Piala AFF 2016 sudah berakhir. Meski menciptakan kejutan terbesar, di turnamen kali ini, timnas Indonesia terpaksa harus kembali menunda mimpi jadi  juara, setelah kalah agregat 2-3, atas Thailand, Sabtu (17/12). Final kelima timnas Garuda, memang menjadi oase tersendiri bagi kita, yang akhir-akhir ini, banyak menerima kabar buruk; kasus korupsi, kasus SARA, dan ribut-ribut masalah politik. Berkat timnas juga, kita mampu bersatu sebagai sebuah bangsa, meski kalah di laga final. Luar biasa.
Hampir bersamaan dengan itu, kompetisi ISC 2016, juga berakhir, dengan Persipura Jayapura  keluar sebagai juara, setelah mengalahkan PSM Makassar 4-2, di Stadion Mandala, Jayapura, Minggu (18/12). Hasil itu, membuat Tim Mutiara Hitam, meraih nilai akhir 68, unggul 4 poin atas Arema (64), di posisi kedua. Arema sendiri memastikan finis di urutan kedua, setelah bermain imbang 0-0, melawan Persib Bandung, di hari yang sama.
Tapi, gelar juara, yang diraih Persipura, terasa hambar. Karena, kompetisi ISC masih sebatas kompetisi uji coba. Tak ada promosi ataupun degradasi. Situasi ini, berlaku di semua level kompetisi sepakbola nasional, sebagai bentuk normalisasi, pasca pencabutan sanksi FIFA atas Indonesia. Rasa hambar itu makin kuat, ketika klub wakil Indonesia, tidak dapat tampil, di Piala AFC 2017, karena adanya kesalahan administrasi, dari pihak PSSI. Akibatnya, jatah partisipasi klub Indonesia, dialihkan ke klub wakil Kamboja.
Kinerja tim sepakbola kita, di level antarklub, timnas, maupun organisasi (baca; PSSI), menjadi sebuah fokus tersendiri. Ke depannya, kinerja ini harus dievaluasi, dan diperbaiki segera. Karena, setelah Piala AFF 2016, SEA Games 2017, Asian Games 2018, dan Piala AFF 2018 sudah menunggu, untuk diperjuangkan. Apalagi, Asian Games 2018, digelar di Indonesia. Selain itu, Piala AFF 2018, akan memakai format baru; sistem kompetisi tandang kandang, dengan 10 negara peserta, yang dibagi dalam 2 grup, yang masing-masing terdiri dari 5 negara. Supaya Indonesia dapat bersaing, perlu ada perbaikan dalam kompetisi domestik kita.
Caranya adalah, menjalankan kompetisi liga secara normal, mengadakan kompetisi nasional untuk berbagai kelompok umur secara berjenjang (U-21, U-20, U-19, dst), dan memperbaiki kualitas tata kelola kompetisi, termasuk dalam hal perwasitan, dan pembinaan pemain muda. Untuk mewujudkannya, kita tidak perlu malu-malu, menggunakan perpaduan tenaga lokal, dan asing. Bila perlu, PSSI membuka diri, untuk bekerjasama, dengan federasi negara lain, yang punya prestasi sepakbola bagus (Misal, Argentina, Brasil, Jerman), dan meniru sistem pembinaan pemain muda mereka. Tak lupa, PSSI harus turut membenahi kinerjanya. Supaya, dapat menciptakan kompetisi berkualitas. Karena, sebuah tim nasional berkualitas, hanya dihasilkan dari kompetisi berkualitas.
Kegagalan menjuarai Piala AFF 2016 memang pahit, tapi, kita harus segera move on. Supaya kita bisa langsung menyiapkan diri sebaik mungkin, untuk menghadapi ajang-ajang berikutnya, dan membalas kegagalan ini. Karena, pepatah Latin mengatakan; Amat Victoria Curam (Kemenangan mencintai persiapan). Ayo Indonesia, kita bisa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H