Mohon tunggu...
Fiksiana

Aku yang Palsu

31 Oktober 2015   22:01 Diperbarui: 1 November 2015   08:42 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku bersekolah di sebuah sekolah khusus pendidikan para professor. Kebanyakan para alumni sekolah ini adalah orang-orang peneliti, dokter terkenal, dan ilmuan yang mempunyai pengetahuan luas. Nihongo Academy. Itulah nama yang diberian sang pencipta sekolah ini. Mungkin di Jepang, inilah sekolah yang terpandang di semi abad ke-22. Karena disini, kita menempuh Sekolah Menengah Atas hingga sarjana tingkat satu hanya dengan kurun waktu empat tahun. Maka tak salah jika ayahku menyarankan sekolah ini. Aku sangat bahagia disini.

Rok pendek warna coklat karamel, baju lengan panjang warna merah muda serta ikat rambut yang mengikat sebagian rambutku ke atas menjadi simbolisasi kecantikan yang terkenal di sekolahku. Namun kau tahu bahwa gadis cantik yang terlihat sangat jual mahal ini memiliki pasangan seorang laki-laki yang tak terlalu sempurna namun baik hati? Aku jatuh cinta padanya. Kita sudah menjalin hubungan selama dua tahun sejak aku masuk di sekolah ini. Namanya Fujito Kokoro. Tak ada yang bisa mendeskripsikan sikapnya. Dia bagaikan malaikat yang ditakdirkan untuk menjadi orang yang setia disisiku.

Aku termasuk orang yang cukup sibuk, tugas yang mengikatku bagaikan tali yang sangat tebal mengitari leherku. Sekali aku bergerak, semakin ku terjebak dalam depresi dan stress yang berat. Apalagi projek di sekolahku sangat banyak dan para dosen disini memaksaku untuk mengiuti segala projek yang telah disiapkan. Tugas yang menumpuk membuatku pusing dan terkadang aku pingsan di jalan. Teman-temanku beranggapan bahwa aku yang ceria dan mrah senyum telah berubah karakter menjadi gadis yang terlalu memikirkan banyak tugas. Mereka menganggapku sudah agak tidak waras. Seluruh dosenku mengetahui hal ini. Dan disinilah kisah dimulai.

Dosenku, Albert Reynold Hutabarat. Menawarkanku sebuah penelitiannya kepadaku. Penelitian yang belum pernah dicoba pada abad ke-21, sebuah penelitian yang tidak diketahui orang lain, sebuah penelitian yang diyakininya sebagai penelitian yang pasti berhasil. “Penggandaan manusia!”, ucapnya dengan bangga. “Bukankah ini sebuah penelitian yang dilarang dalam peraturan teknologi?”, jawabku dengan penasaran. Dia terus menawarkannya, namun aku aku menolaknya. Begitu seterusnya.

Hari demi hari berlalu, aku menjalani hari dengan berat. Tugasku yang tiada henti menyerangku bagai pedang yang sedang menebas tumpukan jerami. Kejadian ini terus berlalu hingga Fujito hampir memutuskan hubungan denganku. Disaat dia mengatakan hal yang menyayat hati itu, aku langsung memikirkan satu hal. Ah, andaikan diriku ada dua mungkin ini takkan terjadi. Semuanya akan menjadi semakin mudah. Maka dengan berani aku menghampiri dosenku. Aku memintanya agar dia menjadikanku percobaannya. Dia senang. Sangat senang. Maka hari berikutnya dia mengambil sebagian DNAku dan menyodorkan kontrak yang harus ku tandatangani. Aku melakukannya dengan senang hati. Berharap diriku akan membaik setelah percobaan ini.

 “Berhasil!”, teriak Professor Hutabarat mendeklarasikan keberhasilannya. “Sambutlah! Veronica II.”, sambungnya dengan bangga. Dia menyalamiku, orang yang sangat mirip denganku tanpa ada celah sedikitpun menyalamiku. Dia bersikap seperti manusia biasa, kurasa sifatna agak sedikit berbea denganku. Namun tak apa. Aku sangat suka dengan diriku yang kedua. Maka sejak hari itu kuputuskan. Dia akan menggantikanku selama beberapa bulan.

 “Ambil ini Veronica.”, ucap dosenku sambil menyodorkan sebuah tiket. Dan ketika kuterima. Astaga! Itu tiket berlibur ke Indonesia! Maka dengan bahagianya aku ambil tiket itu. Dosenku juga menyarankan agar aku tidak terlalu khawatir dengan keadaan di Jepang karena semuanya akan ‘baik-baik saja’.

Esok hari, matahari yang bersinar dengan terangnya serasa menuntunku untuk pergi liburan menggunakan pesawat ekslusif yang hanya disiapkan untukku. Dengan perasaan bahagia aku pergi berlibur diam-diam tanpa memikirkan apa yang terjadi di tempatku berpijak sekarang. Pesawat yang disiapkan untukku siap landas. Siap mengantarku ke tempat tujuan. Tempat liburan yang kutunggu-tunggu, tempat yang bisa menenangkan pikiranku, dengan jangka waktu yang cukup lama. Pesawat yang ku naiki akhirnya mengantarku ke tujuan. Liburan yang menggoda pengelihatanku. Indahnya pemandangan membuatku lupa akan segala masalah. Sejuknya angin yang berhembus menebas semua ingatanku akan tugas-tugasku. Sunguh hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu sepanjang hidupku. Aku menikmati sepanjang hariku dengan bersantai tanpa memikirkan ‘apapun’ di kepalaku.

Tanpa terasa, waktu liburan telah berakhir. Kuharap ‘kawan kembaranku’ melakukan tugasku dengan sangat sempurna. Aku meminta asisten yang disiapkan oleh Professor Hutabarat untuk mengantarku pulang. Dengan segera mereka menyiapkan pesawat untuk perjalananku pulang. Tapi, satu masalah terus bergejolak di ingatanku, pesawat yang disiapkan sangatlah buruk. Pesawat itu bahkan sangat butut dan mungkin tidak layak pakai. Setiap kali aku menanyakan hal ini kepada asistenku, mereka selalu menjawab dengan jawaban ‘tidak tahu’. Yah, pada akhirnya ku jalani saja, yang penting bisa pulang dengan selamat dan menemui kedua orang tuaku dan yang terpenting adalah Fujito seorang. Pesawat yang kurasa tak layak pakaipun berangkat. Mengiringi angin pagi yang berhembus di antara awan-awan. Tak kusadari aku tertidur lelap di kursi pesawat yang aku naiki.

Beberapa jam kemudian pesawat turun dari angkasa. Diiringi gelapnya malam dan sinar bulan yang agak redup. Asistenku segera memintaku untuk turun dan naik ke mobil. Tanpa basa-basi aku turun dari pesawat kecil bobrok itu dan naik ke mobil. Walaupun badanku rasanya sakit semua, karena satu hari penuh aku duduk dan kebosanan di pesawat. Tapi hasratku untuk ingin cepat pulang mendorongku untuk sesegera mungkin naik ke mobil. Aneh! Malam ini sangat aneh untuk dideskripsikan. Aku sudah sampai ditujuan dengan selamat namun mereka tidak menurunkanku di tempat yang sewajarnya. Mobil yang kunaiki mengantarku ke sebuah tempat yang menurutku sangat asing dari daerah Tokyo. Tepat di sebuah bangunan tua, ada dua orang yang menantiku disana. Aku melihat sekitar, dan aku mulai mengerti. Tempat ini adalah kota yang terlupakan sejak tahun 2035. Beberapa saat kemudian, mobil yang kunaiki berhenti tepat di depan dua orang yang berdiri di antara kegelapan. Kulihat sesaat, lebih dekat lagi, semakin fokus, semakin kaget pula jantungku. Professor Hutabarat! Dia berdiri disamping seorang wanita. Dan wanita itu.. Adalah aku. Aku yang bukan aku. Kawan kembaranku. Akupun turun dari mobil dengan cepatnya. Awalnya aku sangat gembira dapat bertemu dengan mereka dan menceritakan hal yang terjadi kepadaku selama aku berlibur ke tempat yang sangat indah. Namun tatapan mereka bagaikan menusuk mataku. Sangat tajam.

Tanpa basa-basi, Professor Hutabarat langsung berkata, “Selamat datang, Veronica. Kau ingat dia? Ini adalah dirimu, dirimu yang palsu. Tapi itu dulu, ketika kau belum pergi dari tempat ini. Sekarang dia adalah dirimu seutuhnya. Dia lebih baik darimu. Dan di dunia ini tidak ada sesuatu yang diduakan. Sekarang, Nona Veronica. Salah satu dari kalian harus mati. Dan aku menentukan bahwa kaulah yang harus mati. Dialah yang akan mengambil alih semua hidupmu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun