Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengurai Tradisi Fui Tuak atau Kumpul Keluarga Sebelum Pernikahan di Kabupaten Belu

22 November 2024   06:13 Diperbarui: 23 November 2024   07:55 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Pernikahan keluarga (Foto. Dok. Pribadi)

"Pernikahan bagaikan melihat daun yang jatuh di musim gugur: Selalu berubah dan semakin indah setiap hari."

Kompasiana menyuguhkan sebuah topik pilihan yang sangat menarik namun menantang kita para Kompasianer untuk mengurai persoalan yang dihadapi para calon pengantin sebelum memasuki bahtera kehidupan rumah tangga.

Sebenarnya salah satu hal yang menjadi penyebab menurunnya angka pernikahan dewasa ini adalah tuntutan mewahnya pesta pernikahan, karena itu menuntut juga kantong tebal dari calon pengantin. Kalau tidak maka taruhannya adalah berutang.

Kompasiana menulis: "Menurutmu, apa penyebab utama pasangan muda rela berutang demi pernikahan? Apakah tekanan sosial, gaya hidup, atau kurangnya edukasi finansial?"

Jawabannya jelas ada tekanan sosial dari keluarga besar (big familly), juga tidak terlepas dari gaya hidup (lifestyle) suka berpesta pora; dan tentunya juga ujung-ujungnya adalah kurangnya pendidikan literasi keuangan (edukasi finansial).

Tulisan ini hendak mengangkat sebuah tradisi yang sebenarnya dapat dikatakan sebagai tradisi yang negatif, namun sudah sekian lama menjadi praktik hidup masyarakat di kabupaten Belu yang dinamakan "Fui Tuak" atau "Kumpul Keluarga" sebelum pesta pernikahan seorang anggota keluarga.

Penulis memberi judul pada tulisan ini, "Mengurai Tradisi Fui Tuak atau Kumpul Keluarga Sebelum Pernikahan di Kabupaten Belu, Timor, Nusa Tenggara Timur.

Pengertian dan Makna Tradisi Fui Tuak atau Kumpul Keluarga

Tradisi Fui Tuak merupakan suatu kebiasaan dalam adat perkawinan yang sudah lama dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Timor, khususnya di kabupaten Belu.

Fui Tauk merupakan kata bahasa Tetun dari dua kata "Fui dan Tuak". Kata "Fui" artinya "Tuang" dan "Tuak" artinya "Sopi" yaitu sejenis minuman keras yang terbuat dari pohon lontar atau enau atau gewang.

Caranya: air dari irisan bakal buah lontar, atau enau, atau gewang kemudian dicampur dengan beberapa ramuan tradisional dan kemudian disuling hingga menghasilkan tetesan minuman beralkohol tradisional.

Acara "Fui Tuak" adalah kegiatan kumpul keluarga dengan menyebarkan undangan baik tertulis maupun lisan kepada segenap anggota keluarga besar, kenalan, dan rekan sekerja.

Acara fui tuak merupakan penyelenggaraan perjamuan bersama yang diadakan oleh calon pengantin, umumnya calon pengantin laki-laki yang bertujuan untuk mengumpulkan dana untuk persiapan perkawinan atau melunaskan belis/mahar perkawinan.

Pada saat acara Fui Tuak ini, keluarga penyelenggara itu menyembeli seekor babi besar untuk memberi makan kepada semua keluarga yang datang.

Biasanya setiap keluarga yang datang akan menuliskan namanya dan jumlah uang yang disumbangkan. Biasanya tergantung pada kemampuan setiap orang.

Setelah tamu menuliskan nama, alamat, dan besarnya uang yang diberikan, kepadanya petugas menyodorkan segelas tuak atau sopi dan sirih pinang.

Setelah meneguk segelas atau sesloki tuak atau sopi, selanjutnya tuan acara mempersilahkan yang bersangkutan untuk mengambil makanan dan minuman yang telah disediakan.

Pemaknaan Terhadap Tradisi Fui Tuak

Tidak tahu sejak kapan tradisi ini mulai dipraktikkan. Namun sebagai sebuah praktik budaya, sebenarnya tradisi ini memiliki nilai-nilai luhur tertentu yang bisa dimaknai dan dilestarikan. Meskipun di sana sini ada juga hal-hal tertentu yang tentu saja bukanlah tujuannya, namun perlu diwaspadai supaya jangan makin berkembang.

Ada pun makna yang dapat dipetik dari praktik tradisi Fui Tuak ini adalah sebagai berikut:

1. Bentuk Solidaritas antar keluarga

Tradisi Fui Tuak ini merupakan suatu bentuk solidaritas dan subsidiaritas antar keluarga untuk membantu anak atau pemuda dari anggota suku yang akan memasuki hidup perkawinan.

Sejak awal mula praktik ini dilakukan sebenarnya tujuan utamanya adalah untuk membantu meringankan beban pemuda dalam hal ini keluarga si laki-laki untuk membayar atau melunaskan belis atau mahar perempuan. Jadi bukan untuk membantu menyelenggarakan pesta perkawinan.

2. Mengikat dan menguatkan tali persaudaraan

Dalam prakteknya, keluarga penyelenggara mengundang semua yang memiliki ikatan persaudaraan baik karena ikatan darah, maupun karena pekerjaan, teman maupun orang lain yang punya kepedulian yang sama.

Acara Fui Tuak akan semakin ramai apabila si calon pengantin laki-laki itu memiliki banyak kenalan dan koneksi. Bukan hanya dinilai dari berapa uang yang terkumpul, tetapi berapa banyak saudara yang terlibat dalam acara tersebut.

3. Bentuk Pendidikan (edukasi budaya)

Salah satu makna lain yang tersirat melalui acara fui tuak ini adalah adanya pendidikan atau edukasi budaya. Hal yang baik dari tradisi ini dapat diwariskan atau diturunkan juga kepada anak-anak muda lainnya untuk menghargai setiap praktik budaya yang baik.

Misalnya menghargai persaudaraan, melatih anak-anak muda untuk ikut bertanggungjawab, dapat mengenal banyak anggota keluarga besar lainnya, yang mungkin selama ini tidak saling kenal.

Dampak atau Kekurangan dari Tradisi Fui Tuak

Mesti disadari bahwa tradisi fui tuak ini merupakan satu praktik baik dalam masyarakat terutama untuk membantu meringankan kesulitan yang dihadapi pihak keluarga laki-laki untuk membayar atau melunaskan belis perempuan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktiknya ada hal-hal yang kurang atau yang harus mendapatkan perhatian khusu agar tidak menjadi praktik buruk atau negatif.

1. Acara Fui Tuak bukan untuk membantu menyelenggarakan pesta pernikahan

Dari tujuan aslinya, acara fui tuak bukanlah untuk membantu keluarga menyelenggarakan pesta, tetapi semata-mata untuk mengunmpulkan uang demi membantu melunaskan belis, supaya tidak menjadi beban bagi pengantin pria.

Namun sering itu disalahgunakan. Uang yang terkumpul bukannya untuk membayar belis tetapi untuk menyelenggarakan pesta pora. Sehingga tujuan fui tuak tidak tercapai.

2. Acara Fui Tuak menimbulkan Utang bagi Keluarga

Sesuai artinya, fui tuak atau tuang sopi hanya untuk membantu, tetapi dalam praktiknya sering terjadi transaksi keuangan yang menjadi bukan saja "ARISAN" tetapi menjadi Hutang baru bagi keluarga laki-laki.

Jadi memang mula-mula menjadi acara ARISAN keluarga, namun lama-lama sudah menjadi semacam "HUTANG" yang harus dikembalikan dengan bunga yang lebih besar.

Sebagai contoh, pada suatu kelompok masyarakat tertentu, telah terjadi praktik yang salah. Karena sesuai kesepakatan mereka, selain semacam arisan, tetapi ada juga pemberian utang.

Misalnya pada acara Fui Tuak dari A, keluarga B membawa uang 1o juta. Nanti pada saat acara Fui Tuak dari B, keluarga A harus membawa dua kali lipat ditambah sumbangan pribadi. 

Pada saat B melakukan acara Fui Tuak, keluarga A harus membawa atau mengembalikan 20 juta ditambah sumbangan pribadi Rp 1.000.000. Jadi kalau pada saat A menyelenggarakan fui tuak, B membawa Rp 11.000.000, maka ketika B menyelenggarakan Fui Tuak, A harus membawa Rp 21.000.000.

Praktek seperti inilah yang kadang dirasakan sebagai pemberian utang baru kepada yang membuat Fui Tuak. Maka kekurangan atau dampak negatifnya adalah terjadi transaksi hutang piutang yang artinya menambah beban hutang baru bagi keluarga laki-laki.

3. Praktik Fui Tuak telah bertentangan dengan tujuan semula

Sejauh diketahui bahwa tujuan pertama-tama dari tradisi Fui Tuak adalah untuk membantu melunaskan belis, dalam hal ini membantu keluarga laki-laki, khususnya di kabupaten Belu karena memiliki belis atau mahar perempuan yang besar. 

Namun dalam praktek bukan hanya untuk perkawinan di Belu, tetapi di mana saja, pada hal di tempat lain tidak mempunyai belis sebanyak di Belu (pada waktu itu!).

Selain itu, kalau dulu yang membuat Fui Tuak atau Kumpul Keluarga itu pihak laki-laki, maka sekarang keluarga perempuan juga menyelenggarakan acara Fui Tuak. Maka ini suatu praktek yang keliru atau salah.

Pelajaran dan Pemberian Makna Baru Terhadap Praktek Fui Tuak

Sebagai tradisi yang baik atau kearifan lokal, tentu harus dipertahankan sejauh memiliki nilai atau makna edukasi/pendidikan bagi masyarakat. Tetapi apabila dalam praktik ada hal-hal yang keliru maka harus dimurnikan kembali.

Bagaimana caranya?

1. Para pemangku adat termasuk pemerintah setempat sebaiknya melakukan rapat bersama, mengevaluasi dan meletakkan kembali tujuan dan makna yang sesungguhnya dari tradisi Fui Tuak ini, agar memberikan edukasi bagi masyarakat khususnya generasi milenial atau Gen Z agar mereka juga paham atas tradisi yang baik dan melestarikannya.

2. Sebagai bentuk solidaritas untuk saling membantu, tidak boleh menjadikan itu sebagai beban utang baru bagi keluarga baru tersebut.

3. Tradisi Fui Tuak hanya untuk membantu meringankan beban membayar belis bukan untuk menyelenggarakan pesta.

4. Penyelenggaraan pesta nikah yang besar-besaran hendaknya dihindari supaya tidak menimbulkan beban utang pada keluarga yang baru memulainya. Prinsipnya tidak boleh membebankan keluarga baru dengan utang. Jangan sampai mereka mulai masuk keluarga baru dengan utang.

Akhirnya, segala bantuan yang diberikan kepada sama saudara kita hendaknya sebagai bantuan bukan menjadi Hutang baginya. 

Kata Santo Paulus: Bertolong-tolonglah kamu menanggung bebanmu karena itulah yang dikehendaki Tuhan.

Selanjutnya, alangkah baiknya bila seseorang yang hendak memasuki rumah tangga atau perkawinan, menyiapkan diri dengan baik termasuk kematangan finansial.

Penyelenggaraan pesta perkawinan hendaknya disesuaikan dengan keadaan keuangan kita, supaya jangan besar pasak daripada tiang!

Semoga bermanfaat!

Atambua: 22.11.2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun