Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Konvoi Mobil Mewah di Tengah Padatnya Arus Mudik, Pantaskah?

4 Juli 2016   15:10 Diperbarui: 4 Juli 2016   19:35 3452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjelasan pasal 134 huruf (g) UU 22/2009

Minggu (3/7/2016) menjelang sore kemarin, saya bertemu dengan konvoi komunitas mobil mewah berjenis Off-Road 4WD, di pertigaan Masjid Agung Al-Aqsha Klaten (Jalan Jogja-Solo). Saya yakin, itu adalah konvoi komunitas karena di beberapa bagian mobil mereka tertempel stiker identitas komunitas. Mobil yang harganya pada kisaran 1 Milyar Rupiah itu berasal dari arah Yogyakarta dan mengarah ke Solo atau Surabaya. Saat itu, Mereka dikawal oleh 2 mobil polisi berjenis sedan, satu di depan dan satunya di belakang.

Tak diketahui berapa persisnya jumlah  mobil yang konvoi itu. Saya hanya berhasil menghitung 5 mobil yang berbaris rapi dan tampak 4 unit lagi berusaha menyusul di belakang, dengan jarak yang tak beraturan. Mobil mewah tersebut memiliki nomor polisi yang beragam, antara lain AB (Jogja), AD (solo dan sekitarnya) dan B (Jakarta/sekitarnya).

Pengawalan: Untuk Siapa dan Tujuannya Apa?
Sepintas memang tak ada yang salah dengan konvoi mobil yang terbilang “mewah” itu. Tapi jika kita melihat Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka konvoi komunitas itu tergolong “aneh”. Dalam UU tersebut, telah diatur siapa saja yang boleh mendapat hak utama dalam lalu lintas dan pengawalan polisi, yaitu pada pasal 134:

Pasal 134 UU 22/2009 tentang hak utama
Pasal 134 UU 22/2009 tentang hak utama
Merujuk pada pasal tersebut, konvoi dengan pengawalan polisi kemarin adalah konvoinya pimpinan lembaga atau pejabat negara. Artinya, komunitas pemilik mobil segala medan itu beranggotakan pejabat. Jika mereka adalah pimpinan lembaga atau pejabat negara, berarti pejabat Kita kompak dalam hal selera kendaraan dan waktu “mudik”. Sungguh kekompakan yang luar biasa.

Tetapi, ada kemungkinan mereka bukan pejabat. Karena pada pasal 134 huruf (g) ada redaksi “kendaraan kepentingan tertentu”. Artinya, ada kemungkinan mereka adalah masyarakat umum (bukan pejabat), yang punya kepentingan tertentu sehingga harus dikawal polisi. Kepentingan tertentu tersebut diuraikan dalam penjelasan UU, yaitu:

Penjelasan pasal 134 huruf (g) UU 22/2009
Penjelasan pasal 134 huruf (g) UU 22/2009
Dari penjelasan pasal tersebut, jelas bahwa kepentingan apa saja yang boleh mendapat pengawalan dan akses istimewa. Berdasarkan penjelasan pasal dan konvoi komunitas yang tampak kemarin, mereka sepertinya tidak sedang akan menjinakkan bom atau terancam bom, bukan juga untuk penanganan huru-hara apalagi bencana alam. Karena untuk melakukan hal-hal tersebut, dibutuhkan peralatan yang tidak sedikit dan peralatan-peralatan tersebut tak tampak di atas roof rack atau bagian kendaraan yang lain.

Jadi, kemungkinannya adalah komunitas mobil off-road “mewah” itu mengangkut pasukan. Tetapi, biasanya, pengangkut pasukan menggunakan kendaraan truk taktis berukuran sedang dan besar. Bukan mobil mewah yang biasanya dijadikan kendaraan dinas anggota TNI/Polri berjabatan tinggi. Beberapa mobil yang konvoi itu membiarkan kaca pintunya dalam keadaan terbuka, tampak di dalamnya sedang asik ngobrol dan makan dan tak tampak yang berseragam pasukan TNI/Polri, mungkinkah itu pasukan intel atau petugas berseragam preman? Kok dikawal mobil polisi? Ya gak “intel” lagi dong, hehehe….

Jadi, prediksi saya, anggota konvoi tersebut adalah masyarakat biasa/umum yang sekadar ingin mendapat pengawalan dan “jalur khusus” untuk konvoi. Sudah bukan rahasia bahwa kaum “berduit” pengoleksi kendaraan “mewah” sering ditemui melakukan konvoi dengan pengawalan polisi. Seolah konvoi mereka membawa misi besar, yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak.

Yang menjadi pertanyaan, kepentingan apa yang membuat mereka membutuhkan pengawalan dan penanganan segera? Berhubung saat ini sedang ramai Zakat, seperti Zakat Maal. Mungkin saja konvoi komunitas mobil mewah itu sedang atau akan melakukan aksi sosial membagikan zakat Maal dalam jumlah besar dan harus segera dibagikan ke yang berhak menerima. Sehingga, konvoi tersebut membutuhkan pengawalan polisi untuk mengamankan uang dalam jumlah besar dan melancarkan akses jalan mereka. Semoga saja demikian.

….

Sebelum saya meneruskan tulisan lebih jauh, yang harus saya tekankan di sini adalah saya tidak iri dengan pemilik mobil mewah. Saya justru senang jika bertemu kendaraan (sepeda motor dan mobil) yang memiliki kemampuan atau spesifikasi luar biasa. Saya seperti termotivasi untuk memilikinya, sekadar termotivasi… lumayan untuk memacu semangat, walaupun belum bisa membelinya, hehee… Jadi, jangan menuduh saya iri atau benci dengan pemilik kendaraan mewah. Tapi jika memang “ngebet” nuduh saya iri, ya monggo…hehehe…

….

Urgensi Pengawalan Khusus Masyarakat Umum Saat Mudik Lebaran
Diperkirakan bahwa hari Sabtu (2/7/2016) dan Minggu (3/7/2016) kemarin adalah puncak arus mudik lebaran tahun ini. Jutaan kendaraan akan berbagi jalan untuk menuju kampung halaman. Bis, truk, mobil pribadi, dan sepeda motor tumpah ruah di sepanjang jalan raya. Tujuan dan harapan Mereka relatif sama, yaitu tiba di tempat tujuan dengan aman, selamat dan cepat. Ya, semua ingin cepat sampai.

Apa jadinya jika di tengah keramaian kendaraan pemudik, tiba-tiba ada sebuah konvoi komunitas kendaraan mewah yang di kawal polisi? Di tengah kepadatan jalan raya, bagaimana bisa mereka berusaha meminta prioritas? Bebas melanggar lalu lintas karena dikawal mobil dinas polisi. Padahal, kemungkinan besar, konvoi komunitas kendaraan mewah itu adalah untuk mudik juga. Mengapa mereka harus mendapat hak utama di jalan raya? Apakah kriteria pengawalan berdasarkan peraturan yang berlaku sudah terpenuhi oleh anggota konvoi? Apakah tujuan konvoi memang darurat?

Sempat tersiar isu bahwa pengawalan bisa “dibeli”. Pengawalan juga butuh biaya operasional, terutama untuk membeli bahan bakar mobil pengawal. Bagaimana dengan oknum petugas pengawalnya? Mungkin itulah sebab komunitas otomotif kelas “elit” yang sering menggunakan jasa pengawalan polisi saat akan melakukan konvoi komunitasnya. Jarang sekali konvoi komunitas kendaraan “biasa” yang dikawal polisi.

Tetapi, di balik itu semua, mbok ya menyadari, saat ini jalan raya sedang padat digunakan oleh semua pemudik. Kalau memang komunitas punya agenda aksi sosial, banyak cara untuk melakukannya. Tidak harus dengan “mengganggu” hak pengguna jalan. Sejatinya, setiap warga negara memiliki hak yang sama di jalan raya. Pun demikian dengan hak atas pengawalan, asalkan memenuhi kriteria pengawalan. Tapi mbok ya jangan “latah”, maunya dikawal terus. Padahal saya yakin, Mereka paham dengan dampak yang ditimbulkan dari pengawalan dan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan, apalagi pada saat puncak arus mudik lebaran.

Harapannya, berbagai komunitas yang berniat konvoi, agar berpikir berulang-ulang sebelum memutuskan untuk meminta pengawalan polisi, terutama ditengah arus mudik atau arus balik nanti. Pun begitu dengan petugas pengawal (polisi), mestinya lebih selektif dan bijak dalam memberi pengawalan. Menolak dan “menyakiti” hati anggota komunitas tertentu, akan lebih baik daripada menyakiti perasaan jutaan pemudik di jalan raya, yang haknya diganggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun