GENTRIFIKASI, sebuah istilah baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Istilah gentrifikasi diartikan sebagai proses  masuknya penduduk atau kegiatan perkotaan yang mengakibatkan perubahan keadaan ekonomi, sosial, maupun budaya yang terjadi pada permukiman di daerah tersebut. Dengan kata lain, gentrifikasi adalah suatu gerakan kembali ke desa untuk membangun dari desa.
Migrasi orang-orang yang selama ini tinggal di kota, namun karena satu dan lain alasan yang kuat dan mendasar, mereka kembali ke desa dan menetap di sana. Mereka itu umumnya berasal dari desa itu sendiri maupun pendatang baru. Misalnya karena pensiun dari tugas negara sebagai ASN atau TNI/POLRI, atau karena mendapat penugasan ke desa. Tetapi juga bisa karena mengalami bangkrut atau pemutusan hubungan kerja di kota, maka terpaksa memilih untuk kembali hidup di desa.
Gentrifikasi bisa positif, tetapi bisa juga negatif.Â
Secara umum, gentrifikasi membawa dampak yang positif di desa karena membawa perubahan pada kemajuan di desa. Di sana karakter pembangunan desa yang lambat dapat dipercepat oleh kehadiran orang-orang yang lebih mapan secara ekonomi dan financial sehingga dapat mempengaruhi kehidupan dan pembangunan di desa.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran orang-orang kota di desa juga dapat membawa dampak negatif, terutama jika kehadiran mereka itu merusak tatanan ekonomi, sosial, budaya yang sudah ada, bahkan yang lebih parah lagi adalah menyebabkan penduduk di desa seolah-olah terusir dari tempatnya sendiri karena kehadiran mereka di sana.
Gerakan Membangun Dari Desa
Membaca istilah 'gentrifikasi' ini, penulis teringat akan suatu program pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di era tahun 1990-2000 di bawah kepemimpinan Bupati Drs. Anton Amaunut. Â Program pemerintah kabupaten itu bertajuk "Gerakan Cinta Hari Esok" atau GCHE.Â
Gerakan Cinta Hari Esok yang dicanangkan Bupati Timor Tengah Utara (TTU) periode 1990-2000, Drs. Anton Amaunut itu semata-mata bertujuan untuk membangun dari desa. Sebab filosofi yang dibangun adalah desa merupakan pusat kehidupan masyarakat tradisional, karena itu pembangunan harus dimulai dari desa untuk memperkuat ketahanan desa dalam berbagai aspek kehidupannya.
Sebagai anak desa, Drs. Anton Amaunut, Bupati TTU 1990-2000, mencanangkan program pembangunan dari desa, bukan hanya untuk pembangunan fisik seperti pembangunan jalan, perumahan dan pertanian mulai dari desa, tetapi juga mempersiapkan orang-orang desa menghadapi kemajuan zaman.Â