Setiap peristiwa yang kita alami dalam kehidupan ini sebenarnya tidak ada yang sia-sia. Semua ada hikmahnya untuk kehidupan. Ada suatu pembelajaran bagi kita. Paling tidak supaya kita melakukan evaluasi terhadap apa yang telah terjadi. Juga merupakan momentum untuk berintrospeksi diri atas kejadian atau peristiwa yang kita alami itu. Demikian pula dengan peristiwa nasional Pilpres 2024 yang baru saja kita jalani, dan sidang sengketa atas hasil Pilpres itu.
Dalam tulisan ini, saya hendak membagikan pengalaman bagaimana mengikuti Pemilu 2024 secara langsung, umum, bebas dan rahasia di Tempat Pemungutan Suara (TPS); dan menyaksikan sidang sengketa Pilpres 2024 melalui media online.
Pengalaman Mengikuti Pemilu 2024
Pemilihan Umum Presiden 2024 telah dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024, bertepatan dengan Hari Kasih Sayang atau Valentine Day yang biasa dirayakan di kalangan anak-anak muda. Berhubung Pemilu 2024 dijadwalkan demikian, maka pada malam Valentine Day itu tidak banyak 'kejadian luar biasa' menimpa anak-anak muda seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau mungkin saja ada, namun karena semua media online 'disibukkan' dengan perhitungan suara Pemilu 2024 sehingga bebas dari perhatian.
Pada hari Rabu, 14 Februari 2024 sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab dan wujud dari pengamalan "100% warga negara Indonesia, dan 100% Katolik", saya mengikuti pencoblosan di TPS 13 Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Saking semangatnya, saya termasuk pemilih nomor muda. Saya mendapat kesempatan sebagai orang ke-12 untuk memberikan suara.
Singkat cerita kewajiban sebagai warga negara untuk mengikuti pemilihan umum sudah kutunaikan. Namun apakah dengan itu Pemilu selesai? Tentu pemberian suara sudah selesai, namun akibat lanjutannya masih terasa hingga saat ini.
Soal Pilpres tidak ada dampak ikutan yang langsung dialami masyarakat. KPU telah menetapkan hasil Pemilu 2024 melalui Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 Tanggal 20 Maret 2024, namun masih terbuka kemungkinan pengajuan sengketa ke Mahkama Konstitusi dan itu pun sudah dilaksanakan.
Tetapi soal Pileg alias Pemilihan Legislatif meskipun hasilnya tidak diajukan ke MK namun masih menyimpan rasa hingga saat ini.
Ya. Antara kelompok pendukung yang satu dengan pendukung yang lain masih saling melihat dengan 'ekor mata' saja. Artinya masih ada rasa kurang sreg dengan yang lain. Apalagi mereka yang hidup bertetangga dengan caleg yang gagal.
Ada calon legislatif (caleg) yang sampai saat ini belum menerima kekalahan. Ada yang masih menyimpan marah dengan tetangga karena dituduh pengkhianat, dan lain-lain.
Pada hal kita tahu bahwa hasilnya sudah diumumkan oleh KPU. Tidak mungkin bola yang telah gol dimuntahkan kembali. Sekarang kita tunggu pelantikkan para anggota Legislatif hasil pemilihan umum 2024. Sesuai PKPU Nomor 3 Tahun 2022, pengucapan sumpah atau janji DPRD Kabupaten/Kota dan Propinsi disesuaikan dengan akhir masa jabatan masing-masing anggota. Sedangkan pengucapan sumpah atau janji DPR RI dan DPD RI akan terjadi pada 1 Oktober 2024.
Menyaksikan Sidang Sengketa Pilpres 2024 secara Online
kita menyaksikan betapa drama sidang sengketa Pilpres yang digelar Mahkama Konstitusi berjalan alot. Perang 'dingin' antara para Tim Kuasa Hukum paslon 01 dan 03 berhadapan dengan Tim Kuasa Hukum paslon 02 tak terelakkan.
Saksi-saksi yang diajukan masing-masing Tim Kuasa Hukum sesuai keahliannya berusaha memberikan kesaksian yang benar dan meyakinkan. Tidak tanggung-tanggung terjadi saling serang di antara para Tim kuasa hukum dan saksi. Bahkan bukan hanya adu mulut, tetapi ada juga nyaris adu jotos. Itu semua telah terjadi. Hasil keputusan MK perihal sengketa Hasil Pilpres 2024 telah diumumkan.
Ada beberapa dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon ke MK dengan beberapa isu pokok, yakni:
Pertama, soal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP. Bawaslu dituding tidak menindaklanjuti dugaan kecurangan paslon 02. Namun dalil ini ditolak karena MK tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan adanya pelanggaran tersebut.
Kedua,tuduhan adanya intervensi Presiden Joko Widodo dalam syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalil ini ditolak MK karena tidak ada bukti yang kuat dan meyakinkan.
Ketiga,tuduhan adanya abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam penggunaan APBN dalam bentuk Bansos dengan tujuan untuk mempengaruhi pemilih. Dalil inipun ditolak karena dianggap tidak terbukti.
Keempat,tuduhan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah Pusat, Pemda dan Pemerintah Desa dalam bentuk dukungan terhadap paslon 02. Dalil tersebut menurut MK tidak beralasan secara hukum dan tidak ada bukti yang cukup.
Kelima, tuduhan KPU berpihak kepada Paslon 02. Terhadap dalil ini MK berpendapat bahwa perubahan syarat yang diberlakukan KPU telah sesuai dengan putusan MK.
Berdasarkan dalil-dalil yang diajukan dan bukti-bukti yang disertakan, MK menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan Paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dengan demikian kemenangan pasangan calon Presiden RI Prabowo Subianto dan calon Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029.
Pembelajaran dari Sidang Sengketa Pilpres 2024
Dari sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkama Konstitusi pasca Pemilu 2024, kita dapat menarik beberapa hikmah sebagai pembelajaran bagi kita sebagai warga negara Indonesia.
1. Â Seperti yang dikatakan Wakil Presiden RI, K.H. Ma'ruf Amin, "....kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkama Konstitusi." Sengketa sudah selesai. Pertikaian untuk mencari keadilan dan kebenaran sudah usai. Sekarang saatnya kita bersatu untuk mengawal perjalanan kepemimpinan nasional kita ke depan.
2. Â Â Pengamat Politik UGM, Arya Budi mengatakan ada pembelajaran penting yang berkaitan dengan kekuasaan calon yang bisa mengerahkan logistik menjelang Pemilu. Jangan sampai peristiwa Pilpres 2024, putusan no.90 MK itu kemudian direpetisi lagi di Pilpres selanjutnya.
3.   Betapa penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagai Pemilihan Umum Serentak pertama yang tentu saja bukan hanya memakan korban karena banyak anggota KPPS yang meninggal dunia dan sakit, tetapi juga menghabiskan APBN yang tidak sedikit yakni Rp 71,3 Triliun. Ini tidak sedikit. Kita berharap hasil tidak mengecewakan.
4. Â Setiap Warga Negara berhak untuk memilih dan dipilih. Untuk itu setiap orang yang ingin maju sebagai Caleg atau Capres/Cawapres hendaknya memahami betul bahwa berani maju juga berani menerima hasilnya. Siap menang, siap kalah. Jangan hanya menerima kemenangan, tetapi tidak menerima kekalahan!
5. Â Â Kepada para penyelenggara Pemilu agar menjalankan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dan apabila penyelenggara Pemilu telah bekerja secara maksimal, kita patut menyampaikan terima kasih dan pujian sepatutnya.
Semoga dengan sidang Sengketa Pilpres 2024 ini memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk saling berkompetisi secara sehat dan menerima hasilnya dengan berani dan rendah hati.
Semoga sumbangan pemikiran ini dapat bermanfaat.
Atambua, 30.04.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H