Salah satu hal yang menjadi perhatian Gereja pasca Konsili Vatikan II itu adalah pelestarian alam dan budaya manusia sebagai panggilan menuju martabat manusia yang sejati dan kekudusan sebagai citra Allah. Â
Untuk melestarikan alam ciptaan Tuhan dan kebudayaan sebagai hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang lebih baik, berbagai karya dan paduan teknologi diupayakan.
Adanya pelestarian lingkungan hidup yang asri berupa lingkungan pertanian yang didukung oleh berbagai sentuhan teknologi menciptakan apa yang dinamakan Wisata Atambua Eden.
Kali ini penulis hendak mengangkat isu Atambua Eden sebagai agrowisata yang memanfaatkan potensi pertanian sebagai obyek wisata buatan dan memadukannya dengan sentuhan teknologi pertanian dan pelestarian budaya masyarakat setempat.
Untuk itu saya mengajak para Kompasianer, mari kita langsung saja ikuti sebuah laporan berikut ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita sekalian.
Apa itu Atambua Eden?
Mungkin orang bertanya-tanya perihal Atambua Eden itu? Mungkinkah ada Eden di Atambua? Atambua Eden terdiri dari dua kata yaitu Atambua dan Eden.
Kata 'Atambua' menunjuk kepada nama sebuah keuskupan yaitu wilayah gereja partikular yang berdiri secara resmi sebagai vikariat apostolik pada tahun 1948 dan menjadi keuskupan pada tahun 1961. Wilayah keuskupan Atambua terdiri dari 3 kabupaten yaitu Kabupaten Belu, Malaka dan TTU; yang meliputi 4 dekenat, dan 67 paroki.
Kata 'Atambua' juga menunjuk kepada nama ibu kota Kabupaten Belu yaitu Atambua yang terletak di perbatasan RI-Timor Leste.
Sedangkan kata 'Eden' merujuk kepada nama sebuah taman yang disebutkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama khususnya Kitab Kejadian yaitu tempat yang dihuni oleh manusia pertama, Adam dan Hawa sebelum mereka diusir karena melanggar perintah Tuhan (Lih. Kej 2: 8-25).
Eden  itu sendiri diterjemahkan sebagai setiap daerah atau tempat tinggal yang menyenangkan, atau surga duniawi menurut Alkitab.
Jadi Atambua Eden adalah wilayah keuskupan Atambua sebagai daerah atau tempat yang menyenangkan atau surga duniawi di Keuskupan Atambua, sebagaimana  dikisahkan dalam Alkitab itu.
Penulis juga hendak menjelaskan bahwa  tulisan ini tidak ada hubungannya atau sangkut pautnya dengan aliran sesat yang pernah viral di bawah pimpinan Lia Aminudin yang lebih dikenal sebagai 'Lia Eden' itu.