Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sikap Batin yang Benar: Memaafkan Sekaligus Melupakan!

14 Agustus 2024   07:45 Diperbarui: 14 Agustus 2024   08:03 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap Batin yang Benar: Memaafkan Sekaligus Melupakan!

Menuliskan sesuatu, apalagi tentang perbuatan dan sikap batin untuk memaafkan merupakan sesuatu yang gampang-gampang sulit. Sebab pada kenyataannya demikian, orang gampang mengatakan maaf kepada sesamanya, namun sulit melupakan kesalahan yang pernah dilakukan sesamanya itu.

Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas ke damaian di dalam hati (Tere Liye, seorang Penulis Indonesia).

Kedamaian di dalam hati sebagai akibat atau dampak  atau hasil dari  suatu keputusan untuk memaafkan seseorang seperti dikatakan Tere Liye itu sama artinya dengan melupakan apa yang ada di belakangku.

Memaafkan seharusnya sekaligus melupakan. Itulah sikap batin yang benar. Jangan katakan telah memaafkan, sementara itu tidak mampu melupakan kesalahan. Itu sama dengan dusta. Maka sering kita mendengar orang mengatakan 'janganlah ada dusta di antara kita!'

Memaafkan dan sekaligus melupakan itu berat. 

Sikap batin seperti itu membutuhkan perjuangan ekstra. Dalam doa jalan salib umat Katolik, khususnya pada waktu masa prapaskah di sana dikatakan "Jatuh memang merupakan pengalaman yang tidak enak. Lebih-lebih bila disaksikan dan diketahui banyak orang". Apalagi kalau jatuh itu disebabkan oleh orang lain. Apakah kita berani bangun, memaafkan,  dan melupakan pengalaman itu?

Mother Teresa dari Calcuta pernah mengatakan "Jika kita benar-benar ingin mencintai, kita harus belajar cara memaafkan.  Dan agar cinta itu menjadi nyata, ia harus berbiaya, harus sakit, dan terutama harus mengosongkan diri kita terlebih dahulu".

Pengosongan diri atau kenosis itu sudah lebih dahulu dicontohkan oleh Sang Guru Yesus Kristus. Begitu Ia mengampuni, Ia melupakan semua masa lampaumu sehingga yang ada hanyalah masa depan!

Bagaimanakah Caranya agar kita Berani Memaafkan dan sekaligus Melupakan?

Pertama: Mulailah dengan membangun komitmen untuk berani memaafkan.  

Memaafkan merupakan suatu komitmen manusia untuk berubah. Mungkin kita butuh waktu. Termasuk belajar untuk memaafkan. Komitmen itu memang perlu untuk bergerak maju ke arah sikap memaafkan. Ya bukan sekedar memaafkan di bibir saja. Bukankah ada syair lagu yang berkata: "Lain di bibir lain di hati". Dalam hal ini, bila kita sudah terlebih dahulu membuat komitmen dengan diri sendiri, maka kita dapat melakukan sesuatu yang lebih, termasuk melupakan kesalahan masa lalu.

Kedua: Menyadari bahwa Setiap Orang Tidak Luput dari Kesalahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun