Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tambang Pasir Tak Berizin dan Dampaknya bagi Keberlangsungan Sawah di Pesisir Sungai

18 Januari 2025   15:39 Diperbarui: 18 Januari 2025   15:39 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tumpukan pasir dan kubangan besar di kali Noemuti akibat tambang pasir ilegal (VoxNTT/Eman Tabean)

Tambang Pasir Tak Berizin dan Dampaknya bagi Keberlangsungan Sawah di Pesisir Sungai

Penambangan pasir adalah kegiatan penggalian pasir dari bawah permukaan tanah atau dasar sungai untuk mendapatkan bahan galian atau pasir yang memiliki nilai ekonomis

Pasir yang dihasilkan dari penambangan ini digunakan untuk berbagai keperluan: konstruksi, industri, dan reklamasi, seperti pembangunan rumah penduduk, jembatan, dan aneka bangunan lainnya.

Kini yang menjadi persoalan adalah tambang pasir di sungai tanpa izin. Pada hal menurut pengakuan masyarakat setempat, perusahaan penambang pasir itu sudah lama beroperasi.  Lantas mengapa tidak memiliki legalitas, namun dibiarkan beroperasi sepanjang waktu ini.

Selain tidak memiliki legalitas, aktivitas penambangan pasir tersebut juga dapat mengancam beberapa areal persawahan dan merusak saluran irigasi yang mengairi persawahan di pesisir sungai.

Seperti yang dirilis kpksigap.com ada dua perusahaan penambangan pasir di Sungai Noemuti, Nusa Tenggara Timur yang telah berlangsung belasan tahun, namun beroperasi secara liar. 

Kedua perusahaan tambang pasir sungai ilegal itu adalah PT. Ramayana yang berlokasi di sepanjang sungai Noemuti di Desa Naiola, dan PT. Pelita Nusantara di sepanjang sungai Noemuti di Desa Bijeli.

Mengapa dikatakan Ilegal?

Menurut ketua Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan TTU (GARDA TTU), Paulus B. Modok dalam kpksigap.com, yang menyesalkan adanya aksi tambang liar tersebut. 

Dikatakan tambang ilegal karena jelas-jelas melawan hukum. Artinya seharusnya sebelum memulai aksi tambang, sudah harus terlebih dahulu mengantongi izin tambang, baru mulai melakukan penambangan. Apalagi praktek ini sudah berlangsung sekian tahun lamanya , namun lolos dari perhatian dan pantauan pemerintah.

Pada hal sudah diketahui bahwa Undang-undang yang mengatur izin pertambangan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.

Selain undang-undang, kegiatan pertambangan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). PP yang mengatur pertambangan di antaranya: PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021.
Ada juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang mengatur tentang Pertambangan rakyat; yaitu kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan pemerintah.

Contoh pertambangan rakyat adalah penambangan bahan galian yang dilakukan secara kecil-kecilan oleh masyarakat setempat. Pertambangan rakyat dapat dilakukan secara gotong-royong dan menggunakan alat-alat sederhana.

Meskipun dikatakan pertambangan rakyat, namun harus juga mendapatkan izinan. Untuk melakukan pertambangan rakyat secara legal, masyarakat dapat mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). IPR biasanya diberikan oleh Menteri kepada penduduk setempat atau pun koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.

Dalam praktik, ada juga pertambangan rakyat yang dilakukan tanpa izin yang disebut Pertambangan Tanpa Izin (PETI). PETI merupakan aktivitas pertambangan yang melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana.

Dalam hal ini, rupanya praktek yang dilakukan kedua PT  yaitu Ramayana dan Pelita Nusantara di sepanjang sungai Noemuti itu termasuk Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Dan itu berarti kalau betul-betul tidak memiliki izin dapat dikatakan melanggar hukum dan dikenakan sanksi pidana.

Ilustrasi Hamparan padi dipersawahan Klae yang keberadaannya terancam akibat aktivitas penambangan pasir di kali Noemuti (Eman Tabean/Vox NTT) 
Ilustrasi Hamparan padi dipersawahan Klae yang keberadaannya terancam akibat aktivitas penambangan pasir di kali Noemuti (Eman Tabean/Vox NTT) 

Dampak dari Tambang Pasir Tak Berizin

Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) dampak langsung dari penambangan pasir ilegal di sungai Noemuti yang sudah dilakukan selama sekian tahun.

Pertama, Erosi dan Sedimentasi

Penggalian pasir di tepi sungai dapat melemahkan struktur tanah, sehingga rentan longsor. Sedimen yang terbawa aliran sungai dapat menumpuk di daerah hilir, sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan mudah terjadi banjir.

Kedua, Kurangnya debit air permukaan

Penambangan pasir dalam sungai dapat menyebabkan adanya lubang-lubang akibat penggunaan alat berat dan juga adanya tumpukan pasir sehingga menyebabkan berkurangnya debit air permukaan atau mata air.

Ketiga, Berkurangnya keanekaragaman hayati

Penambangan pasir tak berizin dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati flora dan fauna akuatik yang terdapat dalam sungai. 

Kegiatan penambangan dan pengerukan pasir cenderung menurunkan kualitas air di bagian hilir yang dapat berdampak buruk pada kehidupan akuatik. Dengan sendirinya ikan-ikan kecil akan ikut tergerus oleh alat berat yang dipergunakan untuk mengangkut pasir.

Bagaimana dengan Masyarakat Petani Sawah di Pesisir Sungai

Dampak langsung yang diperoleh masyarakat petani sawah di pesisir sungai adalah kurangnya debit air karena adanya lubang-lubnag penampungan air akibat penggunaan alat berat sehingga sulit mengairi sawah mereka.

Seperti yang dialami oleh para petani sawah sepanjang Sungai Noemuti yang selama ini hanya mengandalkan air sungai Noemuti untuk mengairi sawah-sawah mereka.

Seperti dirilis lekontt.com, akibat tambang pasir di Noemuti, menyebabkan air sungai kering, sawah rusak dan akibat lanjutnya adalah rakyat mengalami kelaparan.

Pertambangan pasir ilegal di Sungai Noemuti oleh perusahaan berdampak pada areal persawahan sepanjang pesisir sungai seperti persawahan Tainunus, Desa Naiola; Persawahan Riber di Desa Oenak; Persawahan Nit'os, dan Persawahan Klae di Desa Naiola mengalami kekeringan.

Solusi yang Ditawarkan?

Mau atau tidak mau solusi mesti ditawarkan agar masyarakat para petani kecil yang hanya menggantung hidupnya dari sawah terutama yang airnya diperoleh dari Sungai Noemuti, harus mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak agar mereka tidak terancam oleh kelaparan.

Untuk itu beberapa solusi berikut ditawarkan dan sekaligus dikawal hingga mendatangkan hasil yang diharapkan bersama, yakni:

1.   Terhadap dugaan tambang liar di Sungai Noemuti oleh PT. Ramayana dan PT. Pelita Nusantara, semua pihak mendesak agar pihak Kepolisian Timor Tengah Utara dapat membangun kerja sama dengan Pemerintah Daerah TTU agar segera memanggil kedua pihak pengusaha tambang tersebut untuk mempertanggungjawabkan tindakan ilegal mereka, dan segera dihentikan. Itu solusi pertama.

2.  Para pemangku adat dan tokoh pemerintah segera menutup akses jalan keluar-masuk kendaraan yang bertujuan untuk mengambil material berupa pasir dan batu di sungai Noemuti sehingga  dapat semakin meminimalisir kegiatan penambangan, dalam hal ini penggunaan alat berat untuk pengambilan pasir.

3.   Segera membuatkan irigasi yang baik bagi masyarakat petani sawah yang menggunakan air dari sungai Noemuti yang sawahnya berada di pesisir sungai mulai dari Bijeli hingga Maurisu. Dengan membuat irigasi yang baik dan berkurangnya penambangan pasir di Sungai Noemuti dapat menghidupkan kembali para petani sawah di pesisir sungai.

4.   Dan untuk menambah debit air permukaan pada sungai atau kali Noemuti, maka tiada henti-hentinya solusi yang ditawarkan adalah penanaman pohon-pohonan baru di sepanjang pesisir sungai harus terus digalakkan, supaya mengurangi erosi akibat penggalian itu dan debit air semakin meningkat.

Demikianlah sebuah kajian sederhana mengenai dampak tambang pasir ilegal bagi keberlangsungan sawah di pesisir sungai Noemuti dan solusinya. Semoga bisa membawa manfaat bagi warga.

Atambua: 18.01.2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun