Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

3 Tips Sederhana Ini Bisa Hadapi Mereka yang "Fake Productivity"

7 Mei 2024   10:06 Diperbarui: 7 Mei 2024   10:20 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Seringkali para perfeksionis terjebak  dalam apa yang dinamakan 'Fake Productivity", suatu lingkaran yang tak bertepi dari sejumlah aktivitas manipulatif yakni kesibukan palsu yang nampaknya produktif namun sebenarnya banyak waktu, energi dan dana terbuang begitu saja tanpa hasil yang maksimal dan signifikan.

Orang-orang seperti ini nampaknya sibuk sekali namun pada akhirnya kesibukan itu tidak mendatangkan hasil. Banyak kali mengatasnamakan kesibukan yang pada akhirnya hanya meminta maaf karena tugas yang diberikan ternyata tak selesai pada waktunya.

Saya sendiri belum begitu memahami apakah perfeksionisme dapat menjadi bahaya laten terhadap produktivitas yang sebenarnya? Karena itu semoga artikel ini selain dapat menjelaskan tentang bahaya laten perfeksionisme sebagai penyebab Fake Produktivity, juga mengajak diskusi lebih lanjut untuk menemukan paling kurang 3 (tiga) tips sederhana untuk mengatasi atau menghadapi Fake Productivity itu.

Pribadi Perfeksionis

Perfeksionis adalah suatu sebutan bagi orang-orang yang menuntut diri sendiri dan orang lain untuk menghasilkan sesuatu dengan standar yang terlalu tinggi. Dengan kata lain, orang dengan kepribadian perfeksionis selalu memasang target sempurna baik terhadap apa yang dikerjakannya, maupun orang lain.

Sedangkan perfeksionisme adalah kelompok atau aliran yang terlalu menekankan kesempurnaan dalam karya. Atau menurut wikipedia.com, perfeksionisme adalah sifat kepribadian multidimensional yang ditandai  upaya menuju kesempurnaan dengan cara menetapkan standar performa yang terlalu tinggi dengan standar evaluasi diri yang terlalu kritis, namun ada kekhawatiran terhadap kritik dari orang lain (Stoeber & Childs, 2010).

Orang-orang perfeksionis biasanya sangat memperhatikan secara sangat detail dan pertimbangan kualitas di atas segala-galanya sehingga seringkali memaksa dirinya dan orang lain untuk mencapainya, namun dalam kenyataan mungkin sulit untuk mencapainya.

Orang-orang dengan kepribadian perfeksionis harus diakui bahwa umumnya adalah orang-orang pintar dan genius. Saking bercita-cita menghasilkan sesuatu yang perfek atau sempurna sampai-sampai mereka terlihat stres, selalu cemas, dan bahkan mereka sendiri kesulitan untuk menyelesaikan suatu tugas karena takut menghasilkan produk yang tidak perfek. 

Bagaimana Kita Menghadapi Fake Productivity dari Pribadi Perfeksionis

Saya punya seorang teman yang sangat akrab sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Selesai SD, kami berpisah karena masing-masing memilih SMP sesuai kemampuan ekonomi. Saya memilih SMP di kampung, sedang temanku itu di kota karena beliau anak perwira polisi. Selesai SMP, saya masuk sekolah guru agama, karena sekali lagi keterbatasan orang tua. Temanku masuk sekolah calon imam Katolik. 

Baca juga: Ritual Ta

Singkat cerita setelah sekolah guru dan kuliah lanjut dan temanku sudah jadi imam, akhirnya kami bertemu dalam satu tugas yang hampir sama pada satu kantor. Beliau memang orang yang perfeksionis. 

Ketika selesai Strata satu saya sudah menulis sebuah buku sederhana dengan judul "Menjadi Keluarga Beriman (Sebuah Cita-Cita dan Pergumulan) yang diterbitkan Yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta tahun 2004 dan ber-ISBN.

Sementara temanku itu menyelesaikan program magisternya di Manila, Filipina dan bersiap-siap untuk mengambil program doktorat. Beliau termasuk orang yang sangat disiplin. Kalau ia membawakan materi untuk suatu event sudah pasti sangat sempurna. File-file dan animasi yang ditampilkan sangat bagus. Pilihan font dan lain-lain tampilan dan bahkan video pendek yang ingin ditampilkan sangat perfek. 

Kalau kami merencanakan untuk menulis sesuatu dalam buletin kami, ia pasti yang paling akhir karena harus mempertimbangkan banyak hal, terutama menyangkut isi dan pertimbangan-pertimbangan kesempurnaan itu. 

Namun sayang, sebelum menyelesaikan tugasnya di dunia ini, ternyata ia sudah lebih dahulu dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kesempurnaannya di surga. 

Lantas pada malam sesudah penguburannya, karena sangat sedih, saya menghadap makamnya dan menyampaikan kata-kata ini kepadanya: 

"Katanya pintar dan perfeksionis, ternyata mati muda, tanpa meninggalkan kenangan apapun, tulisan yang panjang, sebuah buku kecil pun tidak, mau bangga apa denganmu temanku? Katanya sibuk untuk produktivitas, mana itu semua? Selamat jalan teman (sambil terbata-bata dan berlinang air mata)."

Ya, ini hanyalah sebuah ungkapan ketakpuasanku terhadap teman baik yang katanya perfeksionis namun "fake productivity". 

Di kamarnya dan di atas meja kerjanya banyak sekali karya mahasiswa yang belum selesai diperiksanya; proposal dan skripsi mahasiswa bimbingannya yang belum tuntas; bahkan banyak tulisan yang belum diselesaikan. Ini hanyalah contoh tipe orang yang perfeksionis namun tidak realistis dalam hidupnya.

Tiga Tips sederhana ini bisa membantu menghadapi mereka

Untuk itu berhadapan dengan praktek Fake Produktivity dan Perfeksionis, saya menawarkan paling tidak 3 (tiga) tips sederhana ini, sebagai berikut:

1)  Bangun Kesadaran diri bahwa Kesempurnaan itu hanyalah milik Tuhan.

Mungkin inilah langkah pertama dan terutama yang harus kita bangun ketika menghadapi mereka. Bahwa kita manusia hanya mengerjakan apa yang bisa kita kerjakan sebab selanjutnya yang menyempurnakan semua itu adalah pemilik kesempurnaan yaitu Tuhan sendiri.

Sebab dalam Kitab Injil Lukas 17: 10 dikatakan:

"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan".

Apapun yang kita kerjakan sebagai manusia, tidak mungkin menandingi Allah yang adalah pemilik kesempurnaan itu. Kita harus realistis. Itulah kesadaran yang harus dibangun terus menerus menghadapi mereka-mereka yang perfeksionis agar mereka menjadi pribadi yang realistis dalam kehidupan.

Kepada mereka perlu kita katakan bahwa semua orang menghendaki apa yang kita kerja itu berhasil dan hasilnya kalau bisa perfek, tetapi jangan terlampau menuntut hasilnya harus perfek lalu kita mengabaikan sisi lain dari kemanusiaan.

2)  Perlunya Deadline untuk apa saja yang diberikan

Kepada mereka yang perfeksionis, supaya tidak menjadi fake productivity karena banyak waktu yang terbuang dengan segala kesibukan yang tak berarti yang selalu --saya katakan--mengkambinghitamkan kesibukan lalu kita menunda-nunda waktu dengan alasan supaya hasilnya sempurna.

Ternyata tokh yang sempurna itu tak pernah datang-datang juga. Maka sebaiknya kita perlu tetapkan waktu deadline untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan. 

Karena dengan deadline itu akan membatasi ruang gerak kita untuk tepat waktu, tepat tugas, dan tepat jumlah. Dengan itu kita juga tidak jatuh ke fake productivity tetapi lebih pada toxid productivity.

3)  Lawan Fake Productivity dengan Toxid Productivity.

Kalau fake productivity itu selalu dikatakan sebagai kesibukan atau produktivitas yang palsu, maka kita perlu melawan kecenderungan itu dengan mengembangkan toxid productivity yaitu adanya dorongan untuk melakukan banyak kegiatan yang bermanfaat atau produktif, dengan cara mengabaikan aspek-aspek penting lainnya dalam hidup.

Bahwa di dalam kehidupan ini ada hal-hal yang rasanya penting, namun tidak mendesak yang harus didahulukan. Karena itu perlu membuat skala prioritas dalam hidup. Bahwa sebetulnya banyak sekali kegiatan-kegiatan dalam hidup ini yang bermanfat dan sangat produktif yang bisa diprioritas untuk diselesaikan atau didahulukan.

Apabila ketiga tips sederhana ini kita lakukan atau tonjolkan maka dengan sendirinya kita tinggalkan segala produktivitas palsu yang kita ciptakan dengan mengkambinghitamkan kesibukan dengan alasan demi produktivitas perfectionis. Namun dalam realistas tidak tercapai seperti yang diimpikan. Jadi perfectionis hanya dalam mimpi, namun dalam kenyataan fake productivity.

Lantas, Bagaimana seharusnya?

Alkitab mengatakan "Jika ya, katakanlah ya, jika tidak, katakanlah tidak, sebab di luar itu berasal dari si jahat". 

Artinya kita perlu realistis dalam merencanakan sesuatu, dan realistis pula dalam menerima hasilnya.

Jangan terlampau membuat rancangan yang terlalu muluk-muluk, namun tidak mampu mencapainya!

Kita harus betul-betul sibuk, dan kesibukan itu betul-betul produktif, bukan sebaliknya terlihat sangat sibuk namun kesibukan itu hanyalah palsu semata.

Semoga bermanfaat bagi kita agar lebih produktif lagi menghadapi dunia ini!

Atambua, 07.05.2024







HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun