Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gerakan Mengantar Suami di Hari Pertama Masuk Kerja

11 Juli 2016   11:38 Diperbarui: 11 Juli 2016   12:00 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengendara wanita (sumber gambar:oto.detik.com)

Pertama-tama, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri kepada seluruh pembaca yang merayakan. Saya mohon maaf apabila di setiap tulisan dan komentar saya, ada yang kurang berkenan di hati para pembaca.

….

Hari ini (11/7/2016), berbagai instansi dan perusahaan sudah mulai dipadati karyawan/pegawai. Aktifitas hari pertama masuk kerja ini biasanya diisi dengan  Halal bihalal atau silaturahmi antar-karyawan. Meskipun mungkin sudah saling mengirimkan pesan lebaran melalui aplikasi chat, tetapi pesan berantai yang biasanya "copy paste-ganti nama itu", masih belum cukup. Masih perlu bertatap muka, berjabat tangan dan saling memaafkan.

Diantara prosesi silaturahmi, tentu tercipta obrolan-obrolan menarik. Misalnya cerita seputar mudik lebaran. Seperti cerita beberapa rekan kerja saya. Ternyata, beberapa rekan berangkat ke kantor diantar oleh istrinya. Dari beberapa teman tersebut, ada yang memang sengaja diantar istrinya, lalu istrinya pulang lagi ke rumah, karena istrinya berstatus ibu rumah tangga. Ada juga berangkat kerja bareng istrinya, lalu Ia di-drop di kantor dan kemudian sang istri melanjutkan perjalanan ke kantornya. Dari dua metode pengantaran tersebut, ternyata alasannya sama yaitu karena si suami (teman-teman saya) masih mengantuk karena baru saja tiba dari kampung halaman. Baru tiba dari mudik dan belum sempat istirahat.

 “kesel tur ngantuk pak, nyetir dewe ko suroboyo (capek plus ngantuk pak, nyetir sendiri dari surabaya (sopir tunggal))” bunyi curhatan salah satu teman saya, yang baru saja tiba di Yogyakarta. “dadi aku yo njaluk terke bojoku (jadi aku minta antar istriku (ke kantor)” tambahnya, disertai tawa. “bener kui, mbangane nabrak (bener itu, daripada nabrak)” sahut teman yang lain, “daripada koyo pak S*****, bojone ngeyel ra gelem mandek, akhire nabrak (daripada seperti pak S*****, istrinya ngotot tidak mau berhenti)” tambahnya. Saya pun bingung, “Ngeyel pripun pun, Pak? (ngeyel gimana pak)” tanya saya. Beliau pun bercerita, kurang lebih begini inti cerintanya: Saat pak S***** dan istri sedang dalam perjalanan pulang dari rumah orang tuanya, Ia merasa letih dan mengantuk. Ia pun berniat menepikan mobil yang Ia kendarai, untuk beristirahat sejenak.

Tetapi istrinya menolak, dengan alasan 10 menit lagi sampai rumah. Akhirnya Ia tak jadi menepi dan memaksakan untuk melanjutkan perjalanan dalam kondisi ngantuk berat. Selang beberapa menit kemudian, ternyata Ia tertidur selama beberapa detik dan terbangun karena hentakan dari mobil yang ia kendarai menabrak pembatas jalan. Ternyata, istri yang duduk di jok sebelahnya juga tertidur. Jadi, mobil yang mereka naiki, terus bergerak ke kiri tanpa kontrol, karena semuanya tertidur. Untung saja saat itu tidak ada pengendara lain di depannya, jalan sepi karena sudah tengah malam. Tak ada korban jiwa dan luka berat, Mereka hanya memperbaiki body mobil sebelah kiri dengan biaya sekitar 5 jutaan.

Tragedi tersebut mengajarkan Kita untuk tidak memaksakan diri untuk berkendara saat kondisi letih dan mengantuk, meskipun sebentar lagi sampai di tempat tujuan. Termasuk tidak memaksakan berkendara sendiri saat akan berangkat kerja, padahal badan sangat letih karena baru saja sampai dari mudik.

Mengingat bekerja/masuk kantor adalah kewajiban, jadi apapun kondisinya, harus tetap berangkat ke kantor. Baru pulang mudik bukanlah alasan tepat untuk bolos kerja. Oleh sebab itu, dalam kondisi badan yang letih dan mengantuk karena mengendarai mobil dalam waktu yang lama, beberapa teman saya meminta istrinya untuk mengantar ke kantor. Jarak dari rumah mereka ke kantor memang tidak terlalu jauh, rata-rata butuh waktu 15 hingga 20 menit. Tetapi, mereka tidak mau mengambil resiko dengan memaksakan berkendara dalam keaadaan letih dan mengantuk.

Tidak memaksakan diri berkendara saat letih dan mengantuk adalah langkah tepat. Jika Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemdikbud) menggagas “Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah”, teman-teman saya ini ternyata tak mau kalah dengan kemdikbud. Mereka punya “Gerakan Mengantar Suami Di Hari Pertama Kerja”, setelah mudik lebaran. Romantis kan?hehehe…. Suami Istri harus kompak, saling membantu demi keselamatan dan kebersamaan.

Berkendara dalam keadaan mengantuk sangatlah berbahaya. Bukan hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Berapapun jarak dan waktu tempuh yang masih akan dilalui, jauh atau dekat, jangan ragu untuk menepi dan beristirahat jika mengantuk. Demi keselamatan dan keamanan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun