Mohon tunggu...
Fiksiana

Aku yang Palsu

31 Oktober 2015   22:01 Diperbarui: 1 November 2015   08:42 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Syukurilah apa yang kau dapat dalam hidupmu.

Jangan mencoba untuk mencurangi hidup.

Sekali kau memiliki hasrat untuk curang.

Kau mati.”

 

Tokyo, 2091

Dia mengambil semuanya. Semua kisah hidupku, kasih sayang, cinta, perjalanan hidupku, dan kekasihku yang selama ini ku perjuangkan. Dia merampas segalanya. Yang awalnya kubanggakan, yang kupikir akan meringankan beban hidup yang kutanggung, ternyata malah menjadi benalu dalam kehidupanku yang berharga. Kini kusadar, bersyukur akan keadaan mungkin dapat membalik keadaan memalukan ini. Aku mati dengan perlahan. Seiring darah yang keluar dari tubuhku. Airmataku tiada kunjung berhenti. Kutahan sakit yang menjadi-jadi pada lima tusukan pisau yang semakin lama semakin merenggut nyawaku.

Dia berdiri disana. Dengan pisau yang biasa kugunakan di kamarku. Aku tahu persis bentuk lekukan dari pisau itu. Pisau yang indah itu kini telah berlumuran darah, darah seorang wanita yang telah dikhianati, darah yang keluar dari tubuhku sendiri. Kualihkan pandanganku sesaat pada wanita pelacur yang merenggut seluruh kehidupanku. Rambutnya, wajahnya, bahkan bentuk tubuhnya mirip denganku. Lambang yang ada di tangan kanannya, berbentuk angka dua romawi diikuti dengan lingkaran bunga. Lambang dari penelitian itu, percobaan yang telah kusetujui. Tangis dalam hatiku semakin keras, tapi entah kenapa bibirku tak bisa berteriak.

 “Pergilah ke neraka, perempuan jalang! Terimakasih telah menciptakanku dengan percobaan gila-gilaan itu. Kini tugasmu sudah selesai. Hidupmu akan menjadi milikku.”, bisiknya perlahan dengan sengaja. Wajahnya menunjukkan hasrat pembunuh, matanya tajam dan biru sama seperti miliku. Kuhitung beberapa detik kemudian, aku berbaring mati ditempat yang tiada seorangpun yang tahu kecuali wanita pelacur itu. Kematianku bercampur dengan rasa sakit dan penyesalan yang tiada henti. Maafkan aku tuhan, maafkan kecuranganku. Pada akhirnya kecurangan ini berakhir seraya dengan nafas terakhirku.

            Tokyo, 2090

Halo, namaku Yama Yamaxanadu Fujimata no Shoushitsu Bakabakasenpai. Panggil saja aku Veronica. Aneh bukan? Beberapa temanku memanggilku dengan nama yang sedikit stylish di kalangan barat. Aku bahkan tak ingat siapa yang pertama kali memanggilku dengan sebutan yang kupikir lumayan keren itu. Jika kusimpulkan mengapa aku dipanggil dengan nama yang sangat keinggrisan itu, aku hanya bisa menyimpulkan dari cara berpakaian, bahkan wajahku yang tidak menunjukkan keturunan Jepang sama sekali. Kata ibuku, ayahku adalah seorang keturunan belanda yang datang dari Negara Belanda. Ayahku adalah pengusaha terbesar di wilayahnya. Maka tak heran bila ayahku bisa berinvestasi dengan berbagai pengusaha Jepang dan menikahi ibuku yang cantik jelita. Itulah keluargaku. Keluarga yang memiliki anak tunggal yang selalu mereka lindungi dari berbagai ancaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun