Gelaran Serie A musim 2017/2018, menyajikan satu pemandangan baru, dibanding musim-musim sebelumnya. Jika sebelumnya Juventus berlari lepas di puncak klasemen, pada musim ini ada Napoli yang menjadi pesaing berat Si Zebra. Tapi, jika melihat performa Juve dan Napoli, yang memang konsisten dalam beberapa musim terakhir, tentunya ini tak begitu mengejutkan.
Peningkatan terbesar di Serie A musim ini, justru dialami Inter Milan. Inter yang musim lalu gagal finis di zona kompetisi Eropa, melakukan perombakan menyeluruh secara senyap, tak seperti AC Milan yang gaduh, dan menyita perhatian. Di bursa transfer, Inter antara lain merekrut Matias Vecino (gelandang, Uruguay) dan Milan Skriniar (bek, Slovakia). Di kursi pelatih, mereka merekrut Luciano Spaletti, pelatih berpengalaman asal Italia.
Perubahan ini langsung berdampak positif. Dengan mengandalkan duet Miranda-Skriniar di belakang, Vecino sebagai jenderal lini tengah, duet sayap Perisic-Candreva, dan Mauro Icardi sebagai ujung tombak, Inter mampu bersaing di papan atas. Mereka menjadi satu dari sedikit tim, yang mampu mencuri poin di markas Napoli dan Juventus, dua tim terkuat di Serie A musim ini, tanpa kebobolan. Kedua laga ini berakhir imbang tanpa gol.
Secara khusus, hasil imbang tanpa gol melawan Juventus (10/12), sempat membawa mereka bercokol di puncak klasemen. Tak heran, banyak yang menyebut Inter sebagai kandidat pesaing memperebutkan gelar juara.
Tapi, tak disangka, setelah meraih hasil imbang tanpa gol di kandang Juve, performa Inter malah menurun. Diawali dengan hasil imbang tanpa gol (menang adu penalti 5-4) melawan Pordenone (klub kasta ketiga liga Italia), di ajang Coppa Italia, (13/12), Inter mengalami puasa kemenangan cukup panjang. Karena, mereka lalu mencatat 3 kekalahan dan 3 kali imbang, termasuk kalah 0-1 dari AC Milan, di ajang Coppa Italia.
Terkini, Inter bermain imbang 1-1 melawan tamunya AS Roma, Minggu (21/1, waktu Italia). Hasil imbang ini didapat Inter, setelah gol Stephan El Sharaawy mampu dibalas Matias Vecino, di menit-menit akhir laga. Dengan hasil ini, Inter (nilai 43) tertahan di posisi 4, dibelakang Lazio (43, unggul selisih gol dari Inter), Juventus (50), dan Napoli (54). Hanya saja, Inter dan Napoli sudah bermain 21 kali, sedangkan Juventus dan Lazio baru bermain 20 kali. Jadi, Inter berpotensi makin tertinggal, jika Juve dan Lazio sama-sama meraih hasil positif.
Okelah, penurunan performa Inter di liga, sedikit tertolong oleh fakta, bahwa mereka menghadapi lawan-lawan cukup kuat. Tiga kekalahan Inter, didapat dari Udinese (kalah 1-3), Sassuolo (0-1), dan AC Milan (0-1). Sedangkan 3 hasil imbang mereka, didapat dari Lazio (0-0), Fiorentina (1-1), dan AS Roma (1-1).
Tapi, rangkaian hasil minor ini menunjukkan, Inter mulai kelelahan, dan skemanya mulai terbaca. Ini terlihat, dari menurunnya performa trio Icardi-Perisic-Candreva, yang selama ini menjadi senjata andalan Inter di lini serang. Pelan tapi pasti, lawan mulai paham, bagaimana pola pergerakan dan gaya main ketiganya, berikut cara mematikannya. Skema main rancangan Spaletti pun mulai terbaca. Inilah yang membuat performa Inter menurun, dan akrab dengan hasil buruk belakangan ini.
Rangkaian hasil buruk, yang dituai Inter belakangan ini, menjadi satu sinyal, performa Inter sudah membaik, jika dibandingkan musim lalu. Tapi, mereka belum cukup kapabel, untuk bersaing memperebutkan Scudetto musim ini. Kecuali, jika mampu bangkit secara luar biasa di sisa musim ini. Praktis, lolos ke kompetisi Eropa (Liga Champions/ Liga Europa), bisa menjadi target prestasi realistis tersisa, yang bisa diraih Inter musim ini.
Mampukah Inter mewujudkannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H