Di kebanyakan negara, selalu terdapat dua jenis kompetisi sepak bola di level senior; liga dan piala. Misalnya, di Italia, selain Serie A, ada juga Coppa Italia. Di Spanyol, ada Copa del Rey, disamping La Liga. Bahkan, ada juga liga, yang punya lebih dari satu kompetisi piala domestik. Misalnya, di Inggris ada Piala FA, dan Piala Liga/Carabao Cup, di samping kompetisi liga. Begitu juga dengan di Prancis, yang punya Coupe de France, dan Coupe de Ligue, di samping kompetisi liga.
Sekilas, digelarnya kompetisi piala domestik ini tampak 'kurang kerjaan'. Karena, klub sudah punya jadwal cukup padat di liga. Jika ditambah keikutsertaan pada kompetisi piala domestik, itu akan menambah beban operasional klub. Waktu istirahat pemain pun makin berkurang.
Tapi, meski sekilas terlihat 'kurang kerjaan', keberadaan kompetisi piala, di samping kompetisi liga, sebetulnya cukup bermanfaat, baik secara teknis, maupun komersial.
Secara teknis, adanya kompetisi piala domestik, dapat menghilangkan (atau minimal mengurangi) kesenjangan antarkasta kompetisi di suatu liga. Karena, dalam kompetisi piala domestik, setiap tim yang berhadapan posisinya setara.
Bagi klub, dan pemain, kompetisi piala domestik, adalah modal pengalaman berharga. Terutama, jika suatu saat mereka berlaga di kompetisi antarklub tingkat benua (misal Liga Champions Eropa, Liga Europa, Piala AFC atau Liga Champions Asia), atau kompetisi antarnegara (misal Piala AFF atau Piala Asia).Â
Di sini, kompetisi piala domestik dapat berperan sebagai 'medan simulasi' ideal bagi pemain. Karena, baik kompetisi antarklub maupun antarnegara berskala internasional, umumnya berformat kompetisi piala, bukan liga. Kecuali, pada kualifikasi Piala Dunia, atau turnamen antarnegara tingkat benua.
Selain itu, kompetisi piala domestik, dapat menjadi tempat ideal, untuk mencari bakat pemain muda, khususnya dari divisi-divisi bawah, yang selama ini kurang terpantau. Bagi tim pelatih tim nasional, baik timnas junior maupun senior, adanya kompetisi piala domestik, akan mempermudah mereka, dalam memantau pemain potensial yang ada secara menyeluruh. Bagi si pemain sendiri, kompetisi piala domestik dapat dijadikan etalase, untuk dapat menarik minat klub besar.
Secara komersial, terutama jika dikelola dengan benar, dan mampu menarik minat banyak sponsor, adanya kompetisi piala domestik, dapat memberikan pemasukan tambahan cukup besar bagi klub. Ini jelas dapat membantu sektor finansial klub, supaya tak ada lagi masalah tunggakan gaji. Otomatis, klub dapat tampil dengan performa terbaik.
Di Indonesia, sebetulnya kompetisi tahunan piala domestik ini sempat digelar sebanyak 6 kali, antara tahun 2005-2012. Pada awalnya, turnamen ini bernama Copa Indonesia, sebelum akhirnya berganti nama menjadi Piala Indonesia. Turnamen ini, adalah turunan dari Piala Galatama, kompetisi piala domestik, di era Galatama, yang coba dihidupkan kembali oleh PSSI.Â
Tercatat, ada 3 tim, yang pernah menjuarai turnamen ini, yakni Arema (2 kali juara), Sriwijaya FC (3 kali), dan Persibo Bojonegoro (1 kali). Sayang, setelah edisi 2012, turnamen ini tak pernah lagi digelar. Ini adalah imbas dari konflik dualisme, yang kala itu terjadi di PSSI.
Sebagai gantinya, lalu digelar turnamen pramusim, seperti Inter Island Cup, Piala Presiden dan lain-lain, yang difasilitasi oleh PSSI. Tapi, kebanyakan turnamen itu hanya melibatkan klub-klub kasta teratas. Kalaupun ada turnamen yang melibatkan klub kasta bawah, turnamen itu kebanyakan bersifat swadaya, bukan atas prakarsa PSSI.Â
Di sini, kesenjangan antara klub-klub kasta teratas, dan kasta bawah, justru terlihat. PSSI terkesan meng-"anak emas"-kan kompetisi kasta teratas, dan meng-"anak tiri"-kan kompetisi kasta bawah. Akibatnya, persepakbolaan kita sulit untuk maju, bahkan mulai tertinggal, di kawasan ASEAN sekalipun.
Mengingat banyaknya klub kontestan di liga Indonesia, baik profesional (Liga 1 dan Liga 2), maupun amatir (Liga Nusantara atau level yang lebih rendah), ada baiknya jika PSSI segera menghidupkan lagi kompetisi piala domestik lintas divisi, misalnya dengan membentuk ajang Piala Liga (untuk klub Liga 1 dan Liga 2), dan Piala Nonliga (untuk klub level amatir). Supaya, bakat-bakat yang ada, dapat terpantau dengan sama baiknya di tiap level. Sehingga, pekerjaan tim pelatih timnas, di setiap kelompok umur, dalam menyeleksi pemain, dapat lebih mudah. Dari sinilah, timnas yang kuat, di setiap kelompok umur, dapat dibangun.
Bagaimana, PSSI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H