Itu artinya sesseorang setelah menyelesaikan pendidikan Dokter Umum dia harus mengikuti beberapa tahun lagi baru kemudian boleh menyandang gelar Dokter Spesialis.
Lantas pertanyaannya, apakah Dokter Spesialis itu bergelar S2 atau Magister? Sekali lagi menurut penjelasan akupintar.id, Program S2 atau Magister tidak sama dengan Program Spesialis. Program Pendidikan S2 atau Magister itu adalah pendidikan akademik. Sedangkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) merupakan program pendidikan khusus untuk menyiapkan Dokter Umum menjadi Dokter Spesialis di bidang tertentu. Misalnya Dokter Spesialis Penyakit Dalam; Dokter Spesialis Penyakit Paru; Dokter Spesialis Kandungan; Dokter Spesialis Radilogi, Dokter Spesialis Urologi, dan lain-lain.
Menurut data yang disampaikan Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2021 saja jumlah Dokter Umum di Indonesia sudah mencapai 200.000 orang lebih. Sementara jumlah Dokter Spesialis baru berada pada angka 45.000 orang.
Nah karena lamanya proses belajar menjadi spesialis dan kelangkaan inilah maka, Profesi Dokter Spesialis itu sangat membanggakan.
Terjadinya Bully di kalangan calon Dokter Spesialis
Karena menempuh pendidikan Dokter Spesialis itu prosesnya panjang dan lama, maka sering terjadi saling bully di antara para calon Dokter Spesialis tersebut. Belum lagi mereka harus melakukan berbagai praktek dan ujian keahlian.
Perundungan di kalangan para calon Dokter Spesialis itu bisa terjadi karena di tengah tekanan-tekanan dari Profesor dan Dokter Pembimbing, banyaknya materi yang harus dibaca dan tugas yang harus dikerjakan.
Memang benar bahwa pasti mereka saling mengejek atau mengolok-olok karena tugas belum rampung; waktu yang terus bertambah; tanggungan terhadap keluarga (bagi yang sudah berkeluarga), atau bahkan saling bully karena umumr semakin bertambah dokternya kapan menikah, dan lain-lain.
Depresi dan Bunuh Diri
Depresi menurut herbajayaraya.my.id adalah gangguan mental serius yang memengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku seseorang. Apalagi dikatakan bahwa setiap kita ini mempunyai bawaan gejala depresi dalam tingkatan yang berebeda-beda.
Maka bisa diterima bahwa banyak calon Dokter Spesialis yang depresi atau mengalami tekanan kejiwaan yang disebabkan karena banyak hal sebagaimana saya sebutkan di atas tadi.
Sekedar sharing saja: seorang teman kerja saya yang punya anak dokter umum, mengeluh dia dilema, anaknya mau mengambil PPDS tetapi sekarang sudah berumur untuk menikah. Menurutnya apakah puterinya itu harus menikah dulu baru mengambil PPDS, ataukah mengambil PPDS dulu baru menikah?
Nah, menurut saya hal ini juga yang akan menjadi penyebab depresi bagi calon Dokter Spesialis nanti. Belum lagi dia harus menghadapi ujian dan praktek yang bertubi-tubi.