Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Begini Potret Petani Karet Saat Ini: Meprihatinkan

7 Februari 2016   20:58 Diperbarui: 7 Februari 2016   21:09 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bincang-bincang dengan petani karet (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Beberapa saat kemudian, saya beralih ke petani berikutnya. Saya berbincang dengan seorang petani yang terlihat masih muda. Namanya Pak Aan, kira-kira berusia 30 tahun. Beliau putra transmigran Jawa Tengah di Lampung. Kemudian pindah ke Sumatera Selatan. “Apa kabar mas? Jam berapa nimbang karetnya?” pertanyaan pembuka saya. “alhamdulillah sehat mas, katanya jam 10 mas” jawabnya. “bagaimana hasil karetnya mas, dapet banyak?”pertanyaan basa-basi saya. “wah, dapet sedikit mas. Kemarin kemarau panjang, ini pun sudah 2 mingguan gak ada hujan lagi”. “lha kalo gak kemarau dapetnya berapa kilo mas?”saya mencoba mencari tahu.

Kalo normal, ya dapet 250kg, sekarang paling Cuma 100kg, itupun kan bagi dua”. Ternyata, pak Aan adalah buruh tani, Ia menggarap lahan miliki orang lain. Biasanya, aturan yang berlaku di sini adalah hasil karetnya di bagi 2, sebagian untuk pemilik lahan dan sebagian lagi untuk buruh tani. Katakanlah Ia dapat 100Kg, jadi total uangnya Rp. 600.000. Uang 600.000 itu harus dibagi dua dengan pemilik lahan. Pak Aan membawa pulang hanya Rp 300.000. “duitnya habis untuk uang jajan Momo, mas, hehehe….” Ia menambahkan jawaban sambil tertawa kecil.

Momo adalah nama panggilan putra pertamanya yang sedang duduk di kelas 2 SD. Benar saja, apa yang bisa dilakukan dengan uang 300.000 untuk setengah bulan, ditengah harga kebutuhan pokok yang terus meningkat tanpa permisi. “kalo saya tidak ikut jd buruh pembangunan rel kereta api, saya tidak bisa makan mas” Ia memberikan informasi tambahan. Beruntung, saat ini sedang ada pembangunan rel jalur ganda, yang melibatkan warga sekitar yang daerahnya dilalui rel kereta tersebut. “kalau ikut mburuh rel, bagaimana berkebun karetnya mas?”saya penasaran. “saya ke kebun jam setengah 5 pagi mas, slesai-tidak selesai, sebelum jam 8 saya harus ke lokasi rel”.

Luar biasa perjuangan hidupnya, dari kebun langsung ke lokasi pembangunan rel. Waktu itu, saya ingin bertanya “apakah tidak capek, tiap hari seperti itu” tetapi saya batalkan, pertanyaan bodoh yang tidak perlu saya lontarkan. Sudah pasti melehakan. “sebenarnya sekarang susah berkebun karet, hasilnya tidak seberapa. Tapi kalau saya berhenti berkebun, nanti kalau harga karet mahal, susah dapat bagian lahan karet lagi. Jadi, saya tetap berkebun”. Ini merupakan pelajaran tentang perjuangan dan kesetiaan. Meskipun hasilnya kecil, Ia tetap semangat sembari berharap dan berdoa agar harga kembali naik.

Saya kemudian berbincang dengan petani lain. Wah, saya sudah seperti pejabat atau anggota dewan yang baik, yang berusaha mendengar keluhan rakyat. Menampung aspirasi rakyat, yang kemudian mengkonversi menjadi sebuah program yang menyejahterakan. Andai saja semua pejabat atau anggota dewan yang terhormat, menjalankan tugas dan fungsi dengan optimal… ah sudahlah. Kita kembali ke petani saja…

Saya berbincang dengan buruh tani yang lain. Beliau bernama Pak To, dengan usia sekitar 50 tahun. Berdasarkan hasil ngobrol dengan beliau, diketahui bahwa bulan ini beliau mendapatkan hasil karet hanya sekitar 80 Kg. Jika cuaca normal, hasilnya mencapai 200Kg. Jadi penjualan bulan ini, Beliau hanya mendapat sekitar Rp 240.000 (sudah dibagi dengan pemilik kebun).

Uang itu harus cukup untuk kebutuhan harian untuk 2 minggu ke depan. Beruntung, Beliau memiliki peternakan bebek, meskipun tidak banyak. Bebek tersebut bisa Ia jual untuk menyambung hidup. Sekarang, bebeknya hanya tersisa sekitar 30 ekor. Di samping itu, Beliau juga aktif menanam sayuran di pekarangan belakang rumah. Hasilnya bisa untuk konsumsi sendiri, dan sebagian bisa dijual. Upaya yang kreatif untuk menyambung hidup. Saya menyempatkan untuk mampir ke rumah beliau, dan melihat peternakan kecilnya.

[caption caption="Peternakan Kecil Milik Pak To (Dok Pribadi)"]

[/caption]

Dari hasil ngobrol dengan para petani, sebagian besar, sedang dalam kondisi prihatin. Pendapatan mereka merosot tajam. Sebagian dari mereka ada yang mencari usaha lain, namun tak sedikit yang tetap setia dengan karet. Berbagai upaya mereka lakukan, demi menyambung hidup dan menghidupi keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun