Saat tengah mengisi bahan bakar dan menunggu selesai, saya mendapati bahwa pengendara mobil mewah di belakang sedang mengisi Premium untuk mobilnya. Saya mengetahuinya berdasarkan warna nozzle yang digunakan, yaitu warna kuning. Karena merasa tak percaya dan heran, saya pun tanya dengan operator yang mengisikan mobil saya.
…
Setiap mampir di SPBU, saya memang selalu berusaha berinteraksi dengan operatornya. Sembari menunggu proses pengisian, sempatkan untuk mengobrol. Ya walaupun obrolan basa-basi, misalnya – “Bagaiamana kabarnya pak? Sehat? – “Sehat mas, mau isi apa mas?"
….
“Mobil belakang itu ngisi Premium ya Pak?” tanya saya pada operator. Sebelum menjawab pertanyaan itu, operator mengubah posisi badannya untuk melihat, “Iya mas, itu Premium,” jawab operator. “Wah, sayang ya mobil seperti itu kok menggunakan Premium,” saya membalas jawaban operator. “Biasa mas, banyak kok mobil mewah yang mengisi Premium,” ujar operator. Memang, banyak kendaraan mewah yang mengisi Premium.
Beberapa saat kemudian, nampak pengendara mobil mewah itu melihat kami dengan tatapan sinis. Sepertinya ia tau sedang dibicarakan. Saya pun membalas tatapan itu. Kemudian, pengendara tersebut berjalan ke arah depan. Saya kira mau menghampiri kami. Ternyata Ia hanya melalui sisi kiri mobilnya-belok kanan-lalu langsung masuk ke dalam mobil, ke kursi kemudi. Saya sempat melihat sepintas, ternyata di dalam mobil pun, ia masih terus memandangi kami, masih dengan tatapan sinis. Sepertinya ia benar-benar tau apa yang kami bicarakan tadi dan tampaknya tersinggung.
Dengan perilaku seperti itu, tampaknya pengendara mobil mewah tersebut menyadari bahwa menggunakan premium untuk mobil mewah keluaran terbaru itu, kurang tepat. Kalaupun ia merasa tersinggung, mungkin yang ia pahami adalah mobil mewah kok pakai bahan bakar murah (bersubsidi). Saya tak mau membahas masalah peruntukkan premium yang merupakan BBM bersubsidi (apalagi sekarang harga minyak dunia rendah) dan mungkin semua orang, -kaya atau belum kaya-, berhak menggunakan premium. Mungkin lho ya. Saya melihatnya dari aspek teknologi dan lingkungan.
Mobil mewah keluaran terbaru yang saya ceritakan di atas, ternyata memiliki rasio kompresi 10,8:1. Artinya, dari aspek teknologi, seharusnya tidak menggunakan Premium dengan RON 88, minimal Pertamax.
Jika memaksakan penggunaan premium untuk mesin kompresi tinggi, dapat menimbulkan pre-Ignition, yaitu kondisi di mana bahan bakar terbakar sebelum busi menyala. Jika itu terjadi, akan berakibat pada knocking, yaitu munculnya suara kasar dan getaran dari mesin. Dampak selanjutnya yang dapat dirasakan pengendara adalah tenaga mesin jadi menurun (performa menurun). Jika hal itu terus berlanjut, dapat merusak komponen utama mesin, seperti piston, pin piston dan connecting rod (setang piston). Padahal, harga komponen itu tidak murah dan biaya pemasangan/perbaikan juga mahal.
Dampak buruk lain dari penggunaan bahan bakar dengan RON rendah adalah bertambahnya muatan polutan dari gas buang kendaraan, selanjutnya berdampak buruk terhadap lingkungan. Jadi, alangkah baiknya jika para pengendara atau pemilik mobil mewah, mempelajari karakteristik kendaraannya. Agar kendaraan tersebut awet, serta tidak menambah polusi lingkungan. Sayangi mobil Anda dan sayangi lingkungan Kita.
Salam otomotif...