kurang sepakat, dengan judul tulisan ini. Karena, jika dilihat secara perorangan, menulis itu seperti jatuh cinta, berjuta rasanya, berjuta pula indahnya. Jadi, dua rasa saja masih sangat kurang, untuk menggambarkan bagaimana rasa tulis-menulis yang sebenarnya.

Tapi, quote dari Pram diatas, membuat saya berani mengatakan, menulis adalah satu kata dengan dua rasa yang saling berlawanan. Rasa pertama adalah ketenangan hati dalam keheningan. Sementara itu, rasa kedua adalah eksistensi dalam ingar-bingar kehidupan. Meski sangat berlawanan, dua hal ini punya kaitan yang sangat erat. Lho, kok bisa?

Pada hakikatnya, menulis bukan sekadar proses merangkai kata. Menulis adalah satu proses kontemplasi, atau perenungan, yang hanya bisa dilakukan saat hati tenang, dan siap, pastinya dalam suasana tenang atau hening. Karena, menulis adalah proses menuangkan ide dan pikiran ke dalam tulisan, lewat percakapan dari hati ke hati dengan diri sendiri. Pastinya, proses ini tidak akan dilakukan oleh mereka, yang melakukan plagiasi, atau membuat tulisan provokatif. Karena, di sini menulis didasari oleh, dan dimaknai sebagai sebuah kesadaran, bukan ketakutan karena dikejar deadline semata.

Dalam perjalanannya, menulis adalah tindak lanjut dari adagium Latin; cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Memang, jika seseorang punya pemikiran dan prestasi brilian, itu sangat bagus. Tapi, itu akan percuma jika terlupakan begitu saja. Di titik inilah menulis berperan penting, dalam mengabadikan hasil pemikiran seseorang, sekaligus menjaga eksistensinya, dalam kehidupan yang serba ingar bingar ini. Di sinilah, cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada), naik kelas menjadi scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada). Dalam kasus ini, sosok Pram adalah contoh nyata. Meski sudah meninggal dunia pada tahun 2006 silam, nama Pram tetap hidup lewat karya-karya tulisnya hingga kini.

Mungkin, jika dilihat dari luar, menulis tampak membosankan, kaku, atau rumit. Tapi, jika kita mau menjadi diri sendiri saat menulis, misalnya dengan menulis hal yang paling kita sukai sebagai langkah awal, menulis akan terasa sangat menyenangkan. Karena, lewat menulis, kita bisa bebas menuangkan semua isi pikiran kita sejujur-jujurnya. Dari sini, kita dapat belajar berbagi kepada sesama tanpa pamrih. Lewat menulis pula, kita bisa belajar mencintai dan setia, pada apa yang kita pilih.

Ah, so sweet....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun