Menarik bahwa Kompasiana akhirnya memberi perhatian juga pada Perayaan Natal dengan topik pilihan yang fokus pada Masak-Masak Hidangan Natal.Â
Tidak dapat dipungkiri bahwa makanan atau masak-masak merupakan salah satu yang penting juga dalam persiapan perayaan Natal. Namun, tentu saja hidangan natal bukanlah yang terpenting dari keseluruhan perayaan Natal itu sendiri.
Natal sebagai perayaan iman terbesar bagi umat Kristiani memang sejatinya juga merupakan pesta keluarga. Sebab pada saat Natal semua anggota keluarga dari mana-mana dapat berkumpul bersama. Pada saat itulah, mereka boleh merayakan bersama dengan makan-makan. Sebab tiada pertemuan yang membahagiakan tanpa makan bersama.Â
Nah, untuk merayakan makan bersama itulah, sejak dahulu para ibu mempersiapkan aneka masakan untuk dicicipi bersama seluruh anggota keluarga.
Bukan tidak mungkin, untuk mengenang kembali masa-masa tempo doeloe, para orangtua menyajikan hidangan-hidangan khusus, agar membangkitkan memori, sekaligus menjadi pembelajaran bagi generasi muda, anak cucu yang mungkin saja belum pernah mencicipi hidangan khas itu.
Tapi sekali lagi hidangan Natal itu hanyalah aspek pelengkap dari perayaan Natal yang bagi umat Kristiani merupakan perayaan iman terbesar karena menghadirkan kembali peristiwa Inkarnasi, Allah menjelma menjadi manusia biasa dan sederhana dalam diri Yesus Kristus.
Untuk itu bagaimana kita khususnya umat Kristiani memaknai Natal. Tentu sekali lagi selain makanan, umat Kristiani dituntut untuk tidak melupakan hal yang terpenting dari peristiwa Natal itu.
Maka, apa saja makna Natal itu bagi umat Kristiani yang merayakannya?Â
Gereja Katolik khususnya membaginya dalam tiga tahap yaitu Tahap pertama, persiapan Natal; tahap kedua, perayaan Natal; dan tahap ketiga, post Natal.Â
Mari kita mendalami ketiga tahap natal ini dalam kerangka perayaan iman yang bukan saja memperingati peristiwa kelahiran Tuhan, tetapi terutama menghadirkan kembali peristiwa yang pernah terjadi 2023 tahun silam itu di dalam kehidupan umat Kristiani saat ini di sini (hic et nunc).
Tahap pertama: Persiapan Natal
Umat Kristiani menyebut masa persiapan natal itu dengan istilah masa adven atau adventus. Adventus artinya kedatangan.Â
Umat Katolik menandainya dengan lingkaran adven yaitu empat lilin yang dinyalakan berturut-turut mulai Minggu I hingga Minggu IV. Minggu I disebut Minggu: Harapan (hope); Minggu II: Cinta (Love); Minggu III: Sukacita (Joy); dan Minggu IV: Damai (Peace).
Menurut Kamus Gereja Katolik bagi Kaum Awam yang ditulis oleh Pastor Al. Purwa Hadiwardoyo, MSF, masa adven adalah masa liturgi yang berlangsung selama empat pekan menjelang perayaan Natal, yang dimulai pada Minggu Adven I yang dilaksanakan pada hari Minggu yang dekat dengan peringatan Santo Andreas pada tanggal 30 November.Â
Sekali lagi menurut Purwa Hadiwardoyo, masa adven itu sudah dikenal oleh Gereja sejak pertengahan abad VI. Karena begitu pentingnya masa persiapan ini, maka dilakukan berbagai kegiatan yang bersifat kerohanian dan aksi nyata untuk mengisi waktu persiapan tersebut.
Biasanya selama masa adven, umat Kristiani khususnya umat Katolik mengisinya dengan kegiatan pendalaman iman yang disebut Katekese Adventus yaitu tukar menukar pengalaman iman yang dilakukan dalam komunitas-komunitas umat basis dan dalam berbagai kelompok kategorial.
Selain katekese adventus, biasanya dilakukan juga kunjungan oleh pastor atau pemimpin umat yang dikenal dengan kunjungan pastoral atau tourney imam. Pada saat kunjungan pastoral ini ada pembinaan iman, ada pengakuan dosa, dan perayaan ekaristi.
Kegiatan ketiga yang tidak kalah pentingnya sebagai persiapan dekat adalah rekoleksi (re-collect: mengumpulkan kembali) yaitu semacam refleksi iman melalui pengajaran-pengajaran teologis-biblis.
Seluruh kegiatan pada tahap pertama, persiapan natal ini berakhir pada tanggal 24 desember pagi.
Untuk diketahui bahwa selama hari-hari masa adven ini diharapkan umat menjaga ketenangan, tidak melakukan pesta-pesta yang artinya mengurangi makan dan minum yang berlebihan.
Tahap kedua: Perayaan Natal
Natal artinya kelahiran, namun bukan sembarang kelahiran. Tetapi terutama adalah kelahiran Yesus Kristus, Sang Raja Damai. Karena itu lagu-lagu selama masa Natal didominasi oleh damai (peacefull).
Perayaan Natal diawali dengan Upacara Malam Natal yaitu menghadirkan kembali actus Natal yang pernah terjadi 2000-an tahun silam mulai dari panggilan Abraham hingga lahirnya Yesus Kristus, sang Emanuel.
Natal itu sendiri berpuncak pada perayaan Natal tanggal 25 Desember yang diyakini sebagai lahirnya Yesus Kristus dari seorang perawan bernama Maria.Â
Di sini kegiatan "masak-masak" dilakukan para ibu pada malam menjelang Hari Raya Natal sekaligus sebagai kebiasaan berjaga bersama para gembala di Betlehem. Keluarga-keluarga Katolik di masing-masing wilayah memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Biasanya disesuaikan dengan tradisi setempat.
Sebagai contoh, di Timor Barat, dulu biasanya keluarga-keluarga melakukan ritual mete bersama sambil menganyam dan memasak ketupat dengan santan kelapa; lalu mengemasnya dengan daging se'i (biasanya se'i babi, maaf).
Pada keesokan harinya yaitu tanggal 25 Desember, setelah merayakan Natal puncak dengan liturgi yang meriah, keluarga-keluarga mengadakan makan bersama dengan hidangan khusus hasil persiapan semalam.
Di Timor, umumnya baik gereja maupun pemerintah melakukan open house dan salaman Natal dengan sajian makan dengan menui hidangan yang sama: ketupat dan daging se'i.
Adapun makna yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah bahwa natal adalah hari raya sukacita besar karena Allah telah menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita yang dirayakan sebagai perayaan iman dan sekaligus ungkapan kemanusiaan.
Tahap ketiga: Post Natal
Hari-hari sesudah perayaan Natal disebut oktaf Natal. Dan sesudah oktaf Natal masih ditambah lagi dua minggu yang berakhir pada Hari Raya Pembaptisan Tuhan. Dengan itu masa Natal berakhir.Â
Bagi umat Katolik merayakan Natal bersama hanya bisa dilakukan sesudah tanggal 25 desember yang sungguh diyakini sebagai hari kelahiran Yesus Kristus Sang Juru Selamat.Â
Maka hari-hari sesudah tanggal 25 biasanya oleh komunitas-komunitas atau kelompok umat merayakan Natal Bersama sebagai bentuk silaturahmi bersama. Pada saat inilah sekali lagi masak-masak hidangan Natal itu dapat ditampilkan lagi.
Nah inilah suatu cara memaknai Natal, melakukan yang terpenting tanpa melupakan yang menjadi tambahan. Tentu saja kedua-duanya mesti dilaksanakan dengan proporsinya masing-masing. Hanya dengan itu, kita tidak hanya lebih memperhatikan yang satu dan mengabaikan yang lain.Â
Semoga bermanfaat!
Atambua: 23.12.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H