Jika Anda membaca judul tulisan ini, dan merasa kebingungan, berarti Anda tidak sedang bermimpi. Memang, menulis dan bermain sepakbola, adalah dua hal yang sekilas sangat berbeda. Menulis adalah kegiatan mengolah kata. Sedangkan sepakbola adalah olahraga mengolah bola. Satu-satunya kesamaan mendasar dari keduanya adalah, menulis, dan bermain sepakbola, sama-sama membutuhkan daya berpikir lebih, supaya skema/alur ideal yang berada dalam pikiran, dapat terwujud dengan baik.
Tapi, menulis dalam berbagai topik (termasuk tentang sepakbola), ternyata adalah cara lain bermain sepakbola. Tepatnya, dengan menulis, kita sudah bermain sepakbola. Bedanya, di sini kita menggunakan tangan, bukan kaki kita. Yang menjadi 'bola' nya adalah kata-kata yang kita tulis, dan lapangannya adalah tempat kita membuat tulisan. Golnya? Saat pembaca dapat memahami seutuhnya, dari apa yang kita tulis.
Opini diatas, dicetuskan oleh Eduardo "Edu" Galeano (1940-2015), sastrawan dan jurnalis asal Uruguay, yang juga seorang pecinta sepakbola. Pada masa kecilnya, Edu sempat bercita-cita menjadi pesepakbola. Sayang, itu tak terwujud, Edu gagal lulus seleksi pemain muda, karena ia tak cukup berbakat. Tapi, rasa cintanya pada sepakbola tetap sama, bahkan makin kuat, dan terus dipeliharanya lewat menulis.
Pada masanya, Edu adalah sosok yang lugas, dan simpel dalam menulis. Fokus tema tulisannya adalah bidang sosial (termasuk politik dan sejarah), dan budaya (termasuk sepakbola, yang merupakan budaya populer di Amerika Selatan/ Amerika Latin, termasuk Uruguay), dengan Amerika Selatan, sebagai latar utamanya . Tulisan bertema sosialnya, yang paling populer adalah Trilogi "Memoria Del Fuego" (Memori Api), dan "Las Venas Abiertas de America Latina" (Vena yang Terbuka di Amerika Latin).
Kedua karya ini, sama-sama menceritakan, dan mengkritisi tentang sisi gelap, dari sejarah panjang Amerika Selatan, yang lekat dengain penjajahan, kekerasan, dan militerisme. Tapi, karya yang disebut terakhir, yang terbit tahun 1971, dicekal di Uruguay, Cile, dan Argentinna, pada dekade 1970-an, karena dinilai 'berbahaya' oleh pemerintah ketiga negara tersebut, yang saat itu sama-sama sedang dikuasai kalangan militer. Akibatnya, Galeano harus hidup dalam pelarian, sampai tumbangnya rezim militer di Uruguay, tahun 1985.
Sedangkan, karya populernya, yang membahas tentang sepakbola adalah, "El Futbol, a Sol y Sombra" (Sepakbola, dalam Cahaya Matahari dan Bayangan Gelap, terbit tahun 1995). Di sini, Edu membahas dengan gamblang kehebatan bintang-bintang sepakbola legendaris, macam Pele, Cruyff, dan Maradona, berikut sisi lain di lapangan hijau. Tak lupa, ia mengkritisi FIFA yang korup, berikut sisi negatif industrialisasi sepakbola. Bisa dibilang, karya ini adalah gambaran nyata kecintaan Edu pada sepakbola.
Di Indonesia, kita menemui sosok mirip Edu, dalam diri Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., alias Sindhunata (64). Seperti halnya Edu, Sindhunata juga seorang sastrawan dan jurnalis, yang menyukai sepakbola. Bedanya Sindhunata juga adalah seorang rohaniwan agama Katolik, dan budayawan. Karya populernya antara lain, "Anak Bajang Menggiring Angin", cerita epos wayang Ramayana, yang ditulis dengan gaya khas Sindhunata, yang sarat muatan filosofis.
Karyanya tentang sepakbola, adalah artikel-artikel, tentang sepakbola, yang sesekali muncul di Harian Kompas. Gaya penulisannya mengalir, seperti gaya tiki-taka milik Barcelona, dan sesekali disertai liukan tak terduga ala Lionel Messi. Meski prosesnya agak rumit, 'gol' yang dibuatnya, selalu mampu mengena di hati pembacanya. Tak heran, jika kumpulan tulisan sepakbola Sindhunata dibukukan dengan judul: "Bola di Balik Bulan", "Air Mata Bola", dan "Bola-Bola Nasib".
Eduardo Galeano, dan Romo Sindhunata telah membuktikan; bermain sepakbola lewat tulisan (termasuk tulisan tentang sepakbola), sejatinya adalah sebuah keindahan. Ia menjadi penawar dahaga, bagi para pecinta bola, yang kurang mampu bermain bola dengan kakinya. Di sini, kita bisa bermain, membebaskan pikiran kita, untuk dibagikan kepada sesama. Tentunya, kita tak boleh takut, untuk tetap menjadi diri sendiri, dan selalu bertanggung jawab, dengan apa yang kita tulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H