Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Geliat Desa Maurisu sebagai Lumbung Padi dan Ternak bagi Masyarakat Timor Tengah Utara

7 Agustus 2024   11:35 Diperbarui: 8 Agustus 2024   18:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Areal sawah di Maurisu/Petra, FB

Saya mengawali tulisan ini dengan mengutip beberapa kata mutiara dan bijak dari www.bola.com mengenai desa dan pertanian yang menjadi fokus untuk sebuah pemikiran tentang geliat desa wisata.

"The power of words!", Kekuatan dari kata-kata dapat merubah kehidupan. 

Sebab pada mulanya adalah 'Kata' demikian Yohanes mengawali Injilnya. 

"Kehidupan desa lebih disukai, karena di sana kita melihat pekerjaan Tuhan, tetapi di kota-kota hanya pekerjaan manusia. Dan yang satu menjadi subyek yang lebih baik untuk kontemplasi daripada yang lain" (William Penn: 1644-1718, Pendiri Negara Bagian Pennsylvania U.S.A)

"Udara segar di pedesaan mengingatkan kita bahwa darah kita melonjak dari alam dan betapa terikatnya kita dengan ritme bumi dan langit, cuaca, dan musim" (Kilroy J. Oldster: 1902-1962, Pengarang Buku)

"Saya hidup dalam kesendirian di pedesaan dan melihat bagaimana kehidupan yang tenang dan monoton merangsang pikiran kreatif" (Albert Einstein: 1879-1955, Fisikawan).

"Desa yang maju adalah desa yang memungkinkan semua warganya menikmati kehidupan yang bebas dan sehat di lingkungan yang aman" (Kofi Annan: 1938-2018, Diplomat).

"Tersenyumlah wahai para petani, Tuhan takkan mengkhianati upaya dan kerja keras akan berbuah manis mulai hari ini, besok, dan nanti"

"Kerja seorang guru tidak ubah seperti kerja seorang petani yang senantiasa membuang duri serta mencabut rumput yang tumbuh di celah-celah tanamannya"

"Kesuksesan bagi petani tidak diukur berdasarkan hasil panen yang melimpah, melainkan berapapun hasil kerjanya, tetapi tetap dihargai".

Saya mau katakan bahwa pertanian adalah bagian dari desa, dan pekerjaan sebagai petani merupakan kehidupan masyarakat desa.

***

Ilustrasi Pelantikan Kepala Desa Maurisu/Pos Kupang
Ilustrasi Pelantikan Kepala Desa Maurisu/Pos Kupang

Pada tahun 1978 -1988 Provinsi Nusa Tenggara Timur dipimpin oleh Gubernur Benediktus Mboi selama dua periode. Saat itu digalakkan sebuah program dengan nama Operasi Nusa Makmur atau disingkat ONM. 

Masa itu pertanian pangan merupakan prioritas utama pemerintah Orde Baru. Maka ada banyak program untuk meningkatkan hasil produksi pangan terutama beras. 

Bahkan pengaturan mengenai beras dibuat khusus dan diatur dalam badan penting negara. Peraturan mengenai peningkatan produksi beras dilaksanakan dalam program intensifikasi pertanian yang menjadi bagian dari Bimbingan Massal (BIMAS) dan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).

Intensifikasi tidak hanya dilaksanakan di pulau Jawa, namun juga di daerah-daerah lainnya, termasuk Nusa Tenggara Timur. 

Pada masa jaya pembangunan pertanian Indonesia, Gubernur Ben Mboi di Nusa Tenggara Timur mengembangkan sebuah operasi pencukupan pangan yang dinamakan Operasi Nusa Makmur. 

Operasi ini mengatur masalah pangan dengan fokus utama untuk meningkatkan produksi beras di NTT. Karena itulah maka desa-desa yang berada di pinggiran atau bantaran sungai yang memiliki potensi pertanian sawah digalakkan.

***

Petani mengerjakan sawahnya/Mada, FB
Petani mengerjakan sawahnya/Mada, FB

Salah satu desa yang menjadi sasaran fokus Operasi Nusa Makmur itu adalah Desa Maurisu. Merupakan salah satu dari sepuluh desa yang berada di wilayah Kecamatan Bikomi Selatan. Jumlah penduduknya sebanyak 120 Kepala Keluarga yang meliputi 3 Wilayah Dusun, 6 Rukun Tetangga (RT), dan 2 Rukun Warga (RW).

Sampai dengan akhir Desember 2023 jumlah penduduk Desa Maurisu sebanyak 363 jiwa dengan rincian Laki-laki 196 jiwa, dan perempuan 176 jiwa.

Desa Maurisu dibentuk dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor Und.2/1/2007 tanggal 4 November 1964 tentang Pembentukan Desa Gaya Baru di Seluruh Daerah Swantantra Tingkat II.

Dan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tingkat II Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor DD.12/11/1 tanggal 7 Mei 1969 Tentang Pembentukan Desa Gaya Baru di Kabupaten Dati II TTU.

Sejak berdirinya Desa Maurisu, sudah terjadi beberapa kali pergantian Kepala Desa, sebagai berikut:

1. Benediktus Sanak (1969-1972); 2. Velix Pura Costa (1972-1973); 3. Cornelis Funay (1973-1976); 4. Fransiskus Silab (1976-1979): Pj. Kepala Desa; 5. Gabriel Bana (1979-1986); 6. Paulus Bone (1986-1989); 7. Markus Kolo (1989-1991): Pj. Kepala Desa; 8. Eugenius Funay (1991-2000); 9. Augustinus Saijao (2000-2002): Pj. Kepala Desa; 10. Paulus da Cunha (2002-2007); 11. Nabot Nino (2007-2009): Pj. Kepala Desa; 12. Oliva Nau (2009-2016); 13. Marthinus Funay (2017-2024). 14. Gelario Hanjam da Costa, S.IP (2024): Pj. Kepala desa.

Desa Maurisu terletak persis di segitiga perbatasan tiga kabupaten yakni TTU, Malaka, dan TTS. Letaknya persis pada pertemuan 3 bantaran sungai yaitu sungai Noemuti, Sungai Noe Li'u, dan Sungai Benenai yang menuju Laut Timor yang disebut sebagai Tasi Mane atau Laut Laki-laki dengan pukulan ombak yang tinggi lagi ganas.

Meskipun Maurisu kini telah terbagi dalam empat kedesaan yaitu Desa Maurisu; Desa Maurisu Utara; Desa Maurisu Tengah; dan Desa Maurisu Selatan, namun dalam tulisan ini, penulis masih menggabungkannya dalam satu desa induk yaitu Desa Maurisu.

Sebutan Maurisu sebenarnya berasal dari sebuah ungkapan dalam bahasa Dawan "Na'mau rius" atau "Na' mau' seke" yang artinya sebuah wilayah yang kaya sekali.

Dilihat dari arti kata itu memang benar bahwa wilayah Maurisu yang terletak di segitiga emas perbatasan TTU, TTS, dan Malaka (dahulu Belu) ini menyimpan banyak sekali kekayaan yaitu lumbung padi, lumbung ternak, dan lumbung sagu (karena banyak pohon gewang yang menghasilkan sagu).

Dari segi pertanian, Maurisu memiliki 3 areal persawahan yaitu Persawahan Mauriu Ana, Pineur, dan Upu Naek. Setiap tahun dua kali tanam dan panen.

Dari segi peternakan, Maurisu memiliki areal ternak yang luas yang menjadi lumbung ternak sapi, kuda, kambing, dan babi.

Sebutan atau nama Maurius atau Maurisu sebenarnya diberikan oleh orang-orang dari seberang yang dikenal sebagai "Teku" atau "Perampok". 

Karena mereka tahu bahwa di daerah yang disebut "Maurius" atau "Maurisu" itu kaya dengan padi dan ternak. Maka wilayah ini dulu menjadi sasaran serangan para 'teku' hingga akhir tahun 2000-an. Syukurlah bahwa sejak tahun 2000 hingga sekarang pemerintah TTU telah menempatkan sebuah Pos Keamanan yang disebut PosPol. Desa Maurisu.

Masyarakatnya sangat familiar apalagi kalau ada orang baru atau tamu yang datang, mereka sangat terbuka. Dengan gaya dan cara bertutur yang khas orang Bikomi, mereka mempersilahkan setiap tamu berkunjung ke Maurisu.

***

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Mantan Kepala Desa Maurisu, periode 2017-2024 Marthinus Funay bahwa Desa Maurisu dapat dikategorikan sebagai desa wisata terutama wisata pertanian. 

Para pengunjung dapat menyaksikan dari dekat pengolahan sawah secara tradisional dengan tahap-tahapan yang disesuaikan dengan tradisi dan kebiasaan hidup masyarakat setempat.

Misalnya sebelum memulai pekerjaan pengolahan sawah diawali dengan upacara "Tsu Kanu" atau pembersihan selokan irigasi; Setelah tanam padi dilakukan upacara "Tanon Oe" atau pengaturan air; pada saat padi mulai menguning ada upacara "Tpao Kolo" atau menjaga burung; dan setelah panen diadakan upacara "Tfua Ton" atau syukur atas panen.

Selain wisata pertanian, para pengunjung wisata juga bisa dimanjakan dengan berbagai atraksi yang dilakukan bersamaan dengan tahap-tahapan tersebut.

Karena lingkungan hutan dan areal peternakan masih tetap terjaga keasliannya, maka pengunjung wisata juga bisa berjalan-jalan ke hutan dipandu oleh masyarakat setempat.

Apalagi karena wilayah ini terletak persis di bantaran sungai, alangkah indahnya kalau para pengunjung bisa 'mandi di kali' bersama masyarakat setempat sambil menangkap ikan secara tradisional.

Bagaimana akses jalan ke sana?

Anda jangan cemas, meskipun jalan ke sana belum seluruhnya aspal, tapi sebagian sudah di hotmix menggunakan dana APBN 2023. Jarak dari Ibukota Kabupaten TTU yaitu Kota Kefamenanu ke Desa Maurisu sekira 30 kilometer. Tidak jauh kan? 

Nah, itulah sedikit informasi yang dapat penulis sampaikan di sini untuk memperkenalkan Desa Maurisu sebagai daerah lumbung padi dan ternak bagi masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara.

Selamat datang ke Desa Maurisu.

Atambua: 07.08.2024

Sumber:

Wawancara via WhatsApp dengan Bapak Martinus Funay dan Mada Oa Hello pada 07/8/2024 pkl. 11.00 s/d 12.00

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun