Persawahan yang Indah dan Keunikan yang memukau, bikin betah untuk berada disini.
Cocok buat latar belakang foto apa lagi kalau fotonya bersama pasangan bakalan jadi kenangan yang terindah.
Petani padi sawah sering kita lihat dan kita jumpai di setiap kabupaten yang ada di pulau Flores. Namun yang terbanyak berada sisi barat, di tiga kabupaten yang dulunya satu kabupaten yaitu kabupaten Manggarai, sebelum dimekarkan menjadi tiga (3) kabupaten yaitu kabupaten Manggarai, kabupaten Manggarai Timur dan kabupaten Manggarai Barat.
Pada umumnya sering orang ketahui tentang penghasilan padi yang berada di tiga kabupaten ini yang terbanyak prnghasilan-nya berada di kabupen manggarai barat.
Namun bukan saja hasil sawahnya. Keunikan sawah di Manggarai seperti di Kecamatan Lembor Manggarai Barat, Cancar di Kecamatan Ruteng Manggarai dan Kampung Rawang, Kecamatan Lambaleda Manggarai Timur adalah pada bentuknya. Sawah di area ini berbentuk seperti jaring laba-laba atau yang disebut lodok dalam bahasa lokal. Seperti yang terdapat pada foto:
Dari keunikan sawah ini, bagi masyarakat Manggarai memiliki fungsi tersendiri terlebih khusnya dengan polah pengolahan Lahan secara Adat.
Demikian pula sistem pembagian sawah merupakan tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk memenuhi kebutuhan Bersama. Yang melakukan berhak melakukan pembagian lahan yaitu ketua adat atau dalam Bahasa local tu’a golo dan di ikuti oleh tu’a lingko beresta dengan masyarakat yang berhak untuk mendapatkan bagian dari pembagian lahan tersebut
Filosofi Lodok dan Jari Tangan
Marius Ardu Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif provinsi NTT yang berasal dari Manggarai, menyebut sistem pembagian lahan sawah oleh leluhur Manggarai dilakukan secara berpusat. Dimana titik nolnya berada di tengah-tengah lahan ulayat yang akan dibagi-bagi.
Polanya dengan menarik garis panjang dari titik tengah yang dalam bahasa Manggarai disebut lodok hingga ke bidang terluar atau cicing. Filosofinya mengikuti bentuk sarang laba-laba, dimana lodok, bagian yang kecil berada di bagian dalam (tengah) dan keluarnya makin lama semakin berbentuk lebar.
“Kewenangan untuk membagi tanah komunal ada pada Tu’a Teno (ketua adat), awal pembagiannya dilakukan melalui ritual adat Tente atau menancapkan kayu teno di titik episentrum lodok. Saat darah kambing ditumpahkan diatas kayu teno, menandakan pembagian lahan tersebut sudah sah secara adat,” jelas Marius kepada Mongabay Indonesia (19/07). Sawah bentuk lodok, jelasnya hanya satu-satunya di dunia, dan suatu keunikan budaya Manggarai yang perlu terus dijaga.
Gregorius Kabor, seorang warga Cancar menjelaskan, Tu’a Teno atau ketua adat dan Tu’a Golo atau tua kampung umumnya akan mendapatkan bagian luas sawah yang lebih besar. Konon pembagian tanah ulayat mengikuti rumus moso (jari tangan) disesuaikan dengan jumlah penerima tanah warisan dan keturunannya.
Sesuai rumus moso sebutnya, pembagian tanah diprioritaskan bagi petinggi kampung beserta keluarganya, yang lalu diikuti warga biasa dari warga suku, baru setelahnya dari warga luar suku.
“Secara adat warga luar pun bisa memiliki lahan sawah dengan memintanya kepada Tu’a Golo atau tetua kampung. Caranya dengan membawa seekor ayam jantan dan arak atau Kapu Manuk Lele Tuak dan disahkan melalui sidang dewan kampung yang di pimpin Tu’a Golo yang disahkan oleh Tu’a Teno,” ungkap Goris.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI