Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ayo Selamatkan Bumi melalui Gerakan Bersama Hentikan Penebangan Pohon dan Bijak Mengolah Sampah

17 Maret 2024   16:58 Diperbarui: 17 Maret 2024   17:07 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sampah berserakan/Solopos.com

Kabar buruk semakin menyelimuti dunia tempat kita hidup saat ini.  Konon kondisi  bumi kita semakin hari semakin mengkhawatirkan. Planet kita semakin sarat dan berat muatannya. Mulai dari banyaknya sampah yang berserakan dan mencemari lautan. Pola cuaca yang berubah-ubah, hingga level air laut yang semakin naik dan dapat menyebabkan bencana banjir di antero dunia. 

Kerusakan ekosistem yang terjadi juga mengancam kesehatan umat manusia dengan berkurangnya sumber makanan, air, dan bahkan pasokan oksigen. Kerusakan ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia sendiri.

Isu global ini telah menjadi diskusi publik pada setiap kesempatan yang melibatkan semua elemen masyarakat dunia, mulai dari para elit pemimpin dunia, hingga masyarakat dan kaum sederhana.

Tidak ketinggalan umat beragama dari berbagai lapisan mulai dari hierarki yang tertinggi hingga umat akar rumput membangun diskusi dan kesadaran bersama untuk selamatkan bumi kita dari keterpurukan akibat ulah manusia sendiri.

Untuk itulah pada hari Sabtu, 16 Maret 2024, sekelompok besar umat Katolik Paroki Santo Petrus dan Paulus Lurasik, Kecamatan Biboki Utara, Keuskupan Atambua, menggelar rekoleksi prapaskah bersama membahas tema "Mengembangkan Ekonomi Ekologis Menurut Pandangan Paus Fransiskus".

Rekoleksi prapaskah sehari ini dipandu oleh Pastor Paroki, RD. Urbanus Hala, dengan 2 orang narasumber yakni Vikaris Generalis Keuskupan Atambua, RP. Vincentius Wun, SVD dan Sekretaris Umum Pusat Pastoral Keuskupan Atambua, Yosef M.L. Hello, S.Pd.M.Hum.

Rekoleksi ini dibagi dalam dua sesi yakni pemaparan materi rekoleksi oleh kedua pembicara, dan diskusi bersama atau sesi tanya jawab yang dipandu langsung oleh Pastor Paroki. 

Materi yang dibawakan kedua narasumber adalah "Ekonomi Ekologis Menurut Paus Fransiskus" dan "Tobat Ekologis untuk Selamatkan Bumi".

Ekonomi Ekologis Menurut Visi Paus Fransiskus

Sejak tahun 2015, seluruh umat manusia sudah diingatkan oleh Paus Fransiskus melalui ensiklik "Laudato Si" (18 Juni 2015) yang membicarakan tentang 'Ibu Bumi sebagai rumah kita bersama'.

Di dalam ensiklik ini, Paus Fransiskus mengkritik konsumerisme dan pembangunan yang tak terkendali. 

Paus juga menyesalkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan pemanasan global (global warming).

Dan mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil 'aksi global yang terpadu dan segera' untuk menyelamatkan ibu bumi rumah bersama.

Untuk itu Pemimpin Gereja Katolik Dunia itu memiliki visi tentang perlunya ekonomi ekologis. Menurutnya, kita perlu memperbaiki model pertumbuhan ekonomi yang menjamin penghormatan terhadap lingkungan, keterbukaan terhadap kehidupan, kepedulian bagi keluarga, adanya kesetaraan sosial, keprihatinan terhadap martabat pekerja dan perhatian bagi hak-hak generasi mendatang. 

Dengan pernyataan ini, Paus hendak menekankan perilaku yang bertanggung jawab dalam hal konsumsi, produksi dan pengambilan keputusan dengan tujuan memastikan kehidupan yang bermanfaat bagi semua orang.

Ada dua hal kunci dikemukakan Paus, yakni kita disadarkan untuk berhenti mengeksploitasi alam dan segala isinya hanya demi tujuan ekonomis semata; dan jangan karena kita ingin makan hari ini, segala sesuatu dikorbankan, dalam hal ini lingkungan hidup.

Tobat Ekologis untuk Selamatkan Bumi

Terhadap aneka kerusakan alam yang menyebabkan bencana besar bagi kemanusiaan itu, dari manusia dituntut bukan hanya aksi fisik semata, tetapi terutama aksi spiritual yaitu pertobatan ekologis.

Pertobatan ekologis berarti  usaha membangun kembali relasi yang sehat melalui pembaharuan kemanusiaan, pertobatan batin, rekonsiliasi, dan pertobatan komunal dengan alam.

Kalau selama ini manusia selalu mengambil atau menerima dari alam dengan mengeksploitasi alam, kini saatnya untuk memberi atau mengembalikan kepada alam.

Bagaimana caranya? 

Seperti dipelopori oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur ke-2 periode 1966-1978, El Tari yang terkenal dengan motto: "Tanam, Tanam, Sekali Lagi Tanam!"

Tiada cara lain selain menanam kembali setiap jengkal tanah dengan berbagai tanaman dan pohon.  Itu berarti tobat batiniah harus diwujudkan dalam tobat fisik dalam arti melakukan aksi tanam pohon.

P. Vincent Wun SVD dan peserta rekoleksi/dok.pribadi
P. Vincent Wun SVD dan peserta rekoleksi/dok.pribadi

Lima butir diskusi bersama

Menarik bahwa dalam rekoleksi sehari itu, para peserta yang terdiri dari para agen pastoral mulai dari ketua komunitas umat basis anggota dewan pastoral paroki, guru hingga kepala desa separoki Lurasik itu, memperdalam sikap tobat bersama melalui diskusi pendalaman materi.

Ada lima butir yang muncul dari diskusi bersama ini, yakni:

1)   Hentikan Penebangan pohon secara sembarangan

Disadari bahwa selama ini banyak sekali terjadi penebangan pohon-pohon besar tanpa diikuti dengan penanaman kembali. Karena itu para peserta menyadari bahwa perlu ada kesadaran baru untuk menanam kembali pohon-pohon terutama di sumber mata air, dan tempat-tempat umum lainnya.

2)  Bijak menangani Sampah Plastik di sekitar wilayah paroki

Saat ini sampah ada di mana-mana, terlebih pada musim hujan ini. Karena itu perlu gerakan mengumpulkan sampah dan membuang sampah pada tempatnya, terutama sampah plastik karena daya urainya yang memakan waktu yang sangat lama (500 tahun).

3)  Mengurangi penggunaan Pupuk Kimia dan menggantinya dengan pupuk organik

Tanah kita semakin padat karena penggunaan bahan kimia. Karena itu perlu langkah-langkah perbaikan. Misalnya mulai mengurangi pemakaian pupuk kimia, dan berusaha menggantinya dengan pemakaian pupuk organik, sehingga mengembalikan humus tanah dan hasilnya lebih organik.

4)  Mengurangi pembuatan sumur bor

Semakin banyak pengeboran sumur dapat merusak permukaan tanah, dan berdampak yang paling berbahaya adalah adanya rongga di bawah tanah yang terjadi karena eksploitasi air tanah yang berlebih.

5)  Pemberantasan Penyakit Masyarakat

Penyakit masyarakat seperti perjudian dan pencurian dapat juga menjadi pemicu untuk perusakan lingkungan hidup. Karena itu, dalam rekoleksi ini para peserta juga bertekad untuk memberantas penyakit-penyakit masyarakat itu mulai dari lingkungan dan desa mereka sendiri.

Perlunya Gerakan Bersama

Kelima hal yang dihasilkan dalam diskusi bersama rekoleksi sehari ini, selain untuk dilaksanakan secara pribadi atau individual, tetapi yang terutama adalah harus menjadi gerakan bersama, baik untuk seluruh umat paroki, tetapi juga dituntut untuk menjadi gerakan global seluruh masyarakat dunia untuk menyelamat ibu bumi dari rintihan kesakitan saat ini.

Itulah yang juga diharapkan oleh Paus Fransiskus demi keberlangsungan bumi sebagai rumah kita bersama.

Sebab "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh", segala sesuatu yang kita lakukan secara bersama-sama pasti akan mendatangkan hasil untuk kemuliaan kita bersama!

Atambua: 17.03.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun