Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tasanut Hau Noo, Ritual Adat Kosmis dan Spiritualitas Ekologis yang Harus Dilestarikan

15 November 2024   23:03 Diperbarui: 16 November 2024   07:43 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar ritual adat/Lintas Biinmafo (Poldus Meomanu)

Pengantar

Sebagai pulau dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian petani dan peternak, Timor menyimpan banyak praktek budaya dan ritual adat yang bersifat kosmis yang melekat dengan eksistensinya itu.

Hampir setiap aktivitas menyangkut hidup dan kehidupan manusia ada ritual adat yang harus dilakukan, baik sebelum maupun sesudah suatu aktivitas itu dilakukan. 

Kalau ritual adat dilakukan sebelum melaksanakan suatu aktivitas itu dilihat sebagai ritual permohonan izin. Sedangkan ritual adat yang dilakukan sesudah suatu aktivitas dimaknai sebagai ucapan terima kasih. Terlebih lagi bila dari aktivitas yang dilakukan itu mendatangkan hasil yang banyak, tentu dalam ritual adai itu juga mengorbankan banyak, misalnya dengan membunuh sapi, atau kerbau, atau babi yang besar.

Sebagai contoh, para petani Timor sebelum melakukan aktivitas menebang pohon atau mengambil air untuk suatu urusan yang penting, mesti didahului dengan suatu ritual adat.

Ritual adat itu diyakini sebagai permohonan izin kepada Sang Pemilik Kehidupan. Permohonan izin tersebut selalu dilakukan dalam upacara khusus dengan mempersembahkan korban.

Ritual Adat Tasanut Hau Noo

Tasanut Hau Noo merupakan sebuah ritual adat yang dalam bahasa Dawan atau Atoni Pah Meto artinya menurunkan ranting atau daun kayu. 

Tasanut artinya turunkan; Hau noo (Hau = kayu/pohon; noo = daun) berarti daun kayu. Jadi ritual adat kosmis, tasanut hau noo berarti upacara atau ritual adat untuk menurunkan daun kayu atau ranting pohon. 

Untuk diketahui bahwa masyarakat Dawan itu meliputi sebagian besar penduduk kabupaten Timor Tengah Utara, kabupaten Timor Tengah Selatan; sebagian besar penduduk kabupaten Kupang; dan seluruh distrik Ambeno, daerah enklave Timor Leste.

Ritual Tasanut Hau Noo merupakan suatu ritual adat yang dilakukan ketika masyarakat para petani Timor hendak membuka lahan baru, khususnya di hutan milik suku.

Ritual kosmis ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang. Sekali lagi sebagai masyarakat peramu, para petani Timor yang memegang teguh adat istiadat, tidak akan masuk hutan untuk memulai menebang pohon atau menebas belukar, kalau belum dilakukan ritual adat tasanut hau noo ini.

Dalam prakteknya, upacara atau ritual adat ini mesti dilakukan dalam tahapan-tahapan tertentu dengan perlengkapan yang harus disiapkan dengan sebaik-baiknya.

Tahapan Pelaksanaan ritual adat Tasanut Hau Noo

Untuk melaksanakan ritual adat kosmis, Tasanut Hau Noo, sebetulnya ada beberapa tahapan yang harus dilalui, antara lain:

Tahap Pertama: Musyawarah adat atau disebut "Tolas atau Matolas."

Kalau ada anggota suku yang merencanakan mau membuka kebun baru pada areal hutan suku dan akan menebang pohon, maka dia harus menyampaikan kepada ketua suku untuk memanggil rapat (matolas). Tolas atau rapat ini dilakukan untuk membicarakan rencana pembukaan kebun baru itu.

Siapa yang harus hadir atau diundang dalam rapat atau musyawarah ini? Pertama-tama yang harus hadir adalah para petani yang hendak membuka lahan baru (Amoe' lele), anggota suku pemilik hutan (ana' tobe), dan para ketua suku (am naestin/mnasi).

Musyawarah ini disebut musyawarah adat. Maka tujuannya adalah untuk mencapai mufakat bersama mengenai rencapa pembukaan lahan baru, dan membicarakan kapan, siapa, dan bagaimana ritual adat dilakukan.

Pertama-tama, kesepakatan bersama soal waktu untuk mulai mempersiapkan segala sesuatu yang perlu.  Termasuk di dalamnya membicarakan hewan apa yang akan dikurbankan, apakah sapi, kerbau , atau babi.

Kalau ada urusan adat, maka tidak ketinggalan juga disiapkan 'sopi' sebagai bagian dari minuman adat. Tentu saja bukan bertujuan untuk mabuk, tetapi sebagai wujud persaudaraan dan kekeluargaan.

Soal siapa yang akan membawa hewan kurban, biasanya dibebankan kepada mereka yang akan membuka lahan baru. Kalau mereka banyak orang maka, mereka bisa mengumpulkan sejumalh uang untuk membeli hewan. Di tempat tertentu, ketua suku menentukan masing-masing membawa kurbannya.

Tahap Kedua: Pelaksanaan Ritual Adat.

Ritual adat Tasanut Hau Noo dilaksanakan apabila mereka yang mau membuka lahan baru itu sudah selesai melakukan penebangan pohon dan menebas rumput liar.

Ritual adat ini biasanya dilakukan di tengah hutan. Di sana dibuatkan sebuah mezbah yang dikenal dengan istilah bahasa Dawan "Tok'a atau 'toko'. 

Mezbah ini biaasanya terbuat dari batu yang ditumpukkan seperti altar.  Acara selanjutnya di atas mezbah itu disimpan sebuah tenasak atau kabi berisi sirih pinang, sejumlah uang logam, dan satu botol sopi. Biasanya terjadi pada bulan Juni/Juli.

Kini sapi atau kerbau atau babi siap untuk di bunuh dengan terlebih dahulu menyampaikan maksud melalui doa adat. Tentu saja tidak semua orang bisa melakukan tahap ini, termasuk mengucapkan doa adat. Karena itu hanya orang-orang tertentu yang bisa melaksanakan tahap ini.

Setelah hewan dibunuh, bakar dan potong, ada bagian tubuh tertentu yang harus disampaikan kepada 'pemangku adat' untuk dilihat dan didoakan. Setelah itu, daging tersebut dibakar atau direbus lalu dibagikan kepada semua yang hadir untuk makan bersama yang disebut 'makan adat'.

Bukan banyaknya, tetapi maknanya yang dipentingkan di sini yaitu memohon restu Sang Pemilik Hutan/Tanah/Air yaitu UIS NENO/Tuhan menurut orang Dawan, agar dari lahan  atau kebun baru itu mendatangkan hasil yang banyak.

Tahap Ketiga: Membakar ranting, tumpukan kayu dan daun-daun kayu yang disebut Toto' Nunu.' 

Kegiatan membakar daun atau ranting kayu ini biasanya terjadi pada puncak musim panas/kemarau (bulan Oktober). Kegiatan membakar ini biasanya melibatkan bapak-bapak dari anggota suku. Semakin tinggi api membakar disertai bunyi gemuruh menandakan bahwa kebun baru hampir siap untuk diolah.

Tahap Keempat: Memadamkan bara api (Sifo' Nopo').

Lagi-lagi untuk melaksanakan tahap ini semua pemuda atau bapak-bapak dalam suku terlibat. Biasanya setelah selesai membakar dan memadamkan api, maka yang menjadi sasaran adalah pemilik kebun baru. Sebagai tanda memadam api, maka si pemilik kebun baru akan disiram dengan air sebagai tanda mendapat berkat, sekaligus mempercepat turunnya hujan membasahi bumi.

Upacara atau ritual adat Tasanut Hau Noo sampai di sini. Nanti sebelum menanam bibit baru, ada lagi upacara. Demikian pun pada saat panen semuanya memiliki ritual adat sebagai bentuk penghormatan terhadap Penguasa Kehidupan dan para leluhur yang menjaga.

Spiritualitas Ekologis yang Harus dilestarikan

Tujuan ritual adat Tasanut Hau Noo dilakukan untuk menjaga keseimbangan dengan alam karena relasi dengan para leluhur dan Wujud yang tertinggi yaitu UIS NENO yang kuat dan dalam.

Orang Dawan di Timor memiliki keyakinan yang kokoh  bahwa segala yang ada di bumi ini yaitu pohon, air, tanah dan batu yang menjadi sarana ritual adat memiliki 'roh' sehingga dapat memperpanjang atau menyampaikan doa-doa yang kita sampaikan untuk mendapatkan berkat dan restu dari Tuhan.

Dengan melakukan ritual adat tersebut menjadi sebuah spiritualitas ekologis yang kuat dan mendalam. Sehingga apabila terjadi penebangan pohon di kawasan hutan suku yang dilarang akan mendapatkan sanksi adat.

Sayang saat ini tidak banyak lagi orang yang bisa melakukan praktek adat dan budaya tersebut. Praktek kearifan lokal ini mulai perlahan-lahan ditinggalkan. Pada hal memiliki nilai spiritualitas ekologis yang tinggi yakni menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, untuk menyelamatkan hutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Karena itu kepada semua pihak baik pemangku adat maupun pemerintah untuk memikirkan dan mengupayakan cara-cara yang tepat untuk melestarikan berbagai praktek budaya. Ritual-ritual adat kosmis dan ekologis sebaiknya ditularkan kepada kaum millenial sebagai bentuk cinta terhadap produk dan kearifan lokal yang baik.

Mari kita berusaha untuk tetap melestarikan praktek-praktek budaya  dengan sasaran utama kaum millenial atau gen Z kita untuk mereka juga paham budaya dan ritual adat dalam kehidupan. Sebab kalau bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang, kapan lagi.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Atambua: 15.11.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun