Pun begitu dengan bonus demografi, jika kuantitas penduduk dalam jumlah besar tidak diimbangi dengan kualitas, maka bonus demografi tak lebih dari sekedar menambah kepadatan penduduk. Jika bumi Nusantara ini dipenuhi oleh penduduk yang tak memiliki keterampilan (life skill), tingkat pendidikan dan daya kemandirian yang rendah, maka bonus demografi ini justru akan menambah angka pengangguran di Indonesia. Membengkaknya angka pengangguran akan menjadi “Bom Waktu” yang bisa menghancurkan bangsa.
Berdasarkan data Ketenagakerjaan yang di rilis BPS pada Mei 2016 lalu, tercatat bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 5,5%. Artinya, dari 100 orang angkatan kerja, 5-6 orang diantaranya tidak mendapat pekerjaan (menganggur). Tingkat pengangguran tahun ini memang menurun dari tahun sebelumnya, menurun 0,31%, namun angka tersebut masih menghawatirkan. Sebab, pertumbuhan penduduk terus melaju rata-rata 1,4%/ tahun, lapangan kerja cenderung stagnan. Jika jumlah usia produktif meningkat tidak diimbangin dengan lapangan kerja, ledakan pengangguran tak terelakkan. Ini yang harus diantisipasi.
Bonus Demografi dan Tantangan MEA
Munculnya agenda besar negara-negara kawasan Asia Tenggara, yaitu Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Agenda MEA yang menjadikan Asia Tenggara sebagai pasar tunggal untuk barang dan jasa, akan memberi harapan besar bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat negara anggota.
Kran investasi asing akan dibuka lebar dan lapangan pekerjaan akan tumbuh. Jadi, masyarakat Indonesia berpeluang besar untuk mendapat pekerjaan dari berbagai investasi di Indonesia. Selain itu, tenaga kerja Indonesia juga berpeluang mendapat pekerjaan di luar Negeri secara legal. MEA juga membuat arus penjualan barang dan jasa antar-negara menjadi mudah. Dengan begitu, wirausahawan Indonesia akan lebih mudah mengekspor produknya ke luar negeri. Tetapi, hal itu juga bisa dilakukan oleh warga negara lain di wilayah Indonesia. Artinya, masyarakat indonesia akan bersaing ketat dan terbuka dengan masyarakat ASEAN.
Dengan demikian, tantangan masyarakat Indonesia, khususnya usia produktif, menjadi berlipat ganda, yaitu bersaing dengan sesama penduduk produktif Indonesia dan penduduk produktif ASEAN. Ini bukanlah tantangan yang mudah untuk dimenangkan, tetapi bukan juga mustahil. Salah satu cara yang paling memenangkannya adalah dengan meningkatkan kualitas diri. Jika tidak, maka ratusan juta masyarakat Indonesia hanya akan jadi “penonton”, dan lambat laun terlindas roda pergerakan MEA.
Upaya Masyarakat Dalam Menyambut Satu Dekade Bonus Demografi Indonesia : Meningkatkan Kualitas Diri Melalui Pendidikan
Periode puncak bonus demografi Indonesia diperkirakan akan berlangsung sekitar tahun 2020 hingga 2030. Bonus demografi adalah peluang langka, yang hanya akan terjadi satu kali dalam perjalanan sebuah Bangsa. Oleh sebab itu, Kita-sebagai masyarakat- hendaknya menyiapkan diri untuk menyambut datangnya dekade bonus demografi itu.
Sebelum membahas upaya apa yang harus dilakukan masyarakat dalam menyambut dekode bonus demografi, mari kita melihat data ketenagakerjaan dari Badan Pusat Statisti (BPS). Hasil penelusuran di www.bps.go.id, diketahui bahwa dari pengangguran terbuka tahun 2015 yang berjumlah 7,56 juta jiwa, 88% diantaranya belum pernah sekolah, lulusan SD, SMP dan SMA/sederajat. Artinya, ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan angka pengangguran, yaitu angkatan kerja dengan pendidikan rendah adalah penyumbang angka pengangguran yang jauh lebih tinggi daripada lulusan pendidikan tinggi.
Dengan bekal itu, maka peluang lapangan kerja dalam dan luar negeri di era MEA pun akan mudah didapat. Kesimpulannya, masyarakat harus memandang bahwa pendidikan adalah hal penting yang harus diupayakan. Dengan pendidikan, tantangan MEA dan dekade bonus demografi akan berubah menjadi harapan dan peluang.