Panen sial. Itulah situasi yang dialami Persib, saat melakoni laga melawan Persija Jumat, (3/11). Dalam laga yang digelar di Stadion Manahan, Solo, ini, Persib takluk 0-1, setelah gol Bruno Lopes tak mampu dibalas. Sialnya, gol Ezechiel N'Douassel juga dianulir wasit, dan Kim Kurniawan mengalami cedera kaki yang cukup parah. Ditambah lagi, Vladimir Vujovic mendapat hadiah kartu merah dari wasit.
Memang, terdapat momen-momen keputusan krusial wasit dalam laga ini, yang sifatnya "debatable". Tapi, dalam tulisan ini, saya tidak akan membahasnya. Yang akan saya soroti di sini, adalah keputusan wasit Shaun Robert Evans (Australia), yang memutuskan mengakhiri laga ini, di menit ke 83, bukan di menit 90 plus injury time.
Sekilas, keputusan ini terlihat diambil terlalu cepat, tanpa ada diskusi dengan perangkat pertandingan, apalagi kompromi dengan kubu Persib. Karena laga ini langsung diputuskan selesai oleh wasit, segera setelah para pemain Persib ditarik keluar lapangan atas instruksi Umuh Muchtar, Manajer/CEO Persib. Aksi ini adalah bentuk protes, atas dianulirnya gol Ezechiel N'Douassel, plus kartu merah untuk Vujovic.
Tapi, jika dilihat dari aturan Law Of The Game FIFA, seperti dilansir laman Kompas.com, (Jumat 3/11), keputusan ini sudah tepat. Karena, wasit memang berhak memutuskan untuk langsung mengakhiri laga lebih awal (dengan sisa waktu normal dibawah 10 menit), jika ada gangguan langsung dari pihak luar, "force majeure"/keadaan darurat (misal: ada kerusuhan di dalam stadion, atau kondisi lapangan yang banjir karena hujan lebat), atau adanya pelanggaran aturan.Â
Di sini jelas, wasit Shaun Robert Evans mengambil keputusan ini, sesuai dengan kapasitasnya sebagai wasit berlisensi FIFA. Apalagi, di liga manapun di dunia, dasar aturan bermain semuanya mengacu pada Law Of The Game FIFA. Hanya saja, apa yang dilakukan wasit asal Australia ini, masih tergolong hal baru (dan berani), yang belum pernah terjadi di Indonesia. Dimana, segera setelah para pemain Persib menarik diri, laga langsung dinyatakan usai.
Meski belum jelas, apakah itu aksi "walk out" atau sebatas protes, aksi menarik diri yang dilakukan kubu Persib, jelas melanggar Regulasi Liga 1 Pasal 13 ayat b dan c, yang berbunyi:
"Setiap klub dapat dianggap, dan dinyatakan MENGUNDURKAN DIRI dari Liga 1 apabila:
b) Menolak untuk melanjutkan pertandingan di Liga 1, atau
c) meninggalkan lapangan atau stadion sebelum selesainya pertandingan yang dijalankan (dikutip dari laman Kompas.com, Jumat, 3/11). Sebagai catatan, aturan ini tidak berlaku pada situasi "force majeure" (keadaan darurat). Otomatis, Persib terancam mendapat hukuman, minimal denda dalam jumlah besar, kalah "walk out", atau maksimal didiskualifikasi/dicoret dari Liga 1.
Bagaimanapun, keputusan mengakhiri laga lebih cepat ini, adalah satu hal yang patut diapresiasi. Karena, aksi protes dengan cara menarik diri ini, memang sudah terlanjur membudaya di kompetisi sepak bola kita. Memang, "jurus menarik diri" Â cukup sering digunakan, untuk menekan wasit agar dapat berubah pikiran. Tapi, apapun alasannya, ini adalah tindakan yang sangat tidak profesional, dan tidak sportif. Sehingga, ke depannya, respon wasit, atas aksi sejenis harus tegas. Supaya, ada efek jera bagi tiap pelaku.
Dari sisi Persib sendiri, aksi menarik diri ini adalah tindakan ceroboh. Terbukti, laga langsung selesai, segera setelah mereka menarik diri. Padahal, mereka bisa saja melayangkan protes resmi ke PSSI. Lagipula, apapun hasil laga Persija Vs Persib, sebetulnya kedua tim sudah lolos dari degradasi. Jadi, amat disayangkan, jika nantinya Persib sampai terkena sanksi berat, hanya karena mementingkan gengsi sesama rival.
Di sisi lain, kasus ini memunjukkan; setiap bagian dari sebuah kompetisi sepakbola profesional, harus mempunyai sikap, dan tata kelola yang juga profesional. Jika tidak, label "profesional" Â di kompetisi itu, hanya sebuah omong kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H