Rabu malam, 15 Juni 2016, putri saya mengalami demam tinggi. Keesokan pagi-nya (Kamis, 16 Juni 2016), Kami memeriksakan kondisinya ke sebuah klinik/laboratorium. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan angka Leukosit dan Trombosit yang tinggi, jauh di atas batas normal atas. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengajaknya ke rumah sakit (RS) swasta di Klaten. Melihat hasil laboratorium tersebut, dokter jaga di UGD RS tersebut memutuskan bahwa anak saya harus menjalani rawat inap. Kami pun setuju saja dengan anjuran dokter tersebut, demi kesehatan anak.
Saat ada anggota keluarga yang sakit, biasanya pikiran dan perbuatan sudah terpusat untuk keluarga yang sakit tersebut. Selain itu, juga harus mengupayakan biaya pengobatannya. Tak jarang, biaya pengobatan menjadi “penyakit” tambahan yang harus diderita pasien dan keluarganya. Saya, sebagai kepala keluarga (kecil), sudah tak perlu repot dan pusing memikirkan biaya pengobatan anggota keluarga yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Bukan karena saya memiliki uang tabungan berlimpah, tetapi karena seluruh anggota keluarga terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan. Orang tua dan mertua saya pun peserta BPJS Kesehatan.
Hari ini, Minggu 19 Juni 2016, setelah melalui pemeriksaan darah di laboratorium untuk ketiga kalinya dan menunjukkan hasil yang baik, maka anak saya diizinkan pulang. Seperti pasien pada umumnya, sebelum pulang, Saya harus menyelesaikan administrasinya. Sesuai dugaan dan harapan, selama 4 hari rawat inap, Saya tidak perlu membayar biaya rawat inap anak, nol rupiah. Karena sudah tercover oleh BPJS Kesehatan, berkat prinsip Gotong Royong peserta BPJS Kesehatan untuk menolong biaya pengobatan anak saya.
Tak hanya kemudahan saat pendaftaran dan penyelesaian administrasi keluar RS, kemudahan lain adalah pendaftaran untuk kontrol/rawat jalan. Rumah sakit mitra BPJS Kesehatan telah memberikan kemudahan pendaftaran kontrol kesehatan, dengan media aplikasi teknologi yang sedang “nge-trend” saat ini, yaitu WhatsApp (WA). Caranya hanya dengan mengirimkan foto Surat Perintah Kontrol dan nama dokter yang akan dituju, ke nomer telepon seluler yang telah disediakan pihak RS (seperti yang tampak pada gambar di bawah paragraf ini). Ini adalah salah satu wujud nyata upaya peningkatan kualitas layanan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan.
Tak hanya ketenangan pikiran dan kemudahan yang didapat peserta BPJS Kesehatan, tetapi juga ada nilai luhur budaya masyarakat Indonesia, yaitu tolong menolong dan gotong royong. Berbicara perihal tolong menolong dan gotong royong, saya jadi teringat kisah proses pembangunan rumah keluarga Kami dulu, sekitar tahun 1996 di sebuah desa di Sumatera Selatan. Ketika akan membangun sebuah rumah kayu yang akan menjadi “istana” keluarga Kami, orang tua saya meminta bantuan tetangga. Membangun rumah dengan meminta bantuan tetangga/kerabat sudah menjadi budaya, dikenal dengan istilah “Sambatan”. Saat itu, Kami dibantu oleh belasan orang tetangga, bapak-bapak dan ibu-ibu. Bapak-bapak bergotong royong membangun rumah dan Ibu-Ibu berperan memasak makanan (makan pagi, siang dan sore) untuk semua.
Berkat kerjasama yang “cantik” para Bapak dan Ibu dalam “formasi” Sambatan, “istana” Kami berdiri kokoh hanya dalam hitungan hari. Selain cepat, pembangunannya pun hemat, karena tanpa biaya tukang (jasa pekerja). Hanya mengeluarkan biaya untuk bahan rumah dan konsumsi orang yang tergabung dalam “Tim Sambatan”. Begitupun saat tetangga/kerabat akan membangun rumah, orang tua saya ikut bergotong royong membangun rumah tersebut. Budaya gotong royong ini masih ada hingga kini, utamanya di daerah pedesaan.
Tak hanya “Sambatan”, aktifitas gotong royong juga dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kemananan lingkungan. Sepertinya, gotong royong untuk kebersihan lingkungan menjadi salah satu gotong royong yang kerap dilakukan dan dijumpai setiap hari Minggu atau hari libur. Apapun bentuknya, gotong royong memberi manfaat yang besar, seperti penghematan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang lebih memuaskan.
Mungkin, salah satu aktifitas gotong royong yang melibatkan banyak orang, yang kerap Kita ikuti adalah gotong royong membersihkan lingkungan RT/desa/kelurahan. Jika lingkungan sekitar rumah atau desa telah dibersihkan, bukan hanya lingkungan indah dan nyaman yang didapat, tetapi juga kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa berdampak pada kesehatan warganya. Misalnya terhindar dari penyakit Demam Berdarah dan penyakit lainnya. Gotong royong tersebut bisa diistilahkan sebagai gotong royong untuk mencegah timbulnya penyakit.
Namun, tidak semua penyakit bisa dicegah hanya dengan gotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Setiap orang memiliki pola hidup dan potensi penyakitnya masing-masing. Artinya, setiap orang memiliki kemungkinan akan terganggu kesehatannya (sakit), apapun jenis dan tingkatan penyakitnya. Ketika menderita sakit, persoalan yang muncul adalah bagaimana pengobatannya dan berapa biaya pengobatan tersebut. Aspek biaya kerap menjadi permasalahan, karena penyakit muncul tak “berkompromi” dengan jumlah harta yang dimiliki penderita sakit tersebut.
Kerap ditemui fakta bahwa masyarakat golongan (maaf) kurang mampu secara ekonomi, menderita penyakit serius yang membutuhkan biaya pengobatan yang tak sedikit. Bukan hanya golongan kurang mampu, golongan yang “terlihat” mampu secara ekonomi pun bisa menderita penyakit dengan biaya pengobatan yang melebihi kemampuan finansialnya. Jika itu terjadi, maka dibutuhkan bantuan biaya pengobatan. Konsep inilah yang diusung oleh BPJS Kesehatan dalam melayani anggotanya. Seperti yang dikampanyekan melalui banner yang dipajang di Kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta yang tampak pada gambar di bawah ini.
Mari Kita lihat beberapa peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit, yang mengharuskan mereka berobat rutin dengan biaya yang relatif mahal, yaitu kasus penyakti gagal ginjal. Saya memiliki 3 teman/ kerabat yang menderita gagal Ginjal dan mengharuskan Mereka melakukan cuci darah rutin 2-3 kali dalam 1 minggu. Ketiga teman/kerabat tersebut adalah peserta baru BPJS Kesehatan, artinya mereka belum memiliki banyak kontribusi iuran untuk BPJS Kesehatan. Tetapi, mereka sudah mendapat bantuan cuci darah beberapa kali tiap minggu yang biayanya jutaan rupiah. Fasilitas tersebut diperoleh hanya dengan membayar iuran beberapa puluh ribu rupiah. Apakah yang mereka berikan dan peroleh sudah sebanding? Tentu tidak! Layanan kesehatan yang mereka peroleh adalah diambil dari hasil iuran seluruh peserta BPJS Kesehatan. Inilah yang dimaksud dengan gotong royong untuk menolong pasien yang lebih membutuhkan.
Bagi peserta BPJS Kesehatan yang selalu rutin membayar iuran, tetapi Ia belum pernah “merasakan” layanan pengobatan BPJS, tentunya harus tetap bersyukur. Karena selalu diberi kesehatan. Selain itu, juga mendapat pahala karena iuran yang telah dibayarkan, digunakan untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Begitupun dengan saya, Alhamdulillah saya pribadi belum pernah sakit yang membutuhkan pengobatan dari BPJS Kesehatan. Meskipun saya tidak “menikmati” iuran yang telah saya bayarkan, saya ikhlas jika dana tersebut untuk membiayai peserta BPJS yang membutuhkan pembiayaan pengobatan.
Jumlah “Pasukan” Gotong Royong Untuk Indonesia Sehat
Jumlah anggota BPJS Kesehatan terus meningkat. Artinya, "Pasukan" Gotong Royong terus bertambah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari situs resmi BPJS Kesehatan (www.bpjs-kesehatan.go.id), diketahui bahwa jumlah peserta BPJS Kesehatan per tanggal 10 Juni 2016 telah menyentuh angka 166.858.548 orang atau sekitar 65 % dari jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah anggota tentu diikuti dengan penambahan mitra fasilitas kesehatan (faskes), yang sudah melebihi 24.861 faskes (rumah sakit, klinik, puskesmas, praktik dokter, apotik dan optik). Artinya, 65 % penduduk Indonesia dan lebih dari 24.000 faskes telah tergabung dalam pasukan Gotong Royong untuk menciptakan Indonesia Sehat.
Sejak beroperasi per 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan telah membuat pesertanya “berani” untuk berobat ke berbagai lembaga layanan kesehatan. Padahal, dahulu rumah sakit dan lembaga sejenis menjadi salah satu tempat “menakutkan” dan sulit dijangkau, karena takut dengan biaya perawatan/pengobatannya. Bahkan dalam keadaan sakit pun, tetap tidak mau berobat ke rumah sakit, khawatir menjadi lebih sakit karena biayanya. Namun, stigma tersebut berangsur tergerus, seiring dengan layanan dari BPJS Kesehatan. Terbukti dengan meningkatnya persentase beberapa Indikator Kesehatan yang dirangkum oleh Badan Pusat Statistik (BPS), seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini:
Data tabel di atas diperkuat oleh keterangan yang disampaikan oleh Direktur RSUD Sultan Imanuddin Pangkalanbun, dr. Suyuti Syamsul, yang saya kutip dari situs resmi BPJS Kesehatan. Menurutnya, sejak BPJS Kesehatan beroperasi, jumlah pasien rawat jalan di RS yang dipimpinnya melonjak hingga lebih dari 140.000 pasien per tahun. Sementara untuk rawat inap, total jumlahnya bisa mencapai 40.000 per tahun. Dari angka tersebut, sebanyak 70% merupakan peserta JKN Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan (sumber). Ini adalah bukti bahwa masyarakat peserta BPJS Kesehatan, merasa nyaman untuk memeriksakan dan berobat ke rumah sakit/klinik, karena yakin dengan layanannya. Selain itu, ini bukti kekuatan gotong royong peserta BPJS Kesehatan untuk menolong peserta lain yang sedang sakit dan membutuhkan biaya pengobatan. Iuran peserta yang sehat, digunakan untuk kebutuhan pengobatan peserta yang sakit. Peserta yang sakit bisa tertolong dan yang tidak sakit – yang bergotong royong menolong- mendapat keberkahan.
Jumlah anggota BPJS Kesehatan diupayakan akan terus meningkat, sesuai dengan Visi BPJS Kesehatan, yaitu “Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”. Artinya, seluruh masyarakat Indonesia akan diajak untuk mensukseskan program Gotong Royong menolong yang sakit.
Mari Bergabung Dalam Pasukan Gotong Royong Menolong Sesama Untuk Indonesia Lebih Sehat
Memang, BPJS Kesehatan memasang target pada tanggal 1 Januari 2019, seluruh masyarakat Indonesia sudah bergabung menjadi anggota. Tentunya agar seluruh masyarakat bisa menikmati jaminan kesehatan dan mengambil peran dalam upaya gotong royong demi terciptanya Indonesia Sehat. Berbagai peningkatan kualitas dan kuantitas layanan telah diupayakan, agar dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan untuk anggota. Seperti yang telah keluarga saya rasakan hari ini, nyaman dan puas dengan pelayanan kesehatan anak saya.
Rasanya tak perlu menunggu mendekati 1 Januari 2019 untuk mendaftarkan diri dan keluarga menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dan jangan pula menunggu sakit, baru kemudian mendaftar, karena kepesertaan BPJS Kesehatan baru bisa digunakan setelah 14 hari hingga 30 hari setelah mendaftar. Waktu 2 minggu hingga 1 bulan itu digunakan untuk proses kelengkapan administrasi. Selain itu, juga memberi edukasi kepada masyarakat, agar senantiasa “Sedia Payung Sebelum Hujan”, yaitu mempersiapkan diri untuk penjaminan kesehatan dimasa yang akan datang. Karena sesungguhnya Kita tidak bisa memastikan apakah akan senantiasa sehat dan tidak bisa diprediksi kapan akan sakit.
Mengapa harus mendaftarkan diri dan keluarga pada BPJS Kesehatan? Karena manfaatnya luar biasa besar, yaitu guna mendapat jaminan kesehatan. Manfaat Jaminan kesehatan Nasional BPJS Kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non-spesialistik. Fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama ini bisa kita pilih dan ganti sesuai kebutuhan, misalnya memilih Puskesmas atau praktik dokter umum sebagai Faskes tingkat pertama. Pelayanan tersebut mencakup pelayanan administrasi, promotif dan preventif, hingga rawat inap tingkat pertama.
Manfaat kedua yang diberikan BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yang mencakup rawat jalan dan rawat inap di fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Tentunya setelah mendapat rujukan dari Faskes tingkat pertama. Berbagai manfaat besar tersebut bisa diperoleh anggota dengan utuh, sesuai haknya, jika mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan dan disepakati saat proses pendaftaran kepesertaan.
Berbagai manfaat tersebut bisa didapatkan dengan iuran bulanan yang relatif terjangkau dan bisa memilih sesuai dengan kemampuan keuangan. Mengenai besaran iuran untuk setiap kelas perawatan dan golongan peserta (Mandiri dan Pekerja Penerima Upah), tercantum dalam gambar di bawah ini.
Saya beberapa kali mengunjungi kantor BPJS Kesehatan di Yogyakarta (tempat saya terdaftar terdaftar sebagai anggota), guna melalukan penggantian faskes tingkat pertama untuk anak dan istri. Kantor tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat, sebagian besar adalah pendaftar dari golongan Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan pekerja atau sering disebut Mandiri. Bahkan, karena ramainya, kantor belum dibuka tetapi masyarakat sudah membuat antrian panjang. Artinya, Mereka antusias untuk menjadi anggota BPJS Kesehatan. Tentunya antusias karena manfaat yang akan diterima, baik manfaat jaminan kesehatan, maupun kemuliaan bergotong royong menolong anggota lain yang sedang sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H