Rabu (12/09) pagi kemarin, sekitar pukul 7, saya berangkat ke kampus. Seperti biasanya, perkiraan durasi perjalanan ke kampus membutuhkan waktu 15-20 menit. Namun, ternyata hari ini tak seperti biasa, agak berbeda. Mestinya, saya bisa tepat waktu memulai kelas praktik pukul 7.30, namun pagi tadi harus terlambat 15an menit. Saya pun meminta maaf kepada mahasiswa atas keterlambatan ini.
Kecelakaan Beruntun Akibat Menghindari Razia
Keterlambatan ini berawal saat di perjalanan mendekati persimpangan Jalan Padjajaran -- UPN Veteran (Simpang Seturan). Ternyata, sekitar 100 meter sebelum Traffic Light, ada beberapa polisi yang berjaga di tepian jalur khusus sepeda motor. Sebuah pemandangan yang jarang tampak di daerah tersebut.
Sepertinya sebagian masyarakat ada yang parno dengan keberadaan beberapa polisi di jalan raya. Terutama yang tidak memiliki kelengkapan berkendara, entah itu tanpa SIM atau surat-surat kendaraan. Mungkin, Mereka langsung deg-degan, gemetaran dan berusaha lari dari kenyataan saat melihat polisi "bergerombol" di jalan hadapan mereka.
Yaaa, wajar Mereka takut, karena tak memiliki cukup syarat untuk mengemudikan kendaraannya secara legal. Yang tak wajar adalah, upaya untuk kabur dari razia. Inilah yang tadi menghambat perjalanan ngampus saya. Banyak sepeda motor terlibat kecelakaan beruntun, karena berusaha kabur dari razia, dengan cara langsung belok kiri untuk menepi.
Diduga, karena tak memiliki surat-surat yang lengkap saat melihat polisi, Mereka langsung belok kiri tanpa melihat lalu lintas di belakang. Akhirnya, pengendara tersebut langsung di tabrak sepeda motor dari arah belakang, tanpa ampun.
Di depan saya, ada 2 titik kecelakaan. Titik pertama yang cukup fatal, korbannya terpental. Beruntung, mobil berjenis MPVÂ yang melaju tepat di belakangnya, berhasil berhenti secara mendadak. Jika tidak, entah bagaimana nasib korban.
Ternyata, mobil yang berhenti mendadak untuk "menyelamatkan" korban di depannya itu, menimbulkan tabrakan beruntun di arah belakang. Sekitar 5-7 sepeda motor saling menyerempet karena berusaha untuk tidak menabrak mobil. Beruntung, saya punya jarak aman dengan Mereka. Itulah pentingnya menjaga jarak aman antar-kendaraan, seperti yang telah saya tuliskan dulu di artikel yang berjudul "Saat Berkendara, Perhatikan Jarak Aman Antar-Kendaraan".
Dari arah depan, tampak polisi berlarian mendekat lokasi kecelakaan, berusaha untuk membantu. Nah lho, yang "ditakuti" justru sigap membantu korban kecelakaan. Juga untuk mengatur lalu lintas yang sempat macet.
Teryataaaa, keberadaan Polisi di jalan tadi bukan untuk razia seperti pada umumnya. Mereka hanya menghentikan sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama. Sekali lagi, hanya untuk memeriksa lampu utama sepeda motor. Artinya, kalaupun pengendara tidak memiliki SIM atau tidak membawa surat kendaraan, aman saja lewat, asalkan lampu utamanya menyala. Tapi karena terlanjur takut kena razia karena tidak lengkap dan akhirnya panik, lalu ceroboh mengambil keputusan untuk lari dari razia polisi.
Jangan Mengorbankan Diri dan Pengendara Lain, Hadapi Saja Razia
Saat razia sudah di depan mata, hadapi saja! Jangan bertindak ceroboh mengorbankan diri seperti kejadian di atas. Masih beruntung, kecelakaan tersebut hanya menimbulkan luka ringan. Andai pengendara mobil di belakangnya tidak sigap menghentikan laju mobilnya, ceritanya akan berbeda, sudah jatuh karena ditabrak motor dari arah belakang, plus ditabrak mobil.
Kejadian tersebut bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Orang lain harus menanggung kerugian, kerugian luka dan kerusakan kendaraan. Jika memang razia sudah di depan mata, sudah hadapi saja, jangan panik dengan mengambil tindakan ceroboh.
Kalau memang nantinya kena tilang, denda yang harus dibayar jauh lebih ringan daripada dampak kecelakaan. Sudah banyak korban luka dan jiwa akibat kecerobohan saat menghindari razia polisi. Jangan menambah daftar panjang tersebut.
Sebenarnya, agak jauh dari lokasi sebelum titik kecelakaan beruntun tadi, saya sudah "curiga" mengapa banyak pengendara sepeda motor berhenti di pinggir jalan. Pemandangan yang tak biasa di jalan Ring Road Utara, yang sekarang namanya menjadi Jalan Padjajaran.
Saya sempat menduga ada razia polisi di arah depan, yang membuat banyak pengendara sepeda motor menepi, berharap razia segera selesai. Tapi, sasanya agak aneh jika titik razia berada di dekat persimpangan ramai, dalam hal ini berlokasi di Simpang Seturan. Lokasi tersebut termasuk area ramai lalu lintas, terutama saat jam sibuk (pagi dan sore). Masak ya mau razia di lokasi ramai pada jam sibuk, pasti akan menimbulkan kemacetan parah.
Ternyata memang bukan razia seperti biasa, yang menghentikan dan memeriksa semua sepeda motor yang lewat. Melainkan hanya menghentikan yang tidak menyalakan lampu utama saja atau lampu utamanya mati. Meskipun demikian, rasanya kurang pas jika dilakukan dekat persimpangan ramai dan pada jam sibuk, karena tetap berdampak kemacetan. Saya yakin polisi punya alasan tersendiri dalam menentukan titik razia. Namun sepertinya memang perlu mempertimbangkan banyak aspek.
Masih Banyak Masyarakat Yang Belum Memiliki Kelengkapan Berkendara
Fenomena banyaknya pengendara yang menghindari razia, mengindikasikan bahwa masih banyak yang tidak "mampu" melengkapi kebutuhan berkendara. Entah itu tidak punya SIM atau SIM sudah mati, tidak membawa STNK atau pajak kendaraan sudah kadaluarsa. Banyak faktor penyebabnya, misalnya masalah keterbatasan dana atau selalu gagal saat tes pembuatan SIM.
Polisi hendaknya memberi kemudahan untuk pengurusan SIM yang telah mati. Toh untuk memperpanjang SIM (yang belum kadaluarsa), pengendara hanya melengkapi syarat administrasi. Jadi, sepertinya, perlu kebijakan khusus untuk memperpanjang SIM yang telah mati (lama).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H