Pembangunan pada dasarnya adalah proses perubahan yang dilakukan secara terencana dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan masyarakat menuju yang lebih baik.Â
Demikian pula halnya dengan pembangunan sebuah rumah ibadat. Tujuannya adalah agar umat dapat melakukan ibadat keagamaannya dengan baik dan aman karena didukung oleh fasilitas atau sarana rumah ibadat yang baik pula.
Membangun sebuah rumah ibadat tentu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Karena yang namanya rumah ibadat itu membutuhkan banyak fasilitas dan kelengkapan yang harus dipenuhi.Â
Lagi pula membangun rumah ibadat tidaklah seperti membangun rumah pribadi, sebab membangun rumah ibadat melibatkan banyak umat beragama dengan berbagai ide dan pikiran.
Ada sebuah pengalaman menarik tentang proses pembangunan rumah ibadat yang dilakukan oleh umat beragama Katolik di wilayah perbatasan RI-RDTL.
Komunitas umat Katolik  yang disebut Paroki  Santo Yohanes Pemandi Haliwen itu sebagian besar adalah masyarakat Timor-Timur yang mengungsi ke Indonesia pada tahun 1999 karena persoalan integrasi.Â
Paroki itu sendiri berdiri pada tahun 2007. Berdasarkan data statistik tahun 2022 jumlah umat paroki ini sebanyak 9.186 jiwa, yang terdiri dari 1.880 kepala keluarga (kk). Dari 1.880 kepala keluarga tersebut 90% adalah petani; 5 % pegawai (ASN) dan 5 % lagi adalah wiraswasta.
Pada Sabtu (21/10/2023) Komunitas Umat Katolik ini mentahbiskan gedung gereja mereka yang baru yang menurut laporan ketua panitia pembangunan gereja, proses pembangunan rumah ibadat itu dilakukan selama 10 tahun.
Ada hal yang unik dan menarik dari proses pembangunan gedung gereja yang didedikasikan untuk kemuliaan Tuhan dalam nama Santo Yohanes Paulus II ini.