Mohon tunggu...
Fiksiana

Aku yang Palsu

31 Oktober 2015   22:01 Diperbarui: 1 November 2015   08:42 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah perkataan itu, aku yang palsu langsung menarik rambutku dengan kasar hingga aku terjatuh. Namun dia tak memperdulikan kesakitan yang kurasa. Dia menyeretku sepanjang jalan. Kesebuah tempat yang tak terjamah orang. Disinilah akhir dari ceritaku. Dia menusukku dengan lima tusukan sekaligus. Aku merasakan rasa sakit ini, rasa sakit yang tak tak biasa ku alami.

Dia mengambil semuanya. Semua kisah hidupku, kasih sayang, cinta, perjalanan hidupku, dan kekasihku yang selama ini ku perjuangkan. Dia merampas segalanya. Yang awalnya kubanggakan, yang kupikir akan meringankan beban hidup yang kutanggung, ternyata malah menjadi benalu dalam kehidupanku yang berharga. Kini kusadar, bersyukur akan keadaan mungkin dapat membalik keadaan memalukan ini. Aku mati dengan perlahan. Seiring darah yang keluar dari tubuhku. Airmataku tiada kunjung berhenti. Kutahan sakit yang menjadi-jadi pada lima tusukan pisau yang semakin lama semakin merenggut nyawaku.

Dia berdiri disana. Dengan pisau yang biasa kugunakan di kamarku. Aku tahu persis bentuk lekukan dari pisau itu. Pisau yang indah itu kini telah berlumuran darah, darah seorang wanita yang telah dikhianati, darah yang keluar dari tubuhku sendiri. Kualihkan pandanganku sesaat pada wanita pelacur yang merenggut seluruh kehidupanku. Rambutnya, wajahnya, bahkan bentuk tubuhnya mirip denganku. Lambang yang ada di tangan kanannya, berbentuk angka dua romawi diikuti dengan lingkaran bunga. Lambang dari penelitian itu, percobaan yang telah kusetujui. Tangis dalam hatiku semakin keras, tapi entah kenapa bibirku tak bisa berteriak.

 “Pergilah ke neraka, perempuan jalang! Terimakasih telah menciptakanku dengan percobaan gila-gilaan itu. Kini tugasmu sudah selesai. Hidupmu akan menjadi milikku.”, bisiknya perlahan dengan sengaja. Wajahnya menunjukkan hasrat pembunuh, matanya tajam dan biru sama seperti miliku. Sebelum aku mati dengan sia, aku menulis sebuah kata-kata yang lagsung ada dibenakku dengan darahku sendiri. Kuhitung beberapa detik kemudian, aku berbaring mati ditempat yang tiada seorangpun yang tahu kecuali wanita pelacur itu. Kematianku bercampur dengan rasa sakit dan penyesalan yang tiada henti. Maafkan aku tuhan, maafkan kecuranganku. Pada akhirnya kecurangan ini berakhir seraya dengan nafas terakhirku.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun