Sabtu (13/8/2016) seKitar pukul 19.00, saya berangkat dari Jogja menuju Klaten Jawa Tengah. Melalui jalan Affandi-Gejayan, lalu menelusuri Ring Road Utara Jogja, lancar tak seperti biasanya. Padahal, Sabtu petang, biasanya jalan padat kendaraan, jam keluar malam Mingguan. “Mungkin Pemuda/Pemudi di Jogja sudah banyak yang Jomblo dan bersemedi di rumah/kos-kosan” Pikiran usil. Jomblo sementara karena ditinggal kekasih mudik ke kampung halaman. Maklum, perkuliahan aktif belum dimulai, masih suasana libur panjang pergantian tahun ajaran.
Saat keluar Ring Road dan berbelok ke kiri menuju jalan Solo, pun lancar juga. Persimpangan bandara Adi Sucipto yang biasanya padat meratap (baca: merayap) justru lancar bebas hambatan. “Ah, benar ini, sedang banyak jombo ini” tambah usil.
Menjelang tiba di Traffic Light persimpangan Bogem Prambanan, baru tampak kemacetan. Mobil saya berjalan tak lebih dari 20 Km/jam. “apakah para jomblo berkumpul di Prambanan?” Rasa penasaran yang masih usil. Setelah melalui Traffic Light tersebut, barulah terjawab, ternyata ada kecelakaan. Baiklah, sekarang sudah jelas, tak perlu membahas ke-jomblo-an tadi. Fokus pada kendaraan yang kecelakaan, ini serius dan penting!
Kecelakaan Beruntun
Kecelakaan tersebut melibatkan 4 mobil berjenis City Car, Pick Up dan MPV. Di lihat dari posisi kendaraan korban, kecelakaan tersebut biasanya disebut kecelakaan beruntun. Dilihat dari kerusakaannya, logikanya tidak ada korban jiwa karena hanya kerusakan ringan bagian depan dan belakang. Kecuali jika pengendara/penumpang tidak menggunakan sabuk pengaman dan mobil tidak dilengkapi Airbag, maka luka berat tak terhindarkan.
Dilihat dari titik terjadinya kecelakaan yang tak jauh dari Lampu Rambu lalu lintas, diduga ada masalah dengan sistem rem, proses pengereman atau perilaku berkendara. Masalah tersebut misalnya pengereman mendadak, akibat dari ngebut saat masih warna lampu masih hijau dan tiba-tiba langsung kuning, kemudian langsung menginjak pedal rem. Kondisi tersebut tidak bisa diantisipasi oleh beberapa mobil di belakangnya, aksi tabrak pun tak terhindarkan.
Jarak Aman Antar-Kendaraan
Saat berkendara di jalan, terutama jalan raya, biasanya dalam kecepatan tinggi. Jika berkendara dengan kecepatan tinggi, maka jarak dengan kendaraan di depan harus diperhatikan. Kecuali jika sedang berada di sirkuit dan tengah membalap, tak perlu merisaukan jarak aman antarkendaraan.
Sebenarnya, bukan hanya kendaraan dalam kecepatan tinggi saja yang harus memperhatikan jarak aman, tetapi juga saat melaju pelan. Hanya saja, kendaraan dengan laju tinggi memiliki resiko yang lebih besar jika mengabaikan jarak aman dengan kendaraan di depannya.
Jarak antarkendaraan saat melaju –yang selanjutnya disebut Jarak Aman- disesuaikan dengan kecepatan kendaraan. Jarak aman berbanding lurus dengan kecepatan, artinya jika kecepatannya tinggi maka jarak amannya pun jauh. Begitu sebaliknya.
Jarak Aman Mengacu Pada Peraturan “3 Detik”
Berbagai kajian dan penelitian mengungkapkan bahwa jarak aman antarkendaraan yang melaju adalah rata-rata 3 detik. Mengapa menggunakan satuan waktu (detik), bukan meter? Karena jarak aman antar kendaraan sangat tergantung pada kecepatan kendaraan. Mungkin masih ingat pelajaran Fisika/IPA SD/SMP, rumus kecepatan (v) adalah Jarak (s) dibagi waktu (t). Misalnya, Anda mengendarai mobil dengan kecepatan 60 Km/Jam. Artinya, setiap detiknya, kendaraan berpindah sejauh 16,67 meter (16,67 meter/detik).
Pertanyaan selanjutnya, mengapa 3 detik? Sebab, tak mungkin dari kecepatan tinggi dapat berhenti (kecepatan 0 Km/jam) dalam waktu singkat, tak cukup hanya 1 detik. Perhitungan teknisnya sangat rumit, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain: kecepatan kendaraan; koefisien dan gaya gesek kanvas rem dan Cakram (Disc Brake)/ Tromol Rem (Drum Brake); koefisien dan gaya gesek antara permukaan roda dan jalan; beban kendaraan; suhu dan kondisi permukaan jalan (basah/kering); dan perlambatan akibat penggunaan transmisi rendah (Low Gear). Semua itu harus dihitung dengan prisisi agar mendapatkan hasil yang akurat.
Beruntung, berbagai lembaga transportasi sudah membuat perhitungan rata-rata. Jadi, para pengguna kendaraan tidak perlu pusing memikirkan rumus dan perhitungan faktor yang mempengaruhi, yang sangat rumit itu. Salah satunya adalah perhitungan oleh Departemen Transportasi dan Jalan Australia, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Waktu 3 detik itu digunakan untuk 2 proses utama saat melakukan pengereman hingga berhenti, yaitu Reaksi pengendara (warna abu-abu pada gambar di atas) dan reaksi pengereman maksimal (warna Oranye dan biru). Untuk reaksi, diasumsikan bahwa manusia membutuhkan waktu seKitar 1 – 1,5 detik untuk merespon benda/kendaraan di depan dan melakukan pengereman (menginjak pedal/tuas rem). Begitu juga dengan reaksi rem, dibutuhkan waktu 0,5 hingga 2 detik untuk bekerja maksimal menghentikan kendaraan. Jika diakumulasi, maka kedua proses tersebut membutuhkan waktu rata-rata 3 detik. Itulah alasan mengapa jarak aman rata-rata adalah 3 detik.
Jika sulit menghapalkan jarak aman berdasar gambar di atas. Maka bisa mengambil angka jarak aman yang sama dengan angka kecepatan kendaraan. Misalnya, kecepatan 60 Km/jam, jarak aman 60 meter. Kecepatan 70 Km/jam, jarak aman 70 meter. Begitu seterusnya. Tapi ini tidak berlaku untuk kecepatan dia atas 100 km/jam, apalagi kondisi jalan basah/licin. Dengan kondisi seperti itu, jangan ragu untuk menambah jarak aman, demi keselamatan bersama.
Patokan 3 Detik
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengukur jarak waktu 3 detik atau berbanding lurus dengan kecepatan? Sedikitnya ada 3 cara, yaitu (1) menghitung garis marka jalan, (2) menghitung Paku Jalan atau “mata kucing” yang tertancap di jalan dan (3) menggunakan benda-benda yang ada di pinggir jalan raya. Cara 1 dan 2 cukup merepotkan dan bisa mengganggu konsentrasi berkendara, kecuali ada teman disamping kursi kemudi yang bisa diminta bantuan untuk menghitung garis putus-putus dan jumlah Paku Jalan atau “mata kucing”. Sebab kedua cara tersebut harus menghitung jumlah garis putus yang panjangnya antara 3 hingga 5 meter dan jarak antar garis 1,5 hingga 8 meter. Begitu juga dengan Paku Jalan yang jarak antar Paku Jalan bervariasi, 3 – 5 meter, bahkan ada yang jaraknya lebih dari 10 meter.
Jarak Aman Pengendara Sepeda Motor
Jarak aman untuk pengendara sepeda motor yang berada di belakang mobil, pada prinsipnya sama dengan perhitungan jarak aman di atas. Namun, yang harus diperhatikan adalah dampak pengereman mendadak pada sepeda motor lebih berbahaya ketimbang mobil. Sebab, -seperti Kita ketahui- lebar permukaan roda sepeda motor jauh lebih kecil dari roda mobil dan jumlahnya pun hanya 2. Akibatnya, gaya gesekan antara roda sepeda motor dan permukaan jalan sangat kecil.
Jika memaksa melakukan pengereman mendadak, besar kemungkinan roda akan slip terhadap aspal. Artinya, sepeda motor akan melaju tak terkendali. Hal itu sangat berbahaya dan membahayakan. Kesimpulannya, jarak aman berkendara sepeda motor akan melebih jarak aman rata-rata untuk mobil. Bisa ditambah 30 hingga 50 % dari jarak aman rata-rata pada gambar di atas. Demi keselamatan.
Itu saja, Semoga setiap perjalanan Kita selalu dibeli keamanan dan keselamatan. Aamiin.
Salam Otomotif!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H