Mungkin kebiasaan ritual  non pah di Bikomi ini merupakan satu-satunya ritual budaya yang masih ada di muka bumi ini.Â
Mengapa demikian? Karena praktek budaya yang dilakukan setiap tujuh tahun sekali ini, hanya ada di Pulau Timor, khususnya di kerajaan Bikomi.Â
Semua orang tahu bahwa saat ini dunia semakin maju dengan peradaban budaya yang makin global, namun ternyata hal itu tidak memengaruhi masyarakat adat di Kerajaan Bikomi, Timor untuk mempraktekkan ritual adat mereka.
Semua orang tidak dapat menghindar, globalisasi telah menggerus berbagai praktek budaya lokal sehingga banyak masyarakat adat terpaksa meninggalkan praktek budaya mereka dan mengenakan mantel ungu teknologi.Â
Namun hal itu tidak berlaku bagi masyarakat adat Bikomi. Praktek ritual non pah yang dilakukan setiap tujuh tahun sekali itu terus dihidupkan dan dilestarikan terus menerus.
Menurut catatan sejarah, pelaksanaan ritual non pah yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2017. Sebagai orang yang memiliki minat pada budaya, penulis ikut menelusuri praktek ritual tersebut.
Dan kini melalui topik pilihan "Indonesia Ramah bagi Masyarakat Adat", penulis memaparkannya kepada sidang pembaca sekalian dengan judul tulisan: "Ritual "Non Pah" di Bikomi sebuah bentuk Pelestarian Budaya".
Tulisan sederhana ini akan dibagi dalam lima bagian besar, yaitu yang pertama, pengertian dan arti dari ritual adat non pah ; kedua,  siapa-siapa saja yang terlibat dalam ritual budaya tujuh tahunan ini; ketiga, apa yang menjadi tujuan perjalanan ritual ini, keempat, larangan-larangan yang harus ditaati pada saat upacara non pah; dan kelima, adakah sesuatu yang dapat dipetik dan dimaknai dari praktek ritual budaya tersebut?
Pertama, Pengertian dan arti dari ritual adat non pah
Pertama-tama, penulis mengajak para Kompasianer dan pembaca sekalian untuk mengetahui arti kata non pah dan seluk beluknya.
Non pah merupakan dua kata dalam bahasa Dawan atau Uab Meto yang dipakai oleh hampir sebagian besar penduduk Timor bagian Barat.