Dilihat dari kepribadiannya, terdapat dua macam pesepakbola. Kelompok pertama adalah "The Nice Guy" alias Si Manis, dan kelompok kedua adalah "The Bad Boy" alias Si Bengal. Dari kedua kelompok ini, Si Manis adalah yang paling mudah untuk ditangani. Karena, karakter mereka relatif tidak aneh-aneh, dan tak akrab dengan masalah indisipliner. Jelas, tak ada pelatih yang akan keberatan mengasuh pemain dengan karakter ini. Contoh pemain bertipe "Nice Guy" antara lain Andres Iniesta, Phillip Lahm, dan Paolo Maldini.
Sementara itu, "The Bad Boy" alias Si Bengal, tergolong gampang-gampang susah untuk ditangani. Karena, meski rata-rata sangat berbakat, mereka cenderung susah diatur, gemar bertingkah tak biasa, atau berkarakter keras. Kombinasi sikap ini umumnya muncul, dari masa lalu Si Bengal yang keras. Otomatis, Si Bengal ini perlu ditangani dengan hati-hati dan tepat.
Karena, dalam dirinya, Si Bengal membawa madu dan racun secara bersamaan. Jika salah urus, ia akan menjadi racun, tapi jika tak salah urus, ia akan menjadi madu bagi timnya. Contoh pemain bertipikal bengal antara lain Eric Cantona, Diego Maradona, dan Luis Suarez.
Menariknya, dari segi bakat, para pemain bengal ini justru kerap tampak sangat menonjol. Inilah yang lalu menimbulkan dilema bagi pelatih manapun; dibuang sayang, tapi menanganinya begitu susah. Jelas, tak ada pelatih yang tak pusing, jika harus menangani pemain semacam ini. Bahkan, andai boleh memilih, bisa jadi semua pelatih akan mencoret pemain bengal di timnya, sejak ia pertama kali bertugas.
Tapi, meski lekat dengan masalah, ternyata ada dua cara ampuh, untuk mengubah pemain bengal, dari 'biang kerok' menjadi bintang yang dapat diandalkan. Cara pertama adalah memberi kepercayaan penuh kepadanya, untuk bermain sesuai dengan gayanya sendiri. Cara kedua, adalah memberinya peran penting di tim, misalnya dengan menugaskannya sebagai inspirator permainan atau kapten tim.
Sekilas, cara ini terlihat sembrono, dan sangat beresiko merusak keutuhan tim. Tapi, fakta yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Meski kadang berulah, para pemain bengal ini justru mampu membayar lunas kepercayaan yang diembannya, dengan performa bagus di lapangan, dan prestasi positif.
Tak heran, hingga kini namanya kerap menjadi rujukan standar kualitas, tiap kali muncul pemain bertipe "nomor 10" di Argentina. Dengan peran serupa di era yang sama, El Diego juga sukses menginspirasi Napoli meraih sepasang scudetto, dan satu gelar Piala UEFA (kini Liga Europa).
Di level klub, secara personal, ia sukses meraih gelar top skor di tiga liga berbeda: Belanda (saat bermain di Ajax), Inggris (Liverpool), dan Spanyol (Barcelona). Hebatnya, Luisito juga sukses meraih dua Sepatu Emas Eropa bersama Liverpool dan Barca. Di timnas, Suarez sukses menjadi pemain terbaik Copa America 2011.