Teman, dalam kamus besar bahasa Indonesia teman memiliki arti kawan atau sahabat. Dari kita semua pasti memiliki teman, mungkin berkelompok lebih dari lima, atau mungkin hanya tiga orang atau bahkan berdua. Dulu ketika saya remaja, saya membedakan antara arti kata teman dan arti kata sahabat. menurut saya teman itu tingkat kedekatannya biasa saja sedangkan sahabat bisa dikatakan sangat dekat. namun setelah saya pikir kembali pemikiran saya itu, mungkin ada yang kurang tepat.
Teman, sahabat, atau kawan memiliki arti yang sama dengan tingkat kedekatan yang sama hanya sebagai sinonim. Di umur yang sudah mencapai 24 tahun saya ingin bercerita banyak tentang teman yang saya miliki. Dari dulu saya sangat suka berteman dan bergaul, saya sangat suka bertukar cerita dan candaan dengan siapapun. Tak jarang saya mendapatkan inspirasi, penguatan dan sering juga mendapatkan hiburan dari obrolan kami.
Cerita ini dimulai ketika saya TK saya memiliki teman bermain yang cukup dekat dengan saya, namanya Brian, biasanya saya panggil Befayen rumahnya di belakang rumah saya. Bapak kami bekerja di tempat yang sama, dan sekolah kami pun sama sehingga dirumah atau di sekolah pasti Brian lagi Brian lagi. Setiap sore saya dan Brian selalu main dan tak pernah absen! Bayangkan betapa bosannya saya dulu selalu bermain dan bertemu dengan Brian setiap hari.
Apapun bisa kami jadikan mainan, anak anjing, jamur super besar yang ada di sawah depan rumah Brian, korek api dan lilin, air hujan, tanaman liar, tanah liat, pohon pisang, menonton DVD film, bersepeda dan yang paling menyenangkan adalah ketika mencari ikan di selokan. Saya sering kalah cepat dari Brian saat mendapatkan ikan di selokan. Jenis ikan di Selokan depan rumah saya didominasi oleh ikan betik, sepat dan cethul.
Ketika salah satu di antara kami mendapatkan ikan betik, itu merupakan suatu prestasi, hehehe. Pernah saking Keseruan semakin bertambah ketika saya naik ke tingkat sekolah dasar. Teman kami mulai bertambah dan mulai muncul kata "genk" yang sebenarnya saya kurang suka pada awalnya namun saya menikmatinya pada akhirnya. Seperti anak-anak pada umumnya saya dan Brian punya genk kami masing-masing. Brian di sekolah bermain dengan anak laki-laki dan saya di sekolah bermain dengan genk anak perempuan.
Sebenarnya saya mulai mengenal banyak siswa dan siswi yang menjadi teman saya sampai saat ini tapi yang paling berkesan adalah Dije sapaan akrab saya dengannya, nama aslinya Jesica Dwi Jaya. Kami mulai berteman saat kelas 4 SD saya cukup dekat dengannya kemana-mana saya selalu bersama dengannya. Kalau boleh jujur, dan memang jujur anak ini memiliki muka galak dibanding teman-teman yang lain. Awalnya saya sedikit malas membuka pertemanan dengan dia, tapi setelah mencoba ternyata Dije ramah juga. Masih ingat ketika dulu saya ditawari untuk les bahasa inggris di tempatnya, dan saya tolak karena saya kurang tertarik.
Pertemanan terus berlanjut kami berdua dengan beberapa teman yang lain sering main ke rumah masing-masing secara bergiliran saling menunjukkan mainan yang dimiliki. Beberapa teman ketika main ke rumah saya, selalu saya ajak main dengan binatang peliharaan seperti hamster, ayam, anjing dan kura-kura, pernah juga saya mengajak mereka untuk mencari ikan di selokan tapi beberapa menolak dengan alasan kotor. Saat SD saya dan Brian masih berteman baik dan permainan yang kami mainkan bertambah seru dengan eksperimen science sederhana yang kami dapatkan dari majalah Kuark yang selalu saya beli dari sekolah.
berlanjut ketika saya naik ke tingkat sekolah menengah pertama, di tingkat ini saya mulai remaja saya rasa saat SMP saya mulai memperluas pertemanan. yang menarik di masa ini, saya punya banyak teman. Saya tidak populer pada masa ini, saya juga tidak terkenal di kalangan kakak kelas, tapi saya berusaha membuat zona nyaman saya sendiri dengan membut pertemanan-pertemenanan kecil dengan orang-orang yang cocok dengan saya.
Saat SMP adalah awal mula saya bertemu dengan Anggai atau Gai, sapaan akrabnya padahal nama aslinya lebih bagus Anggi Andriani. Anggai menarik perhatian saya karena dari SMP dia orang yang terorganisir. Tempat pensilnya selalu rapih dan bersih, tulisannya rapih ditulis di buku yang bersih pula beda dengan saya dan teman-teman lainnya. sifat teraturnya itu masiha da sampai saat ini. Satu hal yang menarik dari Anggai adalah selera musik yang sama, lagu-lagu yang selalu dinyanyikan saat di kelas, saat istirahat atau bahkan saat pelajaran berlangsung adalah lagu-lagu lawas yang bukan pada jaman kami contohnya ABBA, westlife, boys 2 men, NSYNC, New Kids On The Block, Whitney Houston, Toni Braxton dan masih banyak lagi.
Saya masih ingat ketika saya dan Anggai masing-masing membawa kaset westlife, ABBA dan kumpulan love songs super jadul. Saat pelajaran kami sering bernyanyi dengan suara yang tipis-tipis. Karena belum hafal dengan liriknya oleh sebab itu kami membawa kasetnya ke sekolah. Ketika pergi bersama ke mall, yang dikunjungi adalah toko kaset Bonanza, masih ingat nama tokonya karena saya sangat suka kesana.
Di masa Ini saya, Dije dan Anggai mulai sering pergi bersama, dan pertemanan kami semakin dekat. Kami sering foto box bersama, kemana-manaa bertiga. Sampai akhirnya kami lulus SMP dan Dije memilih untuk pindah sekolah, saya dan Anggai cukup sedih sebenarnya tapi apa daya. Saya dan anggai juga beda sekolah namun satu kompleks. Saya di SMA Santa Maria 2 dan Anggai di SMA Santa Maria 1.
Walaupun kami betiga terpisah-pisah, tak jarang kami selalu membuat janji untuk bertemu bersama, dan tempatnya di mall tentunya. Di masa SMA Anggai dan Brian satu sekolah, saya juga masih berteman dengan Brian. singkat cerita pada akhirnya kami semua lulus SMA. Anggai dan Dije memilih untuk tetap di cirebon, saya berkuliah di Jogja. setiap libur semester kami bertiga selalu menyempatkan diri untuk bertemu. Curhat seputar percintaan, masa depan dan juga pekerjaan.
Saya mungkin beruntung punya Brian, Anggai dan Dije tipe kawan yang fleksibel. Tidak menuntut harus selalu berkomunikasi dan tidak "baperan" pastinya. Mulai beranjak dewasa kami mulai mengerti teman itu punya arti yang besar di hidup. Khususnya hidup saya. Saya bisa dengan bebas cerita apapun dengan teman-teman saya tanpa rasa takut atau cemas, termasuk saat saya berada di titik terendah dalam hidup saya yaitu ketika ibu sakit kanker payudara stadium 3.
Saya seperti orang yang kehilangan arah, tapi mereka semua, teman-teman saya selalu memberi semangat dengan cara mereka masing-masing. Tidak meninggalkan ketika saya terpuruk dan tak bersemangat. Seperti nasi dan lauk-pauknya kami bisa jadi rasa yang berbeda-beda, terkadang bisa jadi rasa pedas, ketika harus berbicara jujur tentang sikap slah satu dari kami yang kurang baik, bersikap manis ketika pujian dilontarkan karena salah satu kami memang layak dipuji, rasa asin yang mungkin berupa dukungan yang wajib ada di setiap pertemuan kami, rasa gurih dan juga asam ketika suasana hati kami sedang tidak baik.
Pertemanan saya ini mungkin belum ada apa-apanya dibanding petemanan orang lain yang lebih menantang lagi. Tapi saya yakin rasa sayang ini tulus seperti satu kutipan dari kitab Amsal 17:17 "Karena seorang sahabat menaruh kasih di setiap waktu" itu yang saya pegang selama saya berteman dengan teman-teman saya.
Tulisan ini saya persembahkan secara khusus untuk 3 teman spesial saya, yang mau berteman dengan saya dalam keadaan apapun Brian, Anggi dan Dije, untuk merayakan 20 tahun pertemanan dengan Brian, 13 tahun pertemanan dengan Dije dan Anggai, di awal tahun 2020 semoga Tuhan selalu melindungimu dalam keadaan apapun. Aku sayang kalian! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H