Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ekspedisi Wisata di Pulau Nusakambangan

15 April 2017   17:33 Diperbarui: 17 April 2017   20:00 3221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai Jenis Tumbuhan Penghuni Pusat Konservasi | Foto Dok. pribadi


Senin (27/3) dua pekan lalu, saya dan keluarga mendapat kesempatan untuk piknik ke Cilacap. Piknik "nebeng" dengan 30an guru senior dari Klaten. Piknik tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak 3 pekan sebelumnya. Namun, hingga hari H, saya masih belum tau mau ngapain di Cilacap? Mau ke mana saja di sana? “sudah pokoknya ikut saja”  begitu kata Bapak "ketua" rombongan. Sebagai driver “andalan”, saya pun manut. Yang penting keluarga kecil saya turut serta dan hotel sudah disiapkan.

Setibanya di Cilacap Senin malam, mobil Van putih diarahkan menuju Hotel Atrium Cilacap, tempat Kami menginap.
 “Malam ini Kita ke mana pak?” tanya saya pada “ketua” rombongan yang baru saja meminta kunci kamar di resepsionis hotel. “mandi dulu, terus jalan-jalan” kata Beliau, sambil memberikan kartu kunci Kamar. “Oke pak” jawab saya singkat. Sebenarnya tak sesingkat itu jawaban saya, ada sambungannya “semoga bukan jalan-jalan ke mol”, tetapi hanya dalam hati. Entahlah, saya tidak terlalu suka ke Mall. Syukurlah, malam itu Kami tidak diajak ke mol.


 Keesokan harinya, Selasa (28/3), sembari sarapan di Hotel, rombongan sibuk mendiskusikan tempat wisata yang akan di kunjungi. Ada yang ingin ke pantai terdekat, ada yang ingin ke Benteng, ada juga yang ingin ke Kampung laut. Karena musyawarah tidak mencapai mufakat, voting pun digelar. Deal, Kampung Laut yang menjadi destinasi wisata kami. Sesuai harapan saya.

Dermaga Wijayapura Cilacap: Mengajak Nostalgia Saat Di Palembang Dulu

Dermaga Wijayapura Cilacap menjadi titik Start "ekspedisi" Nusakambangan ini. Empat perahu berukuran kecil, sudah bersandar menunggu Kami. Setiap perahu dapat mengangkut 10 orang. Keempat perahu tersebut ternyata telah disewa, dengan biaya sewa masing-masing 1 Juta/hari.

Perahu yang akan kami tumpangi sudah bersandar di dermaga Wijayapura | foto dok. pribadi
Perahu yang akan kami tumpangi sudah bersandar di dermaga Wijayapura | foto dok. pribadi
Setelah mengenakan pelampung, satu-persatu dari Kami pun segera masuk perahu tersebut. Ada yang melangkah dengan percaya diri, tak sedikit yang minggrang-minggring, tampak ragu dan takut. Takut kecemplung  katanya. Sebab, menurutnya, ini pengalaman pertama naik perahu. Nahkoda kapal pun dengan cepat meyakinkan para penumpang yang tampak takut tersebut, “aman bu, dijamin”.

Kalau saya, naik perahu ini, justru sangat senang. Seolah mengajak saya bernostalgia. Perahu ini mengingatkan saya saat libur pasca hari penikahan dulu, yaitu berkunjung ke Pulau Kemaro Palembang. Pulau yang memiliki Pagoda 9 tingkat itu dijangkau menggunakan perahu kecil, menyusuri Sungai Musi. Perahu yang berukuran sama dengan perahu di demaga Wijayapura ini.

Dermaga Wijayapura Cilacap ini juga mengingatkan saat bertugas di Air Sugihan, daerah Ogan Komering Ilir (OKI). Daerah rawa tersebut berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Dari dermaga Jembatan Ampera Palembang, butuh 4 jam perjalanan perahu untuk sampai di daerah yang dahulu belum terjangkau listrik PLN dan langka sinyal telepon seluler itu. Yang tak pernah terlupakan saat bertugas di sana adalah harus menunda kepulangan, karena ketinggalan perahu. Perahu mampir ke dermaga hanya 1 kali sehari. Kalau ketinggalan, ya harus menunggu hari berikutnya. Alhasil, saya harus menambah hari di daerah -yang menurut sebagian penduduknya itu- “daerah terisolir”.

Menyusuri Sungai Nusakambangan dan Menikmati Sajian Pemandangannya

Menyusuri Sungai Nusakambangan | Foto Dok. Pribadi
Menyusuri Sungai Nusakambangan | Foto Dok. Pribadi
Saat perahu yang Kami tumpangi mulai meninggalkan dermaga, aura “Sungai Musi” terasa sekali di sini, sungai Nusakambangan ini. Ah, kayaknya  saya memang tidak bisa “move on” dari Palembang. Karakter air kedua sungai ini –Musi dan Nusakambangan- mirip sekali. Bedanya, arus sungai Nusakambangan ini tampak lebih tenang.

Sepanjang perjalanan, Kami disuguhkan pemandangan Mangrove. Tak jarang Kami menemui Nelayan yang memancing dan menjaring Ikan, nelayan berkelompok dan sendirian. Nelayan yang sendirian itu, tampak piawai mengendalikan perahu kecilnya. Duduk di salah satu tepiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun