Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Panti Jompo Khusus bagi Para Imam, Kreativitas Pengelola, dan Suasana yang Menyenangkan

3 Juni 2024   21:34 Diperbarui: 4 Juni 2024   03:08 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep panti jompo yang menyenangkan perlu dikembangkan | ILUSTRASI oleh Alexa/Pixabay

Ketika Kompasiana mengangkat topik pilihan "Panti Jompo", saya langsung teringat kata-kata dari seorang Pastor (imam Katolik) lanjut usia yang kini sudah almarhum. Beliau waktu itu menolak mati-matian untuk masuk rumah jompo. Pada hal tarekat sudah menyiapkan semua fasilitas yang lengkap.

Pernyataan-pernyataan beliau yang masih saya ingat: "Saya tidak akan mau masuk rumah jompo", "Kalau kamu paksa saya untuk masuk rumah jompo berarti kamu mau supaya saya mati lebih cepat", "Biar kamu yang pi masuk sa, saya sonde mau".

Menurut saya, kata-kata sang misionaris ini  yang menolak untuk masuk rumah jompo mau mengatakan bahwa 'panti jompo' bukanlah budaya kita orang Timur. Karena itu menurut sang Pastor, memaksa dia untuk masuk rumah jompo sama dengan mempercepat kematiannya.

Nah, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dilakukan oleh pengelola panti jompo agar menarik bagi para lansia untuk masuk panti jompo tersebut?

Kemarin ketika bersama pimpinan kantorku yang adalah seorang pastor Katolik dalam perjalanan tugas ke suatu tempat, kami berdiskusi tentang panti jompo. Ya, karena beliau seorang imam SVD (Societas Verbi Divini) atau Serikat Sabda Allah, saya tanya apakah nanti ketika sudah pensiun (kira-kira 3-4 tahun lagi) mau masuk rumah jompo?

Beliau langsung menjawab, "O... dengan senang hati saya mau masuk rumah jompo!"

Lalu kami melanjutkan diskusi mengenai konsep panti jompo sebagaimana diangkat oleh Kompasiana.

Tulisan ini akan merefleksi konsep panti jompo macam apakah yang harus dikembangkan khususnya dikalangan para imam Katolik supaya ketika mereka lanjut usia mau untuk menjadi penghuni panti jompo yang telah disiapkan kongregasi.

Suasana Panti Jompo yang menyenangkan

Pengelola panti jompo mesti menyadari bahwa imam-imam lansia yang akan masuk jompo itu pada umumnya adalah orang-orang yang super aktif ketika mereka masuk kuat. Mereka masuk panti jompo semata-mata karena usia lansia karena itu suasana rumah jompo mesti diatur sedemikian sehingga mereka tidak merasa tertekan dalam panti jompo. Atau seperti yang dikatakan imam lansia yang menolak masuk rumah jompo karena 'takut lebih cepat mati'. 

Baca juga: Lestari Pancasilaku

Nah, bagaimanakah suasana panti jompo yang diharapkan?

Baca juga: Teruslah Tersenyum

Dalam diskusi saya dengan  Pastor Vincentius Wun SVD, beliau mengharapkan agar panti jompo dilengkapi juga dengan sarana-sarana pengembangan bakat dan minat para jompo. Biarkan para jompo dengan kreativitasnya. Asal mereka diawasi agar tidak melampaui usia mereka. Sebab terkadang mereka (para jompo) tidak menyadari atau menerima diri bahwa mereka sudah tua. Mereka berpikir seperti ketika mereka masih muda dan kuat.

Para  imam jompo bukanlah anak-anak kecil yang harus diatur meluluh. Cara penanganan mereka hendaknya disesuaikan dengan usia, kesehatan dan keadaan fisik. Kalau seorang imam lansia masuk rumah jompo karena sakit misalnya, maka perlakuannya berbeda dengan imam lansia yang masuk rumah jompo hanya karena memang usianya harus masuk rumah jompo. Sementara itu ia masih terlihat aktif. 

Tenaga pendamping yang muda dan kreatif

Menurut pastor Vincent Wun, terhadap para imam lansia yang terlihat masih aktif, baiklah mereka didampingi untuk melakukan aktivitas mereka sesuai bakatnya namun secara terbatas. 

Karena itu baiklah kalau di panti jompo itu disiapkan tenaga-tenaga selain kesehatan ada juga pendamping lansia yang berpengalaman sehingga mereka sungguh menjadi teman bermain dan bekerja. 

Panti Jompo sebagai tempat 'transit' bukan 'gudang'

Panti jompo bukanlah gudang  yang siap menampung 'barang-barang rongsokan'.  Orang-orang sehat dan muda yang mendampingi para jompo harus menyadari bahwa para jompo adalah orang-orang hebat pada masanya yang sekarang perlu beristirahat untuk mempersiapkan kematiannya dengan tenang.

Panti jompo hendaknya dikembangkan sebagai tempat transit. Artinya apa, artinya seorang jompo hanya singgah sementara waktu di situ dan selanjutnya akan meneruskan perjalanan. Karena waktunya singkat, maka ia perlu mendapatkan perhatian dan pelayanan yang ekstra.

Karena perhatian dan pelayanan yang ekstra itu maka menarik bagi seorang imam lansia untuk masuk panti jompo. Nah, inilah yang harus dikembangkan pada panti jompo kita. Sebab memang panti jompo bukanlah budaya kita.

Panti jompo adalah sebuah konsep baru di luar budaya Timur. Para pengelola panti jompo hendaknya menyadari bahwa butuh waktu supaya orang bisa menerima diri bahwa suatu saat dia harus masuk panti jompo.

Hal ini tentu berbeda dengan keluarga-keluarga 'awam' yang masih tetap menjaga dan meneruskan budaya Timur di mana orang tuanya tidak bisa dititipkan ke rumah jompo karena takut dianggap anak durhaka.

Karena itu para imam lansia memang harus masuk panti jompo, mereka tidak bisa kembali lagi ke keluarga. Sebab di sana siapa yang harus bertanggungjawab untuk menjaga dan merawat mereka? 

Bahkan kita harus berpikir maju ke depan. Saat ini di rumah-rumah keluarga, banyak orang tua tinggal sendirian tanpa anak. Kalau suatu saat mereka sakit dan tidak ada yang mengurus mereka, lalu bagaimana? Tetapi yang jadi soal, apakah masuk panti jompo tidak membutuhkan biaya? Lalu siapa yang harus menanggung biaya itu? Sementara kita belum berpikir tentang simpanan untuk masa jompo!

Penutup/Kesimpulan

*Para imam yang sudah lansia atau sepuh sebaiknya masuk panti jompo agar mereka mendapatkan pendampingan dan perawatan yang maksimal. Mereka tidak boleh lagi berpikir untuk tinggal dengan keluarga.

**Supaya para imam lansia tertarik atau senang masuk panti jompo perlu semacam daya tarik tersendiri dari panti jompo. Dalam hal ini suasana, iklim persaudaraan, dan pendampingan yang kreatif terhadap para jompo, bisa jadi daya tarik tersendiri.

***Konsep panti jompo yang menyenangkan perlu dikembangkan, termasuk bagaimana mendampingi para jompo untuk menekuni bidang atau bakatnya secara terbatas sehingga ia merasa masih berguna. Bukan lagi seperti 'besi tua' atau 'barang rongsokan'.

****Kalau kita berpikir maju ke depan bahwa panti jompo sungguh menjadi kebutuhan akhir, maka perlu dipikirkan adanya simpanan masa jompo, supaya ketika sampai usia atau keadaan tertentu, dana itu bisa dipakai untuk membiayai kehidupan di panti jompo. Sebab sampai sekarang, khusus orang Timur, panti jompo masih terbatas untuk para imam dan biarawan-biarawati. Selum ada anak-anak yang menitipkan orang tuanya di panti jompo.

Semoga tulisan kecil ini dapat bermanfaat.

Atambua: 03.06.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun