Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pelajaran dari Sandal yang Dilepas

24 Juli 2016   08:24 Diperbarui: 24 Juli 2016   16:37 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu malam (20/7/2016), setelah menyelesaikan Focus Group Discussion (FGD) bersama salah satu unit dari Kementerian Ristek Dikti di salah satu hotel bintang 4 di Jakarta Pusat, saya memutuskan untuk beristirahat di kamar yang telah disediakan. Menginap di hotel yang sama dengan tempat berlangsungnya FGD. Ketika beberapa teman lain yang juga diundang FGD, memilih untuk jalan-jalan menikmati malam Jakarta dan nonton bioskop, saya memilih di kamar saja, untuk melanjutkan menulis buku yang telah lama tak kunjung selesai.

Seperti biasa, saat menulis, saya harus ditemani kopi dan makanan ringan. Kopi sudah disediakan di kamar dan saya tinggal mencari makanan ringan. Dari google map di Android saya, tampak ada beberapa minimarket yang berlokasi dekat hotel. Minimarket yang sangat populer, tersebar (mungkin) seantero negeri. Saya pun langsung mendatanginya. Setelah mendapatkan makanan dan minuman ringan, saya duduk sejenak di teras minimarket tersebut. Untuk sekadar minum sambil mengamati suasana malam Ibu Kota.

Seorang Ibu melepas dan meletakkan sandalnya di teras sebuah minimarket (gambar dok. pribadi)
Seorang Ibu melepas dan meletakkan sandalnya di teras sebuah minimarket (gambar dok. pribadi)
Baru beberapa menit duduk, tampak ada seorang ibu paruh baya, yang berjalan dari arah kanan saya, menuju pintu minimarket. Tak ada yang aneh dengan ibu itu, semua tampak wajar. Saya pun mengalihkan pandangan ke arah lain. Hingga akhirnya Ibu tersebut “menarik” perhatian saya, ketika Ia berhenti tepat berada di depan pintu minimarket. Berhenti bukan untuk antre masuk, tetapi untuk melepaskan sandalnya dan sandal tersebut ditaruh tepat di samping keset (seperti pada gambar di atas). Beliau pun masuk minimarket dengan kaki tanpa alas kaki.

Apa Tujuan Melepas Sandal?

Saat melihat si Ibu melepas sandalnya dan meletakkan sandal itu di dekat keset teras minimarket, saya langsung “malu” dengan Beliau. Meskipun saya tak mengenalnya. Sebelumnya, saya masuk minimarket itu nyelonong saja, tanpa berpikir apakah ada perintah melepas alas kaki atau larangan menggunakan alas kaki di dalam minimarket. Meskipun, saya belum pernah menemui minimarket yang melarang pelanggannnya untuk melepas alas kaki –-termasuk minimarket ini yang hampir selalu ada di titik-titik strategis jalan raya--, tapi larangan/aturan itu tentu adalah hak pemilik minimarket. Apapun dampaknya, itu adalah hak mereka. Itu yang tidak saya perhatikan.

Sebenarnya, saat itu saya menunggu neliau keluar dan ingin bertanya, mengapa melepas sandal? Tapi saya melewatkan momen itu. Saya yang saat itu tengah fokus merenung memikirkan jawaban pertanyaan itu, tak menyadari ternyata beliau sudah berjalan hendak menyebrang jalan. Oleh sebab itu, jawaban dari pertanyaan itu hanya bisa saya prediksi.

Setelah mengamati perilaku ibu itu, prediksi saya: beliau melepas sandalnya karena takut mengotori lantai minimarket dan itu untuk menghormati “tuan rumah”, pihak minimarket. Prediksi saya ini berdasar pada: pertama, tidak ada larangan menggunakan sandal saat akan masuk dan berbelanja. Artinya, beliau secara sadar dan rela melepas sandalnya. Kebetulan, beberapa jam sebelumnya, Jakartra Pusat dan sekitarnya diguyur hujan deras, menimbulkan genangan air di beberapa titik permukaan jalan. Genangan yang berpotensi mengotori sandal si ibu.

Sepertinya, beliau tak ingin sandalnya mengotori lantai minimarket. Kedua, dilihat dari perilaku beliau saat masuk, kemudian langsung menuju rak produk, lalu memilih dan mengantre di bagian kasir, dengan luwes dan lancar dan tanpa “tanya-tanya” dengan pegawai minimarket atau pengunjung lain. Artinya, ini bukan kali pertama beliau belanja di minimarket ini dan sudah paham dengan kondisi minimarket, termasuk penggunaan alas kaki di dalam minimarket.

Ketiga, di dalam minimarket, tentu beliau akan melihat pengunjung lain menggunakan alas kaki. Jika alasan melepas sandal karena “takut” dilarang mengenakan sandal di dalam minimarket, mungkin beliau akan keluar untuk mengambil dan mengenakan kembali sandalnya, karena banyak yang menggunakan sandal. Tapi itu tidak Ia lakukan, meskipun ia berbelanja cukup lama. Keempat, Jika bukan karena ingin menghormati “tuan rumah” minimarket, mungkin beliau akan minder di dalam, karena beliau sendiri yang telanjang kaki. Minder, lalu keluar untuk mengambil dan mengenakan kembali sandalnya. Tapi itu juga tidak Ia lakukan.

Contoh Perilaku yang Bertolak Belakang dengan SI Ibu Pelepas Sandal

Sikap Beliau yang menghormati dan secara sadar tak ingin mengotori lantai dengan sandalnya, memberikan saya banyak pelajaran. Beberapa tahun lalu, saya pernah dengan seenaknya masuk ruangan (di salah satu unit di instansi tempat saya bekerja) tanpa melepas sepatu. Karena saya tidak melihat tulisan perintah melepas alas kaki, yang ternyata ada di lantai tepat di bawah pintu. Saya baru menyadari ketika melihat orang-orang di sana hanya mengenakan kaus kaki dan ada yang telanjang kaki, lalu menemukan perintah melepas alas kaki. Saya pun langsung kembali ke pintu dan melepaskan sepatu. Malu, karena masuk ruangan tanpa berusaha melihat aturan yang berlaku di sana.

Tapi ada yang lebih parah –tak bermaksud untuk menyepelekan kecerobohan saya yang tak melepas sepatu-, saya pernah bahkan sering, menemui sandal “parkir” di dalam area suci masjid. Padahal, di berbagai masjid, bisa dipastikan ada batas suci, yang menjadi area steril dari alas kaki atau benda lain yang mungkin bisa mengotori masjid. Bahkan, tanpa tulisan larangan melepas alas kaki atau info batas suci, mestinya sudah menyadari bahwa tempat ibadah yang sakral seperti masjid, harus dijaga kebersihannya. Namun sayang, masih ada yang abai dengan hal itu.

Menumbuhkan Kesadaran dan Sikap Menghormati

Menumbuhkan kesadaran akan kebersihan dan sikap menghormati orang/pihak lain, memang bukan perkara mudah. Saya tentu bukan orang yang memiliki kesadaran paling tinggi atau selalu bisa menghormati orang dengan baik, tetapi saya selalu berusaha untuk itu. Meskipun tak semua usaha berhasil.

Dahulu, saya sering dimarahi istri, saat istri mendapati tas kerja saya berisi banyak sampah. Misalnya sampah bungkus makanan dan kertas-kertas tak berguna. Pun begitu dengan saku celana, yang selalu berisi bungkus permen, karena Saya pecinta permen. Sebenarnya bukan murni pecinta permen, tetapi karena terpaksa, “dipaksa” ngemut permen sebagai pengganti rokok. Alhasil, bungkus permen kerap mangkal di saku celana. Jika mantan pacar saya itu marah, saya jawab saja, “Pas makan gak ketemu tempat sampah, jadi dikumpulkan dalam tas.” Daripada "nyampah", lebih baik dikumpulkan di suatu tempat pembuangan sementara.

Saya percaya bahwa sikap terbentuk sejak dini, sejak anak-anak. Maka, jika ingin membentuk dan menumbuhkan sikap, maka bisa dilakukan sejak usia dini. termasuk sikap kesadaran menjaga kebersihan dan sikap menghormati. Upaya menjaga kebersihan telah kami ajarkan pada anak kami yang kini usianya hampir 2 tahun. Sejak Ia bisa diajak komunikasi, kami sering mengajaknya membuang sampah di tempat sampah. Lalu meminta Ia sendiri melakukannya, sambil dituntun. Kini, Ia sudah bisa membuang sampah sendiri, tanpa harus ditemani.

Selain belajar membuang sampah pada tempatnya, kini saya merasa perlu untuk mengajarinya melepas sepatu/sandal saat akan bertamu ke rumah orang lain. Selama ini, hal ini luput dari perhatian saya. Si kecil masih saya biarkan mengenakan sepatunya saat masuk rumah orang lain. Mungkin, dengan mengajarkan melepas sepatu saat akan bertamu, dapat membentuk sikap menghormati orang lain, khususnya tuan rumah.

Pada akhirnya, saya sangat berterimakasih pada Ibu yang rela melepas dan meletakkan sandalnya di teras minimarket. Terima kasih untuk pelajaran kesadaran dan sikap menghormati yang beliau lakukan. Pelajaran berharga dan sudah langka ditemui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun