Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kesimpulan Prematur yang Menyudutkan Dosen

4 Mei 2016   13:18 Diperbarui: 4 Mei 2016   18:46 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi (sumber: news.okezone.com)

Pembunuhan dosen oleh mahasiswa di Medan yang terjadi Senin (2/5/2016) lalu, begitu cepat menyebar. Berbagai situs media online mengulasnya dan menjadikannya Headline berita. Berita tersebut sontak mendapat respon dari pembacanya. Dilihat dari kolom komentar pada berita tersebut, banyak yang prihatin dengan nasib sang dosen. Tapi tak sedikit yang seolah tampak “menyalahkan dosen” karena dianggap “tidak bersahabat” dengan mahasiswa, istilahnya "dosen killer". Ini yang saya sebut kesimpulan prematur.

Padahal pihak yang berwenang saja masih mendalami motifnya, tetapi pembaca bisa dengan cepat menyimpulkan. Apalagi, beberapa media menghubungkan pembunuhan tersebut dengan proses bimbingan skripsi. Sehingga, pembaca (dalam kolom komentar berita) menyimpulkan bahwa dosen dibunuh karena mempersulit proses bimbingan skripsi. Ini jelas kesimpulan prematur. Sekali lagi, petugas berwenang sedang mendalami motifnya.

Tak berhenti di situ, bahkan ada yang membahasnya lebih panjang dan menuliskannya di Kompasiana. Menuliskan tentang sulitnya proses bimbingan skripsi dan menghubungkannya dengan peristiwa pembunuhan dosen. Katanya, dosen seperti berniat mempersulit dan menempa  mental mahasiswa. Menempa dengan “bermain kucing-kucingan”, “bermain petak umpet”, “dosen cari proyek memperkaya diri”, “dosen memperkaya kampus” dan main coret draft skripsi. Mungkin inilah yang disebut lebih mudah menyebarkan sisi buruk ketimbang sisi baiknya. Opini semacam itu yang membuat saya menulis artikel ini. Karena yang dipermasalahkan adalah proses pembimbingan skripsi, maka pada artikel ini saya fokuskan ke masalah itu.

Memetik Hikmah Dari Proses Penyusunan Skripsi

Kesimpulan dini yang menghakimi dosen merupakan salah satu dampak dari sebuah profesi. Mirip dengan guru, apapun yang terjadi dengan muridnya -mau tak mau, suka tak suka- guru yang pertama disasar. Resiko profesi, mungkin sama dengan profesi lainnya. Yang harus pertama Kita pahami yaitu Dosen adalah manusia biasa, sama seperti mahasiswa. Dosen pun memiliki karakter yang berbeda-beda, sama seperti mahasiswa. Tak ada manusia yang sempurna. 

Sebagai mantan mahasiswa, yang dua kali merasakan proses penyelesaian tugas akhir, sepakat bahwa  membuat dan menyelesaikan tugas akhir (skrip/sitesis) itu tidaklah mudah. Tidak semudah menyelesaikan tugas mingguan atau tugas akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk belajar menganalisis suatu hal, mulai dari yang sederhana hingga rumit, tergantung kemampuan. Dituntut untuk lebih banyak membaca, baik membaca buku, artikel, jurnal hingga membaca fenomena yang terjadi di masyarakat, yang bisa diangkat untuk tema penelitian. Juga dituntut untuk mencari masalah, merumuskannya, mengumpulkan teori yang relevan, merangkai hipotesis dan mecari jawabannya.

Pertanyaannya, untuk apa melakukan hal yang merepotkan dan membuang waktu, biaya dan pikiran itu? Tak perlu membahas apa dasar hukum, Peraturan Menteri/Pemerintah atau bahkan peraturan agama yang mewajibkan penyusunan skripsi. Mari petik hikmah dari setiap proses hidup, termasuk proses penyusunan tugas akhir tersebut.

Mulai dari proses awal, penentuan tema atau masalah yang akan diangkat. Mahasiswa dituntut untuk mengangkat masalah yang relevan, baik masalah sosial, teknologi dan fenomena lain. Realitanya, tak sedikit tema yang diusulkan mahasiswa ditolak oleh dosen pembimbing/calon dosen pembimbing. Mengapa ditolak? Bisa saja karena masalahnya tidak relevan, terlalu dangkal atau terlalu rumit untuk jenjang pendidikan yang ditempuh.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa dosen tidak langsung saja memberi secara utuh judul/tema kepada mahasiswa?Kan dosen punya banyak ide dan pengalaman penelitian, langsung saja beri judul kepada mahasiswa, beres. Ayolah, mahasiswa masak mau disuapin terus? Kalau langsung diberi judul, mahasiswa tidak akan berusaha membaca fenomena, tidak akan berinteraksi dengan masyarakat dan teknologi. Kalaupun ada dosen yang memberi judul/tema secara utuh kepada mahasiswa, mungkin saja itu tema penelitian Payung (Penelitian Induk), penelitian kolaborasi dosen dan mahasiswa. Penelitian tersebut tidak selalu ada setiap saat.

Tugas Dosen: Pendidikan (pengajaran), Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat

Ketika proses bimbingan skripsi, dosen kok seperti orang super sibuk yang seolah tak punya waktu untuk membimbing mahasiswa? Yang perlu mahasiswa ketahui, bahwa tugas dosen bukan hanya mengajar di kelas/laboratorium. Dosen juga harus meneliti dan mengabdi pada masyarakat. Dosen harus mendukung terselenggaranya Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan (mendidik dan mengajar), Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. Ketiga tugas itu diatur dalam Undang-Undang (Seperti pada UU No 20 tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).

Saat mengajukan proposal penelitian, dosen pun dituntut untuk mengangkat masalah yang relevan dan output/outcome-nya memang bermanfaat. Jika tidak, proposalnya tidak akan disetujui oleh Lembaga Penelitian Kampus atau Dikti. Jadi, dosen pun “bersaing” menyusun proposal yang berkualitas, agar lolos seleksi. Kecuali penelitian Mandiri, yang tak harus bersaing dengan dosen lain. Tapi itupun tetap harus mengangkat masalah yang relevan dengan bidang tugasnya. Jadi, dosen juga butuh waktu untuk fokus dengan penelitiannya.

Tak jarang, dalam melakukan penelitian, dosen berkolaborasi dengan dosen perguruan tinggi lain atau bekerjasama dengan dunia industri. Penelitiannya pun bisa saja di daerah lain, yang tentu akan mengurangi waktu Stand by di kampus. Untuk apa dosen melakukan penelitian? Tentu untuk meningkatkan kualitas pendidikan/pengajaran dan mengembangkan ilmu, yang nantinya akan diberikan pada mahasiswa dan masyarakat. Manfaatnya juga untuk mahasiswa. Kalaupun manfaat tersebut tidak secara langsung dirasakan oleh mahasiswa tingkat akhir yang sedang skripsi, manfaatnya akan dirasakan oleh adik angkatannya.

Tugas ketiga dosen yaitu pengabdian pada masyarakat, yang bertujutan untuk memberikan edukasi dan berbagi ilmu penetahuan dan teknologi kepada masyarakat luas. Misalnya pengembangan teknologi tepat guna untuk petani, memberi pelatihan untuk pemuda Karang Taruna di desa, menanamkan dan mengembangkan kewirausahaan untuk masyarakat agar taraf ekonominya dapat meningkat dan sebagainya. Tujuannya jelas, untuk berbagi iptek pada masyarakat. Masyarakat umum juga berhak mendapat perhatian dari perguruan tinggi,  bukan hanya memperhatikan mahasiswa saja.

Apalagi jika dosen memiliki reputasi yang cemerlang dan gelar akademik yang tinggi, akan diminta untuk mengajar program Pascasarjana. Bahkan mengajar di Perguruan Tinggi (PT) lain, agar dapat berbagi ilmu dengan sivitas akademik di PT tersebut. Waktu luangnya menjadi sangat terbatas. 

Yang lebih menyita waktu lagi jika dosen pembimbing menjadi konsultan di lembaga Negara/ Kementerian, menjadi Asesor Akreditasi atau anggota badan/organisasi Negara. Tugas tambahan tersebut akan semakin membuat dosen menjadi seperti “manusia langka” di kampus. Apakah tugas tersebut salah? Tentu saja tidak, ketika dosen mendapat tugas lain diluar Tridarma Perguruan Tinggi, artinya kompetensi dosen tersebut dibutuhkan dan bisa digolongkan sebagai program pengabdian. Tentunya untuk membantu peningkatan kualitas badan/lembaga/organisasi yang membutuhkannya.

Jadi, kesimpulannya jam kerja dosen tidak hanya di kampus dan tidak hanya memikirkan mahasiswa yang sedang skripsi. Dosen pun harus mengembangkan iptek melalui penelitian dan ada masyarakat umum yang harus mendapat perhatian dosen/perguruan tinggi. 

Komunikasi dan Mencari Momentum Untuk Bimbingan Skripsi

Berdasarkan tiga tugas pokok dosen yaitu pendidikan (mendidik dan mengajar), penelitian dan pengabdian pada masyarakat, maka diperlukan momentum yang tepat untuk bimbingan skripsi. Momentum yang tepat adalah melihat jadwal mengajar dosen. Biasanya, jadwal perkuliahan semua mata kuliah pada suatu semester dipajang di papan pengumuman jurusan atau di-upload di website jurusan. Nah, dari situ bisa dilihat hari apa saja dosen pembimbing ada di kampus. Atau bisa juga bertanya langsung dengan dosen pembimbing, hari apa saja ada waktu untuk bimbingan skripsi. Jika tidak bisa bertatap muka untuk bimbingan, bisa memanfaatkan e-mail atau media lain. Ini yang dulu saya lakukan ketika bimbingan skrispsi dan tesis.

Sudah janjian hari dan jam dengan dosen pembimbing, tetapi kok tiba-tiba dibatalkan oleh dosen? Dosen memang memiliki tugas yang terjadwal. Tetapi ada kalanya, dosen mendapat tugas mendadak, di luar jadwal yang telah tertata. Misalnya ada masyarakat/organisasi/badan usaha yang membutuhkan bantuan dosen. Apakah dosen tidak boleh memberi bantuan tersebut? Tentu boleh. Sekali lagi, dosen wajib menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan masyarakat luas.

Intinya, antara mahasiswa dan dosen harus terjalin komunikasi yang baik. Dosen pembimbing skripsi harus terbuka dengan mahasiswa terkait jadwal tugasnya. Mahasiswa pun harus bisa mengambil momentum diantara tugas dosen tersebut. Jika momentum itu tidak bisa didapat atau dosen terindikasi menghindar, laporkan pada pengurus program studi atau jurusan. Mereka pasti bisa mencari jalan keluar, misalnya dengan menegur dosen pembimbing, agar memberi perhatian pada mahasiswa.

Kalau lapor ke pengurus jurusan nanti mahasiswanya jadi sasaran “tembak” pembimbing? Caranya, berdiskusi baik-baik dengan pengurus jurusan, sampaikan masalahnya dan bila perlu minta rahasiakan laporan tersebut. Pengurus jurusan pun tidak akan gamblang lapor balik ke pembimbing skripsi “Pak/Bu, tadi mahasiswa A lapor ke saya, katanya gak pernah dibimbing”. Pengurus jurusan itu orang terpilih, yang tentunya sudah berpengalaman dengan masalah tersebut.

Dosen  Mahasiswa dan Mahasiswa, Saling Membutuhkan

Dosen dan mahasiswa adalah bagian sivitas akademik yang saling membutuhkan. Tidak ada dosen jika tidak ada mahasiswa dan sebaliknya. Konsep ini yang harus dipegang teguh oleh keduanya. Jika dilihat dari urutannya, dosen yang lebih dulu butuh mahasiswa. Saat akan membuka pogram studi baru, dosen sudah harus dipersiapkan. Artinya, dosen lebih dulu ada sebelum mahasiswa. Ini yang dijadikan dasar oleh dosen untuk melayani mahasiswa. Mahasiswa layak mendapat layanan yang berkualitas dari dosen.

Tetapi, mahasiswa juga harus memahami berbagai tugas dosen. Jangan mentang-mentang merasa harus dilayani, menjadi bertindak semaunya. Misalnya-yang berhubungan dengan skripsi-, tidak bimbingan skripsi dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kemudian tiba-tiba muncul ingin cepat menyelesaikan skripsi. Dosen juga manusia biasa yang tak luput dari lupa. Ya, lupa dengan tema dan konsep penelitian skripsi mahasiswa yang lama menghilang itu. Dosen kan tidak hanya membimbing satu mahasiswa. 

Sehingga, dosen butuh waktu untuk kembali mempelajari skripsi mahasiswa yang lama tidak bimbingan. Waktu untuk mempelajari kembali tersebut celakanya dianggap sebagai upaya mengulur waktu. Dianggap mempersulit mahasiswa. Yang lebih parah, dianggap sebagai upaya memperkaya kampus, karena mahasiswa tersebut akan membayar lagi biaya pendidikan (SPP, kalau sekarang UKT). Bisa dibilang, itu adalah tuduhan yang keji.

Dalam suatu program studi, jurusan atau fakultas, ada yang namanya gugus Penjamin Mutu Internal dan Koordinator Tugas Akhir. Keduanya bertugas untuk memantau perkembangan mahasiswa dan tugas akhir mahasiswa. Termasuk memantau dosen pembimbing. Jika ada dosen pembimbing skripsi yang diindikasikan lama dalam membantu penyelesaian skripsi, akan mendapat “teguran” dari Mereka. Artinya, proses pembimbingan skripsi/tugas akhir dipantau pengurus jurusan dan pihak terkait. Jadi tidak akan ada dosen yang semena-mena dalam membimbing.

Kalaupun ada indikasi semena-mena atau menghambat dan luput dari pantauan pengurus jurusan, tiggal laporkan saja ke pengurus jurusan. Diskusikan baik-baik dengan Mereka, pasti akan ada solusi terbaik. Mahasiswa itu harus bertindak dan bergerak, jangan hanya mengeluh. Mencari teman yang bernasib sama, untuk mengeluh “berjamaah”. Awalnya mengeluh, kemudian malas bimbingan, kemudian lupa dengan konsep penelitiannya dan ahkirnya mangkraklah skripsinya. Ketika dituntut lulus oleh keluarga atau pacar, baru bergerak, terus tiba-tiba “menodong” dosen pembimbing untuk segera memeriksa dan menyelesaikan skripsinya. Jika itu terjadi, Ingat, dosen tidak hanya membimbing satu mahasiswa dan tidak hanya mengajar. Ada penelitian yang juga harus diselesaikan dosen dan ada masyarakat yang menunggu hadirnya dosen.

Dosen harus melayani kebutuhan mahasiswa, utamanya kebutuhan akademik. Dosen pun harus dihormati mahasiswa. Bukan dihormati hanya dengan bersalaman cium tangan atau membungkukkan badan ketika bertemu dosen atau membawakan bingkisan saat bimbingan, bukan itu! Tetapi menghargai tugas-tugas dosen. Cara menghargainya bisa dengan menghargai tugas dosen yang harus dilakukan di luar kampus. Menghargai dengan tidak menuduhnya menghambat, mempersulit atau bahkan memperkaya diri atau kampus. Dosen pun manusia biasa, sama seperti mahasiswa. Keduanya saling membutuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun