Dari segi peternakan, Maurisu memiliki areal ternak yang luas yang menjadi lumbung ternak sapi, kuda, kambing, dan babi.
Sebutan atau nama Maurius atau Maurisu sebenarnya diberikan oleh orang-orang dari seberang yang dikenal sebagai "Teku" atau "Perampok".Â
Karena mereka tahu bahwa di daerah yang disebut "Maurius" atau "Maurisu" itu kaya dengan padi dan ternak. Maka wilayah ini dulu menjadi sasaran serangan para 'teku' hingga akhir tahun 2000-an. Syukurlah bahwa sejak tahun 2000 hingga sekarang pemerintah TTU telah menempatkan sebuah Pos Keamanan yang disebut PosPol. Desa Maurisu.
Masyarakatnya sangat familiar apalagi kalau ada orang baru atau tamu yang datang, mereka sangat terbuka. Dengan gaya dan cara bertutur yang khas orang Bikomi, mereka mempersilahkan setiap tamu berkunjung ke Maurisu.
***
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Mantan Kepala Desa Maurisu, periode 2017-2024 Marthinus Funay bahwa Desa Maurisu dapat dikategorikan sebagai desa wisata terutama wisata pertanian.Â
Para pengunjung dapat menyaksikan dari dekat pengolahan sawah secara tradisional dengan tahap-tahapan yang disesuaikan dengan tradisi dan kebiasaan hidup masyarakat setempat.
Misalnya sebelum memulai pekerjaan pengolahan sawah diawali dengan upacara "Tsu Kanu" atau pembersihan selokan irigasi; Setelah tanam padi dilakukan upacara "Tanon Oe" atau pengaturan air; pada saat padi mulai menguning ada upacara "Tpao Kolo" atau menjaga burung; dan setelah panen diadakan upacara "Tfua Ton" atau syukur atas panen.
Selain wisata pertanian, para pengunjung wisata juga bisa dimanjakan dengan berbagai atraksi yang dilakukan bersamaan dengan tahap-tahapan tersebut.
Karena lingkungan hutan dan areal peternakan masih tetap terjaga keasliannya, maka pengunjung wisata juga bisa berjalan-jalan ke hutan dipandu oleh masyarakat setempat.
Apalagi karena wilayah ini terletak persis di bantaran sungai, alangkah indahnya kalau para pengunjung bisa 'mandi di kali' bersama masyarakat setempat sambil menangkap ikan secara tradisional.