Mohon tunggu...
Yosep Berani
Yosep Berani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Orang biasa

Lahir di Lembata Saat ini bekerja sebagai Geologist Hobi baca dan Menulis, Travelling

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Maaf Tugasku Masih Gantung

26 Agustus 2019   23:50 Diperbarui: 27 Agustus 2019   00:21 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selamat Jalan nana John Kletor Domaking Bahagia di Surga" (7 september 1954-14 Agustus 2019)

Ketika kepergian beliau menghadap sang Kuasa pada tanggal 14 Agustus 2019 dan berselang 12 hari saya membuka kembali hardisk eksternal saya dan menemukan 'tugasku masih gantung'. Dalam hati saya merasa bersalah mengapa baru sekarang saya menemukan kembali file ini dan mempublikasikannya. Mungkin kebangetan lebai bagi anak-anak dan keluarga Nana ketika membaca tulisan ini.

Terserah apapun persepsi mereka bagi saya amanat tetap amanat. Saya percaya atas izin Nana saya beranikan untuk mempublikasikan walau hanya melalui media online yang notabenenya hanya sebagian orang yang membaca. Maafkan saya Nana saya bukan penulis hebat sepertiMu. Saya hanyalah seorang Engeneer yang sehari bergelut dengan ilmu-ilmu pasti yang atas didikanMu bisa menulis walau jauh dari kata sempurna di mata khalayak banyak.

Tulisan ini adalah tulisan asli ketika saya berbincang dengan Nana 26 September 2016 di Wangatoa. Nana mengatakan "anak kalau kamu senang menulis dan punya kenalan awak media tolong publikasikan tulisanmu tentang 'Nana' (Bahasa Lamholot-Ile Ape yang artinya paman/om). File ini masih utuh dan belum saya rubah.

John Domaking Mengabdi Tak Kenal Pensiunan

"How to Begin and How to Finish"

Oleh Yosep B. Elaman

Yohanes Kletor Domaking atau sering disapa John Domaking mungkin nama yang familiar di pendengaran orang Lembata. Ia adalah seorang guru, inspirator, motivator, bijak dan pelantun kalimat-kalimat indah dalam hajatan-hajatan akbar. Ia lantang di depan kelas dan pintar merajuk kalimat-kalimat puitis dari mimbar ke mimbar sebagai master of ceremony (MC).

Ia yang selalu berpenampilan rapi di mata publik dan selalu menatap ratusan bahkan ribuan manusia kini hanya bisa memandang dari balik jendela berukuran 40 cm x 100 cm. Ia adalah sosok pahlawan bagi keluarga besar dan murid-muridnya. Dia adalah pahlawan tanpa tanda jasa tak kenal pensiunan.

John Domaking putra asal Muruona dilahirkan di Muruona-Ile Ape-Lembata dari pasangan petani Bapak Andreas Payong Domaking (alm) dan Ibu Elisabeth Keling Matarau (alm) pada 7 september 1954. Mengenyam pendidikan sampai Sarjana Muda Bahasa Indonesia di Ende pada Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang cabang Ende tahun 1980 dan Diploma III (D3) Bahasa Inggris di BBC Pertiwi Jakarta. Mengawali karir sebagai guru di SMPK Ampera Waipukang pada tahun 1974. Ia juga pernah menjadi guru di berbagai seolah seperti di SMPK St.Pius Lewoleba, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Kemasyarakatan Lewoleba, SMA Kawula Karya Lewoleba (sempat menjabat Wakasek kurikulum dan kepsek), guru di Sekolah Pengembangan Pertanian (SPP) Kawula Karya, pengajar pada Kursus Asisten perawat RS. Bukit Lewoleba, Tutorial Paket C Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) Kabupaten Lembata, SMA PGRI Scolastika Lewoleba (Wakasek sarana dan prasarana), SMA Katolik St. Yakobus Rasul Lewoleba (wakasek kurikulum). Selain aktif sebagai guru beliau juga aktif di berbagai organisasi sosial kemasyarakatan dan politik. Ia pernah menjabat sebagai ketua LKMD (sekarang LPM) Lewoleba Timur 1996-2011, ketua Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD) 1999-2016 dan Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Lembata 2003-2008.

Tokoh motivator pendidikan lintasan generasi ini sangat peduli terhadap pendidikan. Hal ini dapat kita ketahui dari daftar riwayat karirnya atau sepak terjangnya di atas. Beliau lebih menitik beratkan pengabdiannya sebagai guru di lembaga swasta ketimbang lembaga negeri. Menurutnya lembaga pendidikan swasta jauh lebih baik (bukan soal upah) dari segi mutu dan managemen walaupun kenyataan berkata lain di kabupaten Lembata. Satu hal yang menjadi kebanggaannya adalah ia telah menjadi guru yang baik untuk sekian banyak generasi. Hal ini senada dengan pengakuan dari mantan murid-muridnya lintas generasi bahwa beliau adalah sosok guru yang baik dan pengajar professional dan metodelogik. Mereka selalu ingat pernyataan ceplas-ceplosnya "lebih gampang kawin daripada belajar, karena kawin tidak pernah diajarkan dan dipelajari tetapi ilmu pengetahuan kita belajar seperti setan tak kenal siang tak kenal malam, kita tetap belajar." Selain itu kalimat-kalimat motivasinya di sekolah "Mereka yang hari ini duduk muka bodoh di dalam kelas ini besok-besok adalah pejabat-pejabat besar di daerah ini, kami mendidik serigala menjadi domba." Memang pernyataan ini benar adanya karena banyak anak muridnya yang sudah menjadi orang penting (orang besar) dan orang baik di negeri ini.

Ketika ditanyai mengenai komentar, kesan dan pesan terhadap pendidikan di Lembata beliaupun bertutur. "Pendidikan di Lembata bila saya komentari maka pernyataan mungkin seperti ini 'tuntutan profesional guru dengan meningkatkan kesejahteraannya justeru membuat banyak guru terlena dan kurang memperhatikan sejauh mana dan sedalam apa tuntutan pembelajaran yang diharuskan oleh kurikulum". Beliau memiliki kesan untuk pendidikan di Lembata bahwa pendidikan di Lembata cuma menghasilkan lulusan tetapi soal mutu menjadi nomor terakhir. Oleh karena itu beliau berpesan perlu ditingkatkan mutu proses dalam pembelajaran di kelas dan mutu penilaian terhadap hasil kerja siswa. Mutu proses yang dimaksud adalah kekerapan guru dan murid bertatap muka dalam kelas, jangan bolos, jangan terlambat, dan jangan lupa menyelesaikan tugas.

Jogja Mei 2013 (dok. pribadi)
Jogja Mei 2013 (dok. pribadi)
Beliau yang sangat peduli dengan pendidikan di bumi Lembata ini kini hanya menghabiskan masa tuanya di atas kursi roda setelah 54 tahun berkarir sebagai guru. Di masa tua beliau ini, ia divonis menderita diabetes dan berakhir dengan diamputasi salah satu kakinya di RS Siloam Kupang pada akhir bulan Juni 2016. Kini hari-hari hidup beliau dihabiskan di kediamannya di Wangatoa-Lembata bersama keluarga besarnya. Beliau memiliki putra-putra hebat. Kecintaannya terhadap dunia pendidikan umumnya dan bahasa pada khusunya telah memotivasi anak-anaknya menggeluti dunia pendidikan dan bahasa. Mereka telah menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi dan sudah berkarir sebagai guru. Beliau memotivasi putra-putranya dengan kalimat mulailah bekerja dengan pertanyaan bagaimana memulai dan bagaimana mengakhiri (how to begin and how to finish) yang merupakan moto hidupnya. 

(Tulisan ini merupakan hasil perbincangan penulis dengan beliau pada Senin 26 September 2016 di kediaman beliau di Wangatoa, Lembata dan beliau menitipkan no kontaknya 082188854677, 081337474410 dan berpesan jika ada mantan murid saya yang kangen marilah bercerita !, dan terima kasih buat media yang memperkenalkan saya kembali ke publik).

Jakarta, 26 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun